https://jakarta.times.co.id/
Berita

Muktamar X PPP: Pemilihan Ketum hingga Strategi Kembali ke Senayan pada 2029

Jumat, 26 September 2025 - 16:19
Muktamar X PPP: Pemilihan Ketum hingga Strategi Kembali ke Senayan pada 2029 PPP akan melakukan Muktamar X PPP di Jakarta, pada 27–29 September 2025. (FOTO: dok PPP)

TIMES JAKARTA, JAKARTA – Momentum Muktamar X PPP di Jakarta, pada 27–29 September 2025, untuk memilih ketua umum baru periode 2025-2030, menjadi hal yang begitu penting. Sebab Partai Islam ini pada Pemilu 2024 lalu mengalami sejarah pahit karena terpental dari Senayan. 

Pada pesta demokrasi waktu itu, partai ini gagal memenuhi ambang batas parlemen 4%. PPP pun gagal ke Senayan karena persentase perolehan suaranya hanya menyentuh 3,87%. Sejak PPP berdiri pada 1973, ini pertama kalinya mereka tidak terlibat dalam pembagian kursi DPR.

Konsultan Politik Politika Research & Consulting (PRC) Nurul Fatta mengatakan, PPP harus solid dan bekerja keras jika ingin masuk ke Senayan di Pemilu 2029 nanti. Menurutnya, momen Muktamar X menjadi penting dalam mewujudkan cita-cita tersebut. 

Dalam Muktamar X, yang salah satunya menentukan ketua umum tersebut, setidaknya ada dua kandidat yang telah muncul ke permukaan. Yakni Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum (Ketum) PPP, Mohamad Mardiono dan Agus Suparmanto.

"Intinya, PPP peluang ke Senayan (Pemilu 2029) ada. Tapi sulit jika dilihat dari calon kandidat yang muncul, Mardiono sudah gagal membawa PPP ke senayan 2024. Sedangkan Agus, daya tolak di internal partai cenderung besar karena bukan kader tulen, kecuali mampu melakukan konsolidasi baik diinternal partai ataupun di luar partai," katanya kepada TIMES Indonesia, Jumat (26/9/2025).

Menurutnya, salah satu syarat PPP kembali mendapatkan sambutan baik dari publik adalah, partai ini harus menjadi partai yang terbuka bagi semua kalangan di Tanah Air. 

"Lebih penting konsolidasi dengan basis-basis pesantren dan mau menjadi partai yang inklusif, tidak tertutup hanya untuk kalangan tertentu, tapi punya khas yang unik," ujarnya. 

Mayoritas Tak Tahu

Nurul Fatta menyampaikan, PPP memang harus menerima bahwa saat ini publik tak lagi tertarik pada partai ini. Misalnya saja, data Politika Research & Consulting (PRC) yang dirilis 26 Juni 2025, hanya 24,4 persen responden tahu bahwa PPP akan menggelar pemilihan ketua umum. "Sementara mayoritas (75,6 persen) sama sekali tidak tahu," katanya. 

Data tersebut, kata dia, menunjukkan dua hal. pertama, PPP kehilangan eksposur publik, bahkan untuk urusan internal partai yang mestinya jadi momentum publikasi. Kedua, partai ini nyaris keluar dari radar politik pemilih.

Namun, lanjut dia, ada temuan yang justru membuka peluang. Dari 24,4 persen responden yang tahu, Gen Z mendominasi dengan 27,3 persen, lebih tinggi dibanding generasi lain. 

Artinya, meski PPP kini lemah secara elektoral, kesadaran politik soal partai ini relatif lebih muncul di kalangan muda. Ini paradoksal, tapi juga peluang strategis yakni PPP bisa menjadikan anak muda sebagai ceruk baru yang belum sepenuhnya digarap.

Tantangan PPP

Nurul Fatta bicara soal tantangan PPP dalam Pemilu 2029 nanti. Salah satunya adalah bagaimana PPP menawarkan model politik yang berbeda dengan partai lain. 

"PKB sudah menancapkan akar kuat di kalangan NU dan eksternal NU, PKS memiliki militansi religius, PAN punya segmentasi modernis perkotaan. Jika PPP ingin survive, ia harus menemukan format unik yang bisa diterima anak muda, bisa lewat isu keislaman yang ramah, gerakan sosial berbasis kerelawanan, atau platform digital yang menarik," katanya. 

Soal figur, kata dia, survei PRC juga menunjukkan persepsi publik. Agus Suparmanto dianggap lebih sesuai memimpin PPP dengan 2,6 persen, sedangkan Mardiono hanya 1,7 persen. 

Angka keduanya memang kecil, tapi memberi sinyal bahwa publik, meski minim ekspektasi, lebih condong melihat Agus sebagai pilihan yang lebih relevan ketimbang Mardiono. Ini sejalan dengan citra Agus sebagai figur segar, meski belum berakar kultural, baik NU, maupun PPP.

"Masalahnya, 2,6 persen dan 1,7 persen sama-sama angka yang sangat rendah. Itu artinya, publik luas belum melihat PPP punya figur pemimpin yang benar-benar menjanjikan," katanya. 

Dengan kata lain, krisis PPP bukan hanya soal figur internal, tapi juga krisis persepsi eksternal. Publik melihat PPP sebagai partai yang “habis daya tarik” dan figur yang tampil tidak cukup karismatik untuk memulihkan citra.

Dari hal itu, bisa disimpulkan, pertama, PPP memang masih punya peluang pada anak muda atau Gen Z, tapi peluang itu sifatnya potensial, bukanorganik. Mesti diusahakan semaksimal mungkin.

Kedua, figur ketum penting, tapi tidak cukup. Yang lebih penting adalah kemampuan membangun narasi baru yang berbeda dari partai Islam lain.

"Terakhir, jika Agus terpilih, ia harus membuktikan bahwa modal finansial bisa disertai narasi politik yang segar untuk membawa PPP lolos ke senayan. Jika Mardiono bertahan, ia harus menjawab keraguan soal kepemimpinannya yang gagal di 2024," ujarnya. (*)

Pewarta : Moh Ramli
Editor : Ferry Agusta Satrio
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jakarta just now

Welcome to TIMES Jakarta

TIMES Jakarta is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.