https://jakarta.times.co.id/
Opini

Investasi Spiritual Tanpa Kedaluwarsa

Rabu, 09 Juli 2025 - 15:00
Investasi Spiritual Tanpa Kedaluwarsa Dr. Ahmad Maulana, SE., M.AB., Dosen dan Praktisi.

TIMES JAKARTA, JAKARTA – Dalam kehidupan modern yang serba cepat, individualistis, dan materialistik, sering kali manusia terjebak mengejar prestasi duniawi yang semu. Namun, Islam memberikan pandangan secara holistik yang menyeimbangkan kebutuhan dunia dan akhirat, salah satunya melalui konsep wakaf. 

Filantropi Islam ini bukan sekadar amal jariyah biasa, melainkan instrumen spiritual dan sosial yang memiliki kekuatan luar biasa, memberikan pahala yang terus mengalir, bahkan setelah sang wakif (pemberi wakaf) wafat.

Hadis yang diriwayatkan oleh Muslim, Rasulullah SAW bersabda: "Apabila seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya." Wakaf adalah bentuk paling nyata dari sedekah jariyah ini. 

Ketika seseorang mewakafkan hartanya entah berupa tanah, bangunan, uang, bahkan hak kekayaan intelektual selama manfaatnya masih mengalir kepada masyarakat, selama itu pula pahala terus mengalir kepada wakif.

Wakaf juga sebagai sarana transformasi sosial. Dengan pengelolaan yang baik, wakaf dapat menjadi pilar ekonomi umat. Lembaga pendidikan, rumah sakit, sarana ibadah, hingga fasilitas sosial bisa dibangun dari dana wakaf. Begitu juga ketika rumah sakit wakaf menyelamatkan nyawa orang banyak, pahala akan terus mengalir kepada pemberinya. 

Salah satu contohnya adalah berdirinya Rumah Sakit Mata Achmad Wardi Banten, adalah bukti nyata saat ini satu-satunya rumah sakit berbasis wakaf yang juga melayani masyarakat kurang mampu.

Oleh karena itu, konsep berkelanjutan pahala wakaf ini memiliki makna yang sangat dalam. Jika di dunia bisnis, dikenal istilah passive income-penghasilan yang didapatkan terus-menerus tanpa harus bekerja setiap hari. Meminjam istilah modern bahwa Wakaf adalah versi spiritual dari passive income yakni passive reward. 

Bedanya, bukan uang yang mengalir, melainkan pahala. Tidak ada kata rugi dalam wakaf. Justru, ia adalah investasi paling pasti dan paling tahan krisis tanpa kedaluwarsa: nilai manfaatnya tidak akan tergerus inflasi, bahkan akan terus bertambah selama digunakan dengan benar.

Sayangnya, masih banyak umat Islam yang belum memahami apa itu wakaf apalagi potensi wakaf, baik secara teori dan spiritual maupun sosial. Sebagian menganggap wakaf hanya untuk orang kaya atau hanya dalam bentuk tanah, masjid atau mushola dan bangunan. 

Padahal, saat ini sudah banyak inovasi wakaf, seperti wakaf uang, wakaf produktif, hingga wakaf saham. Artinya, siapapun bisa berwakaf sesuai kemampuan dan pilihan. Bahkan dengan nominal kecil yang dikumpulkan bersama-sama, masyarakat dapat membangun aset besar yang manfaatnya berlipat ganda.

Di sinilah pentingnya edukasi wakaf yang masif dan berkelanjutan. Ulama, tokoh masyarakat, dan lembaga keagamaan harus mengarusutamakan literasi wakaf agar umat menyadari bahwa wakaf bukan pilihan terakhir setelah kaya raya, melainkan langkah cerdas dan strategis sejak dini. 

Pemerintah dan lembaga pengelola wakaf (nadzir) juga perlu meningkatkan transparansi dan akuntabilitas agar publik percaya bahwa wakaf mereka dikelola secara amanah dan profesional.

Pahala berkelanjutan dari wakaf bukanlah sekadar janji kosong. Ia adalah realitas spiritual yang dijanjikan Allah SWT. Dalam Surah Al-Baqarah ayat 261, Allah berfirman: 

“Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui.” Wakaf bisa menjadi biji itu kecil di awal, tetapi berkembang menjadi pohon amal yang menaungi banyak kehidupan.

Di tengah krisis moral, sosial, dan ekonomi yang melanda dunia saat ini, wakaf hadir sebagai solusi elegan yang menyentuh tiga ranah sekaligus: ibadah, ekonomi, dan kemanusiaan. Ketika harta yang kita miliki bisa menjadi penyelamat bagi orang lain dan menjadi tabungan pahala bagi diri kita, maka berwakaf adalah pilihan paling rasional dan spiritual.

Pertanyaan reflektif yang harus kita ajukan adalah apakah kita ingin dikenang hanya selama jasad masih hangat di bumi, atau ingin amal kita terus berbicara bahkan setelah tubuh ini menjadi tanah? Wakaf memberikan jawaban yang pasti: abadi di dunia, berbuah di akhirat.

***

*) Oleh : Dr. Ahmad Maulana, SE., M.AB., Dosen dan Praktisi.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

 

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jakarta just now

Welcome to TIMES Jakarta

TIMES Jakarta is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.