TIMES JAKARTA, JAKARTA – Di tengah meningkatnya minat masyarakat Indonesia untuk bekerja di luar negeri, program transmigrasi masih dapat menjadi alternatif untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi di dalam negeri. Program ini menawarkan peluang kerja dan usaha tanpa harus meninggalkan tanah air.
Meski kerap dipersepsikan sebagai kebijakan lama, transmigrasi dinilai tetap relevan untuk mendorong pemerataan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Melalui Kementerian Transmigrasi, pemerintah menjalankan fungsi pengembangan ekonomi kawasan serta pemberdayaan masyarakat transmigran secara berkelanjutan.
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), transmigrasi diartikan sebagai perpindahan penduduk dari daerah berpenduduk padat ke wilayah yang berpenduduk jarang. Program ini umumnya difasilitasi pemerintah dengan tujuan pemerataan penduduk dan pembangunan nasional.
Konsep Transmigrasi Baru
Menteri Transmigrasi M. Iftitah Sulaiman Suryanegara menjelaskan bahwa Kementerian Transmigrasi dibentuk untuk menjalankan konsep “transmigrasi baru”. Program ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009, khususnya Pasal 32 ayat (4) huruf a, yang menegaskan bahwa transmigrasi tidak lagi sekadar memindahkan penduduk dari satu wilayah ke wilayah lain.
“Transmigrasi sekarang sudah berubah. Tidak bisa lagi pemerintah pusat secara sepihak memindahkan penduduk. Harus ada izin dan usulan dari pemerintah daerah,” ujar Iftitah, dikutip dari Detik.com.
Ia menegaskan bahwa pihaknya tidak akan melaksanakan transmigrasi tanpa adanya permintaan resmi dari pemerintah daerah setempat. Menurutnya, pengiriman transmigran tanpa dasar hukum yang jelas justru melanggar undang-undang.
Iftitah juga menjelaskan bahwa pada konsep transmigrasi lama, fokus utama program adalah swasembada pangan. Para transmigran diberikan lahan dan rumah, lalu diarahkan untuk menanam padi sebagai bagian dari agenda ketahanan pangan nasional.
Kini, orientasi tersebut diperluas. Selain swasembada, transmigrasi juga diarahkan untuk menciptakan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru di berbagai kawasan.
“Hari ini tugas transmigrasi ditambah. Bukan hanya swasembada, tetapi juga mendorong lahirnya pertumbuhan ekonomi baru di setiap kawasan transmigrasi,” ujarnya.
Jejak Panjang Transmigrasi di Indonesia
Pemukiman baru untuk warga transmigrasi di wilayah Pulau Rempang, Kepulauan Riau yang dibangun oleh Kementerian Transmigrasi. (foto: Kementerian Transmigrasi)
Mengutip laman resmi Kementerian Transmigrasi, transmigrasi.go.id, program transmigrasi di Indonesia telah ada sejak 1905, pada masa kolonial Belanda. Saat itu, transmigrasi bertujuan mengurangi kepadatan penduduk di Pulau Jawa sekaligus menyediakan tenaga kerja ke wilayah luar Jawa.
Setelah Indonesia merdeka, Presiden Soekarno membentuk Kementerian Transmigrasi pertama pada 25 Juni 1958 dalam Kabinet Djuanda, dengan nama Kantor Menteri Negara Urusan Transmigrasi. Menteri pertamanya adalah dr. Ferdinand Lumban Tobing.
Pada masa pemerintahan berikutnya, transmigrasi kembali digencarkan dan tercantum dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), dengan tujuan penyebaran penduduk, tenaga kerja, pembukaan wilayah produksi, serta pengembangan ekonomi daerah.
Dalam perkembangannya, urusan transmigrasi sempat dilebur ke dalam Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) pada periode 2014–2024. Selanjutnya, pemerintah kembali membentuk Kementerian Transmigrasi sebagai kementerian mandiri melalui Peraturan Presiden Nomor 172 Tahun 2024.
Lebih dari 2,2 Juta Kepala Keluarga
Data Kementerian Transmigrasi mencatat, sejak 1950 hingga saat ini, program transmigrasi telah memindahkan sekitar 2,2 juta kepala keluarga atau setara 9,2 juta jiwa. Mereka tersebar di 154 kawasan transmigrasi di berbagai wilayah Indonesia.
Para transmigran memperoleh sejumlah fasilitas utama, antara lain lahan usaha dan lahan tempat tinggal. Selain itu, pemerintah juga memberikan jaminan hidup berupa bantuan selama tahun pertama, modal usaha, pelatihan keterampilan, hingga beasiswa melalui Program Transmigrasi Patriot.
Program transmigrasi juga membuka peluang kerja dan usaha di dalam negeri. Transmigran didorong mengembangkan usaha berbasis potensi lokal, UMKM, hingga industri kreatif. Dengan demikian, transmigrasi dapat menjadi alternatif peningkatan pendapatan tanpa harus bekerja ke luar negeri.
Kontribusi transmigrasi terhadap pemerataan pembangunan juga tercermin dari lahirnya sejumlah wilayah administratif. Tercatat tiga ibu kota provinsi berasal dari kawasan transmigrasi, yakni Mamuju sebagai ibu kota Provinsi Sulawesi Barat, Tanjung Selor sebagai ibu kota Provinsi Kalimantan Utara, serta Merauke sebagai ibu kota Provinsi Papua Selatan. Selain itu, transmigrasi turut melahirkan 116 ibu kota kabupaten, 466 ibu kota kecamatan, dan 1.567 desa definitif.
Syarat dan Cara Mengikuti Program Transmigrasi
Berdasarkan informasi dari laman resmi Kementerian Transmigrasi, syarat mengikuti program transmigrasi meliputi:
- Warga Negara Indonesia (WNI) yang memiliki KTP;
- Sudah berkeluarga, dibuktikan dengan surat nikah dan Kartu Keluarga;
- Berusia produktif, antara 19 hingga 49 tahun;
- Sehat jasmani, dibuktikan dengan surat keterangan dokter;
- Memiliki tekad kuat untuk mengembangkan kehidupan di lokasi transmigrasi, dibuktikan dengan surat pernyataan;
- Memiliki kemampuan mengembangkan usaha atau budidaya, dibuktikan dengan sertifikat pelatihan;
- Belum pernah mengikuti program transmigrasi sebelumnya;
- Lulus seleksi.
Adapun pendaftaran transmigrasi dilakukan secara daring melalui laman https://sibarduktrans.kemendesa.go.id dengan tahapan pembuatan akun, pengisian data calon transmigran, pengecekan status pendaftaran, serta perbaikan data apabila diperlukan.
Melalui konsep Transmigrasi Baru, pemerintah menegaskan komitmennya untuk memperkuat pemerataan pembangunan nasional sekaligus menjadikan transmigrasi lebih adaptif terhadap kebutuhan generasi produktif. (*)
| Pewarta | : Miranda Lailatul Fitria (MG) |
| Editor | : Wahyu Nurdiyanto |