TIMES JAKARTA, JAKARTA – OpenAI kembali membuktikan keunggulannya dalam persaingan kecerdasan buatan (AI) global.
Dalam sebuah turnamen catur AI yang digelar di platform Kaggle milik Google, Kamis (7/8/2025) model AI terbaru mereka, o3, berhasil keluar sebagai juara setelah mengalahkan Grok 4 milik xAI—perusahaan yang didirikan oleh Elon Musk—di babak final.
Turnamen ini tidak menggunakan komputer yang memang dirancang khusus untuk bermain catur. Sebaliknya, kompetisi ini melibatkan model AI yang dikembangkan untuk penggunaan sehari-hari, seperti menjawab pertanyaan, menulis, atau mengolah data. Namun, lewat pertandingan catur, kemampuan nalar dan strategi dari setiap model diuji secara mendalam.
Dominasi o3 dan Kekalahan Grok
Model o3 milik OpenAI tampil dominan sepanjang turnamen dan tak terkalahkan hingga final. Sebaliknya, Grok 4 yang semula dijagokan justru membuat sejumlah kesalahan fatal, termasuk kehilangan ratu (queen) berkali-kali, hingga akhirnya tumbang di hadapan o3.
"Menjelang semifinal, rasanya Grok 4 akan jadi juara. Tapi di hari terakhir, semuanya runtuh," ujar Pedro Pinhata dari Chess.com. Ia menyebut permainan Grok di babak akhir sebagai "tak dikenali" dan "penuh blunder", sementara o3 tampil meyakinkan dan meraih kemenangan beruntun.
Komentar serupa juga datang dari grandmaster catur Hikaru Nakamura dalam siaran langsungnya. “Grok melakukan banyak kesalahan, tapi OpenAI tidak,” katanya.
Sementara itu, Elon Musk sempat menanggapi hasil turnamen dengan menyebut keberhasilan xAI sebelumnya hanyalah "efek samping", karena perusahaannya nyaris tidak mengarahkan pengembangan Grok untuk bermain catur.
Gemini Google di Peringkat Tiga
Turnamen ini juga melibatkan delapan model bahasa besar (LLM) dari berbagai perusahaan teknologi seperti Anthropic, Google, OpenAI, xAI, serta dua pengembang AI asal Tiongkok: DeepSeek dan Moonshot AI. Model Gemini dari Google menempati posisi ketiga setelah menaklukkan model OpenAI lainnya di perebutan tempat ketiga.
Turnamen diselenggarakan selama tiga hari di Kaggle, yang biasa digunakan oleh ilmuwan data untuk menguji kemampuan model mereka melalui kompetisi. Catur, bersama dengan permainan strategi lainnya seperti Go, sering digunakan sebagai tolok ukur kecerdasan buatan karena memerlukan logika kompleks dan pengambilan keputusan yang akurat.
Catur dan AI: Rivalitas yang Panjang
Sejak lama, catur telah menjadi ajang unjuk kemampuan mesin. Pada 1996, grandmaster Rusia Garry Kasparov pernah dikalahkan oleh komputer super IBM, Deep Blue, dalam pertandingan bersejarah. Kemenangan itu menjadi simbol kekuatan komputer dalam menyaingi kecerdasan manusia. Meski begitu, bertahun-tahun kemudian Kasparov menganggap kecerdasan Deep Blue tidak lebih dari “jam weker seharga 10 juta dolar.”
Permainan Go juga menjadi ajang penting pengembangan AI. AlphaGo, program yang dikembangkan DeepMind (anak perusahaan AI milik Google), berhasil menumbangkan juara dunia Go asal Korea Selatan, Lee Se-dol, pada 2019. Lee bahkan memutuskan pensiun setelah serangkaian kekalahan, dan mengatakan kepada kantor berita Yonhap, "Ada entitas yang tidak bisa dikalahkan."
Turnamen catur AI ini menambah daftar panjang bagaimana mesin terus mendekati—dan bahkan melampaui—kemampuan berpikir manusia dalam ranah tertentu. Dan pertarungan antara OpenAI dan xAI tampaknya baru saja dimulai. (*)
Pewarta | : Wahyu Nurdiyanto |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |