https://jakarta.times.co.id/
Berita

Soal Kasus Navayo di Prancis, Yusril Ihza: Pemerintah RI akan Ajukan Banding

Kamis, 27 Maret 2025 - 23:15
Soal Kasus Navayo di Prancis, Yusril Ihza: Pemerintah RI akan Ajukan Banding Menko Kumham Imipas RI Yusril Ihza Mahendra (kiri) bersama Menteri Kehakiman Prancis Gérald Darmanin (kanan) dalam pertemuan di Paris, Prancis, Kamis (27/3/2025). (FOTO: ANTARA/HO-Kemenko Kumham Imipas RI)

TIMES JAKARTA, JAKARTA – Pemerintah RI akan mengajukan banding atas keputusan pengadilan Prancis terkait kasus Navayo International AG dengan Kementerian Pertahanan (Kemenhan) RI, dengan sidang yang dijadwalkan pada bulan Mei 2025.

Menteri Koordinator (Menko) Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kumham Imipas) RI Yusril Ihza Mahendra mengaku akan memanfaatkan kesempatan banding untuk menyampaikan keberatan, sanggahan, dan bantahan atas keputusan pengadilan tersebut.

"Kami berharap pengadilan dapat mempertimbangkan berbagai fakta yang ada dan membatalkan keputusan yang telah diambil sebelumnya," kata Yusril dalam pertemuan dengan Menteri Kehakiman Prancis di Paris, Prancis, Kamis (27/3/2025), seperti dikonfirmasi di Jakarta.

Dalam rangka menghadapi persidangan tersebut, pemerintah Indonesia melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Paris telah menunjuk pengacara Prancis yang berpengalaman dalam menangani kasus penyitaan aset negara.

Yusril menuturkan pengacara tersebut pernah menangani kasus serupa bagi negara Kongo, sehingga dirinya meyakini pengacara itu dapat membantu membela kepentingan pemerintah Indonesia di pengadilan Prancis.

Selain itu, sambung dia, Kemenko Kumham Imipas RI juga akan mengirimkan perwakilan untuk memberikan keterangan dalam persidangan.

Menko pun menyampaikan bahwa pemerintah Indonesia telah mengambil berbagai langkah hukum di dalam negeri terkait kasus Navayo Internasional.

Langkah dimaksud, yakni dengan berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung RI guna menangani dugaan kecurangan atau fraud dalam perjanjian antara Navayo dengan Kemenhan RI.

"Dugaan fraud ini telah dikemukakan dalam persidangan arbitrase Singapura, namun langkah hukum pidana tetap diperlukan untuk menangani kasus ini lebih lanjut," ungkapnya.

Adapun dirinya menyampaikan bahwa pemerintah Indonesia menghormati putusan pengadilan Prancis atas kasus tersebut, namun menyoroti kekhawatiran terhadap prosedur yang telah diambil.

Pasalnya, menurut Yusril, pengadilan Prancis telah menetapkan penyitaan terhadap beberapa aset diplomatik tanpa terlebih dahulu memanggil pemerintah Indonesia sebagai pihak dalam persidangan.

Langkah tersebut, kata dia, bertentangan dengan asas-asas praktik pengadilan internasional, di mana semua pihak yang terlibat dalam suatu perkara seharusnya diberikan kesempatan untuk memberikan keterangan sebelum putusan dijatuhkan.

"Kelalaian terhadap prinsip ini menimbulkan pertanyaan besar tentang kredibilitas pengadilan Prancis dalam menangani permohonan yang diajukan oleh Navayo Internasional," kata Menko menegaskan.

Selain itu, dia pun menegaskan bahwa berbagai aset yang disita merupakan objek diplomatik, yang seharusnya dilindungi oleh Konvensi Wina, sehingga tidak boleh disita oleh pihak swasta.

Disebutkan bahwa apabila penyitaan tetap dikabulkan, maka akan menjadi preseden buruk bagi hubungan diplomatik internasional.

Menanggapi keberatan yang disampaikan oleh pemerintah Indonesia, pihak Prancis menyatakan bahwa seluruh informasi terkait telah disampaikan kepada Pengadilan, termasuk konfirmasi dari Kementerian Luar Negeri Prancis bahwa aset yang disita merupakan properti diplomatik pemerintah Indonesia.

Untuk itu, pengadilan Prancis memberikan kesempatan bagi pemerintah Indonesia untuk mengajukan banding atas keputusan tersebut.

Adapun kasus tersebut terkait proyek Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan). Pada 2016, Kemenhan RI menandatangani kontrak dengan pihak swasta asing untuk pengadaan Satkomhan tersebut, salah satunya dengan Navayo International AG.

Berdasarkan perjanjian yang diteken, terdapat ketentuan bahwa apabila terjadi sengketa (dispute) akan diputus oleh arbitrase Singapura. Navayo kemudian mengajukan gugatan ke arbitrase Singapura yang putusannya mengharuskan pemerintah Indonesia membayar sejumlah ganti rugi.

Permasalahan terus berlarut-larut hingga pada 2022, perusahaan asal Eropa itu mengajukan permohonan eksekusi sita ke pengadilan Prancis untuk menyita aset pemerintah Indonesia di Paris.

Adapun pada tahun 2024, pengadilan Prancis memberikan wewenang kepada Navayo untuk melakukan penyitaan atas hak dan properti milik pemerintah Indonesia di Paris. Salah satu aset tersebut, merupakan rumah-rumah tinggal pejabat diplomatik RI.

Selain upaya pembatalan penyitaan aset pemerintah Indonesia, Menko Kumham Imipas RI bersama Menteri Kehakiman Prancis Gérald Darmanin turut membahas kemungkinan kerja sama bilateral antara Indonesia dan Prancis di bidang hukum.

Beberapa agenda utama yang dibahas meliputi perjanjian ekstradisi, pertukaran serta pemulangan narapidana (exchange and transfer of prisoner), serta perjanjian bantuan hukum timbal balik (Mutual Legal Assistance/MLA) antara kedua negara.

Pewarta : Antara
Editor : Faizal R Arief
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jakarta just now

Welcome to TIMES Jakarta

TIMES Jakarta is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.