TIMES JAKARTA, JAKARTA – Kementerian Pertanian (Kementan) berupaya meningkatkan kesejahteraan petani kelapa di Pulau Halmahera, Maluku Utara (Malut), melalui hilirisasi dan peningkatan harga di tingkat petani.
"Sekarang harga kelapa butir di petani hanya dua sampai tiga ribu rupiah. Kita minta pelaku industri untuk menaikkan harga beli supaya petani untung. Jangan sampai nilai tambah hanya berhenti di pabrik. Kalau harga kelapa dinaikkan sedikit, saya bantu 10 ribu hektare untuk seluruh Maluku Utara," kata Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman saat kunjungan kerja di Ternate, Selasa (28/10/2025).
Menteri menegaskan bahwa hilirisasi tidak akan bermakna jika petani tidak menikmati nilai tambah yang adil dari hasil kebunnya.
Menurut Mentan Amran, pemerintah sudah menyiapkan program pengembangan 10 ribu hektare lahan kelapa di Maluku Utara mulai tahun 2026, yang akan dibagi di beberapa kabupaten.
Dukungan tersebut diberikan sebagai bagian dari strategi nasional memperkuat hilirisasi komoditas perkebunan berbasis daerah.
"Bapak Presiden Prabowo Subianto menekankan agar pertanian kita tidak hanya berhenti di hulu. Petani harus merasakan langsung nilai tambah dari produk mereka. Tidak cukup hanya tanam, tapi harus olah dan jual dalam bentuk bernilai tinggi," ujar Amran.
Mentan mencontohkan saat melakukan kunjungan kerja di Halmaehra Utara, melihat secara dekat ekspor produk olahan kelapa asal Maluku Utara telah menembus pasar Tiongkok.
Produk seperti coconut milk, VCO, dan arang tempurung hasil produksi pabrik lokal seperti PT NICO telah menjadi bukti nyata bahwa hilirisasi bisa dilakukan dari tingkat desa.
Selain itu ada produk olahan lainnya yang dihasilkan seperti tepung kelapa, santan kelapa, nata decoco yang telah menembus pasar Asia, Amerika dan Eropa.
"Ini membanggakan, ekspor ini dari Maluku Utara. Ini tonggak sejarah, kita tidak lagi kirim bahan mentah, tapi produk jadi dari daerah," ujarnya.
Mentan Amran menjelaskan nilai ekonomi kelapa dapat melonjak hingga seribu persen bila diolah.
"Bayangkan, kelapa butir hanya tiga ribu rupiah. Tapi kalau sudah jadi coconut milk atau coconut water, nilainya bisa 40 sampai 50 ribu per butir. Inilah pentingnya hilirisasi dan harga untuk petani yang adil," ujarnya.
Selain membuka pasar ekspor, hilirisasi juga memperkuat ekonomi lokal. Keberadaan pabrik pengolahan seperti PT NICO dan PT Dewa Coco disebut telah menyerap ribuan tenaga kerja serta meningkatkan pendapatan petani di sekitar wilayah operasional.
"Perusahaan seperti ini harus kita jaga. Mereka membuka lapangan kerja dan menurunkan kemiskinan," kata Amran.
Sementara itu, Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda menyampaikan apresiasi atas dukungan Kementan terhadap pengembangan komoditas kelapa di daerahnya.
Ia menyebutkan program hilirisasi dan peningkatan harga kelapa akan menjadi motor ekonomi baru bagi provinsi kepulauan tersebut.
"Potensi kita luar biasa, lebih dari 150 ribu hektare kebun kelapa produktif. Dengan dukungan 10 ribu hektare tambahan dan harga beli yang lebih baik, kesejahteraan petani pasti meningkat," ujar Sherly.
Data Kementan menunjukkan luas lahan kelapa di Maluku Utara mencapai 158.953 hektare dengan potensi produksi lebih dari 1 miliar butir per tahun, dan sekitar 76 persen telah diserap oleh industri pengolahan.
Namun, Mentan Amran menegaskan masih ada ruang besar untuk meningkatkan efisiensi rantai pasok dan memperluas ekspor produk turunan. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Ini Langkah Kementan Tingkatkan Kesejahteraan Petani Kelapa Malut
| Pewarta | : Antara |
| Editor | : Deasy Mayasari |