TIMES JAKARTA, JAKARTA – Indodata Research Center mengungkapkan bahwa peredaran rokok ilegal sepanjang tahun 2024 telah menyebabkan potensi kerugian negara mencapai Rp97,81 triliun.
Rokok ilegal tersebut terdiri dari berbagai jenis, seperti rokok polos (tanpa pita cukai), rokok palsu, rokok salah peruntukan (saltuk), rokok bekas, dan rokok salah personalisasi (salson).
Dominasi Rokok Polos Tanpa Pita Cukai
Menurut Direktur Eksekutif Indodata Research Center, Danis Saputra Wahidin, rokok polos atau tanpa pita cukai mendominasi peredaran rokok ilegal dengan persentase mencapai 95,44%. Disusul oleh rokok palsu (1,95%), saltuk (1,13%), rokok bekas (0,51%), dan salson (0,37%).
“Hasil kajian memperlihatkan bahwa rokok ilegal peredarannya itu semakin meningkat dari 28 persen menjadi 30 persen dan kita menemukan angka di 46 persen di 2024. Maraknya rokok ilegal terutama rokok polos yang dominan ini diperkirakan kerugian negara Rp 97,81 triliun,” ujar Danis dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (15/2/2025).
Pergeseran Konsumsi dari Rokok Legal ke Ilegal
Danis menjelaskan bahwa terjadi pergeseran (shifting) perilaku konsumen rokok dari produk legal ke ilegal. Kenaikan harga cukai yang tidak diikuti dengan efektivitas pengurangan jumlah perokok justru mendorong konsumen beralih ke rokok ilegal yang lebih murah.
Menurutnya, perokok cenderung memilih rokok ilegal karena harganya lebih terjangkau. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan kenaikan cukai tidak efektif dalam mengurangi jumlah perokok, melainkan justru meningkatkan konsumsi rokok ilegal.
Dampak Ekonomi dan Sosial
Peredaran rokok ilegal tidak hanya merugikan negara dari segi pendapatan cukai, tetapi juga mengancam industri hasil tembakau (IHT) legal yang melibatkan banyak pemangku kepentingan, seperti petani tembakau, petani cengkeh, dan buruh pabrik.
“Industri hasil tembakau adalah sektor strategis yang melibatkan banyak pihak. Oleh karena itu, kebijakan terkait cukai dan harga jual eceran (HJE) harus dirumuskan dengan melibatkan semua pemangku kepentingan agar efektif dan adil,” tegas Danis.
Rekomendasi untuk Pemerintah
Indodata Research Center mendorong Presiden Prabowo Subianto untuk memberikan arahan kepada kementerian dan lembaga terkait dalam merumuskan kebijakan yang komprehensif dan berbasis data.
Kebijakan rokok seharusnya didukung oleh kajian yang objektif, inklusif, dan transparan. Selain itu, diperlukan pengawasan dan penegakan hukum yang lebih intensif untuk memerangi peredaran rokok ilegal.
Danis juga menekankan pentingnya penegakan hukum secara ekstra ordinary untuk mengoptimalkan pendapatan negara dan melindungi industri rokok legal di dalam negeri.
Tren Konsumsi Rokok di Indonesia
Berdasarkan survei, konsumsi rokok di Indonesia masih didominasi oleh sigaret kretek mesin (SKM), baik oleh konsumen rokok legal maupun ilegal. Diikuti oleh sigaret putih mesin (SPM) dan sigaret kretek tangan (SKT).
Sementara konsumsi rokok ilegal terutama didorong oleh harga yang lebih murah dan selera pasar yang berubah. Danis menegaskan, hal tersebut kini menjadi tantangan besar bagi pemerintah dalam mengendalikan peredaran rokok ilegal.
Pewarta | : Antara |
Editor | : Faizal R Arief |