TIMES JAKARTA, JAKARTA – Aksi premanisme yang dilakukan oleh organisasi masyarakat (ormas) dinilai menjadi ancaman serius bagi iklim investasi di Indonesia. Banyak investor memilih bersikap "wait and see," menunggu langkah tegas pemerintah dalam menindak aksi-aksi yang meresahkan dunia usaha.

Wakil Ketua MPR RI, Eddy Soeparno, menegaskan bahwa premanisme berkedok ormas tidak hanya merusak stabilitas investasi, tetapi juga mengancam target pertumbuhan ekonomi nasional yang ditetapkan mencapai 8 persen.

"Untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 8 persen, diperlukan iklim investasi yang kondusif. Premanisme yang berkedok ormas atau organisasi lainnya merusak reputasi Indonesia di mata investor global," ujar Eddy saat menghadiri Safari Ramadhan Bazaar Tebus Murah PAN di Kota Cirebon, Senin (17/3/2024).

Menurut Eddy, dampak negatif dari premanisme ini tidak hanya bersifat material, tetapi juga berimbas pada ketenagakerjaan. Ketika investor enggan menanamkan modalnya atau bahkan hengkang dari Indonesia, maka potensi gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) dan meningkatnya pengangguran terdidik menjadi ancaman nyata.

"Setiap tahun, perguruan tinggi meluluskan ribuan tenaga kerja siap pakai. Namun, jika investasi terhambat akibat premanisme, maka kesempatan kerja pun semakin sulit," tambahnya.

Lebih jauh, Eddy mengutip pernyataan Ketua Himpunan Kawasan Industri (HKI) yang menyebut bahwa gangguan ormas terjadi di hampir semua kawasan industri, terutama di Bekasi dan Karawang. Bahkan, ada insiden di mana ormas menyegel akses masuk ke pabrik meskipun aparat keamanan telah melarang demonstrasi di kawasan industri.

Eddy pun mendesak pemerintah, melalui koordinasi lintas kementerian dan kepolisian, untuk menindak tegas premanisme ormas demi menjaga stabilitas investasi.

"Penegakan hukum yang tegas dan kepastian hukum adalah faktor utama yang dipertimbangkan investor sebelum menanamkan modalnya. Selama premanisme masih merajalela, target pertumbuhan ekonomi 8 persen akan sulit tercapai," kata Anggota Komisi XII DPR RI ini. (*)