TIMES JAKARTA, JAKARTA – Kerugian PT Pertamina akibat dampak Covid-19, menjadi sorotan masyarakat Indonesia. Pada semester I-2020 Pertamina rugi US$ 767,92 juta atau setara Rp 11,13 triliun (dalam kurs Rp 14.500/US$).

Menteri ESDM Arifin Tasrif, menyampaikan bahwa kerugian Pertamina dipengaruhi sejumlah faktor. Faktor tersebut dari penurunan harga minyak, nilai tukar, hingga menurunnya permintaan. 

"Terkait kerugian Pertamina memang kita ketahui minyak turun, demand turun, kursnya juga terguncang walaupun harga minyak tidak turun pada batasan sekarang. Tapi konsumsi tidak kembali seperti semula," terang Arifin.

Arifin menyampaikan bahwa memaklumi dengan kerugian yang tengah dialami oleh Pertamina. Ia menyampaikan bahwa dalam pandemi Covid-19 ini hampir semua perusahaan juga mengalami kerugian.

"Secara general kita bisa memaklumi. Semua perusahaan terdampak tapi secara perhitungan, yang menghitung yang bisa mengeluarkan angkanya," terang Arifin.

Sementara itu, Direktur Keuangan Pertamina, Emma Sri Martini membenarkan soal kerugian tersebut. Ia menyampaikan ada tiga faktor yang menyebabkan kerugian Pertamina menyentuh angka Rp 11 triliun. Faktor pertama, karena menurunnya permintaan. 

"Kondisi kali ini berbeda dengan krisis-krisis sebelumnya, biasanya Pertamina dihadapkan pada tekanan harga minyak mentah dan nilai tukar. Kondisi kali ini bahkan lebih berat dari kondisi financial krisis," terangnya.

Faktor kedua ialah nilai tukar atau kurs. Emma mengatakan, keuangan Pertamina dibukukan dalam kurs dolar Amerika Serikat (US$). Hal ini menimbulkan komposisi rugi kurang lebih 30-40 persen dari kerugian Pertamina. 

Sedangkan faktor ketiga, yaitu melemahnya harga minyak dunia. Pelemahan harga minyak dunia ini berkontribusi besar pada penerimaan Pertamina. "Didibandingkan posisi Desember US$ 63 per barel kita sangat terdampak sekali pada margin di hulu," terangnya.

Seperti yang diberitakan sebelumnya, Pandemi Covid-19 memberi dampak sangat signifikan bagi PT Pertamina (Persero). Perusahaan mengalami kerugian Rp11 triliun lebih sepanjang semester pertama tahun 2020.(*)