TIMES JAKARTA, JAKARTA – Penanganan penyakit Tuberkulosis (TBC) dinilai harus melibatkan semua pihak secara kompak dan dengan kecepatan yang sama. Hal ini disampaikan oleh National Program Director PR Konsorsium Penabulu-STPI, dr. Betty Nababan dalam konferensi pers Hari Tuberkulosis Sedunia 2025 di Jakarta, Senin (28/4/2025).
“Mengurusi TBC itu harus kerjasama, kompak dan dengan speed yang sama,” ujar dr. Betty Nababan.
Menurutnya, hingga kini masih banyak pasien TBC yang mengalami penyangkalan atau bahkan menolak menerima diagnosis karena stigma negatif yang melekat pada penyakit ini.
"Pasien yang menyangkal atau menolak bahwa dirinya TBC akan jauh lebih sulit penanganannya, karena tidak ada kesadaran untuk sembuh, sehingga lebih sulit untuk minum obat," jelasnya.
Untuk mengatasi hal tersebut, dr. Betty bersama komunitasnya melakukan pendekatan melalui konseling dan komunikasi motivasi. Tujuannya, menumbuhkan kesadaran dari dalam diri pasien untuk menjalani pengobatan secara rutin hingga tuntas.
“Komunikasi motivasi ini diinisiasi untuk memulai pengobatan yang lahir dari pasiennya sendiri. Kami memberikan pemahaman tentang konsekuensi minum obat dan tidak minum obat, sehingga pasien berpikir dan mengambil keputusan,” terangnya.
Ia menambahkan, bila pasien telah memiliki kesadaran dan prioritas hidup sehat, maka proses motivasi akan lebih mudah ketika ada hambatan di tengah jalan, seperti berhenti minum obat.
Selain kepada pasien, dr. Betty juga melakukan advokasi kepada lingkungan sekitar pasien, termasuk perusahaan tempat pasien bekerja, agar tetap mendukung mereka.
“Tidak hanya pasiennya saja, tetapi lingkungannya juga. Kami pelajari dulu lingkungan pasien, termasuk aturan di tempat kerjanya terhadap pekerja yang terkena TBC,” ujarnya.
dr. Betty berharap masyarakat dapat meningkatkan kewaspadaan dan mengenali gejala TBC sejak dini.
“TBC itu kita selalu bilang BBB (Bukan Batuk Biasa). Kita harus mengenali gejala TBC seperti batuk disertai nyeri dada yang tidak kunjung sembuh, berat badan turun, dan demam yang naik turun,” pungkasnya. (*)
Pewarta | : Ahmad Nuril Fahmi |
Editor | : Imadudin Muhammad |