TIMES JAKARTA, JAKARTA – Dua mantan pejabat PT Pertamina (Persero) didakwa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan korupsi dalam pengadaan gas alam cair (LNG) dari Corpus Christi Liquefaction LLC (CCL) pada periode 2011-2021.
Jaksa penuntut umum (JPU) menyatakan tindakan mereka diduga merugikan keuangan negara sebesar 113,84 juta dolar AS atau sekitar Rp1,77 triliun.
JPU KPK, Yoga Pratomo, menjelaskan bahwa perbuatan kedua terdakwa, Hari Karyuliarto dan Yenni Andayani, juga dianggap turut memperkaya mantan Direktur Utama Pertamina periode 2009-2014, Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan, dengan nilai Rp1,09 miliar dan 104.016 dolar AS. Selain itu, CCL juga diduga diuntungkan sebesar 113,84 juta dolar AS.
"Perbuatan melawan hukum tersebut telah memperkaya diri, orang lain, atau perusahaan, yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)," papar JPU dalam sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (23/12/2025).
Hari Karyuliarto, yang saat itu menjabat sebagai Direktur Gas Pertamina periode 2012-2014, didakwa tidak menyusun pedoman pengadaan LNG internasional dan tetap memproses pengadaan dari Cheniere Energy Inc. Ia juga menyetujui term sheet CCL yang mencakup formula harga, tanpa mempertimbangkan harga yang mampu dibayar pembeli domestik.
Selain itu, Hari diduga hanya mengajukan persetujuan kepada direksi secara sirkuler sebelum menandatangani perjanjian jual beli LNG CCL Train 1, tanpa melibatkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Ia juga menyetujui penandatanganan perjanjian tanpa adanya pembeli LNG yang mengikat.
JPU menambahkan, Hari tidak menyertakan kajian kelayakan ekonomi, risiko, dan mitigasi dalam dokumen permintaan persetujuan kepada direksi. Ia juga melakukan pembicaraan dengan Cheniere Energy sejak Maret 2014 mengenai penambahan LNG CCL berdasarkan permintaan potensial, bukan pembeli yang sudah terikat kontrak.
Selanjutnya, Hari menyetujui formula harga Train 2 yang lebih tinggi tanpa kajian risiko atau analisis keekonomian untuk memastikan kompetitifitas harga. Ia juga mengusulkan pemberian kuasa dari Karen untuk menandatangani perjanjian Train 2 tanpa persetujuan direksi, dewan komisaris, dan RUPS, serta tanpa pembeli yang telah terikat.
"Terdakwa Hari juga telah menandatangani LNG SPA Train 2 tanpa didukung persetujuan direksi, tanggapan tertulis dewan komisaris dan persetujuan RUPS, serta tanpa adanya pembeli LNG CCL yang telah diikat dengan perjanjian," jelas JPU.
Sementara itu, Yenni Andayani, sebagai Vice President Strategic Planning Business Development Direktorat Gas Pertamina periode 2012-2013, didakwa mengusulkan kepada Hari untuk menandatangani Risalah Rapat Direksi (RRD) Sirkuler terkait penandatanganan perjanjian jual beli LNG Train 1 dan Train 2 tanpa kajian keekonomian, risiko, mitigasi, dan tanpa pembeli yang terikat.
Yenni juga menandatangani Sales and Purchase Agreement (SPA) Train 1 pada 4 Desember 2013 berdasarkan kuasa dari Karen, meskipun tidak semua direksi telah menandatangani RRD, tidak ada tanggapan tertulis dewan komisaris, persetujuan RUPS, maupun pembeli yang telah terikat perjanjian.
Atas perbuatan tersebut, kedua terdakwa didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Dugaan Kerugian Negara Rp1,77 Triliun, Dua Eks Dirut Pertamina Diadili Kasus LNG Corpus Christi
| Pewarta | : Antara |
| Editor | : Faizal R Arief |