TIMES JAKARTA, JAKARTA – Tak terasa, Indonesia memasuki usía ke-80 sejak di proklamirkannya kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Terlepas dari dinamika yang ada, namun bangsa ini berhasil merumuskan dasar negara yang menjadi kunci atas bersatunya keberagaman suku, budaya, dan agama.
Pancasila sebagaimana harapannya bung karno, telah dijadikan dasar dalam bernegara ini. Pancasila yang kita kenal saat ini, merupakan hasil rumusan tim BPUPKI setelah mengalami dinamika perumusan dalam sidang BPUPKI tanggal 29 Mei hingga 1 Juni 1945.
Jauh sebelum itu, selama 4 tahun lebih dalam pengasingan di Kota Ende, Kepulauan Flores yakni mulai dari Januari 1934 sampai dengan Oktober 1938, Bung Karno menemukan “mutiara-mutiara” kebangsaan yang kemudian ia sebut Pancasila.
Satu bait tulisan Bung Karno yang terawat dengan baik di bawah pohon Sukun adalah “di kota ini kutemukan lima butir mutiara, di bawah pohon sukun ini pula kurenungkan nilai-nilai luhur Pancasila”.
Dalam benak Bung Karno, lima butir mutiara tersebut adalah Kebangsaan Indonesia, Internasionalisme (Perikemanusiaan), Mufakat (Demokrasi), Kesejahteraan Sosial, dan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Terkait Kesejahteraan Sosial, ada sebuah harapan besar bahwa rakyat Indonesia hidup dalam kesejahteraan tanpa memandang kelas sosial. Sebab itu, negara wajib hadir dengan segala cara dan kemampuannya untuk memberikan kesejahteraan kepada rakyatnya.
Salah satu bentuk kehadiran negara dalam menghadirkan kesejahteraan sosial adalah perlidungan rakyat melalui jaminan sosial sebagaimana termaktub dalam UUD 1945 Pasal 28H ayat (3) yang menetapkan bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengemabangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermanfaat.
Kemudian pasal 34 ayat (2) menyatakan bahwa negara mengembangkan sistema jaminan social bagi seluruh rakyat dan memberdayakan yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.
Jaminan Sosial yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial melalui UU No. 24 tahun 2011 telah berjalan selama satu dekade ini di seluruh daerah wilayah republik indonesia, termasuk tentunya adalah Ende, tempat lahirnya Pancasila sebagai hasil dari sebuah perenungan panjang Bung Karno.
Ende hari ini terus berbenah dalam konteks kesejahteraan sosial dengan pemenuhan atas keikutsertaannya dalam jaminan sosial, khususnya Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.
Dibawah kepemimpinan Emanuel Melkiades Laka Lena sebagai Gubernur dan Yosef Benediktus Badaoda sebagai Bupati Ende, Kepesertaan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan telah melampaui lebih dari 40% coverage-nya.
Tentu ini capaian yang luar biasa yang patut di apresiasi ditengah posisi Kabupaten Ende yang merupakan daerah 3T (Tertinggal, terdepan, dan terluar), satu istilah yang merujuk pada Perpres No. 63 Tahun 2020 tentang penetapan daerah tertinggal tahun 2020-2024.
Definisi daerah 3T adalah kondisi daerah yang memiliki kualitas pembangunan rendah, serta secara geografis berada di daerah terdepan dan terluar wilayah Indonesia.
Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
Jaminan Sosial Ketenagakerjaan sebagaimana amanah undang-undang No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial menitikberatkan pada pemenuhan kebutuhan dasar rakyat indonesia yang bekerja, baik formal maupun informal atas risiko-risiko yang ditimbulkan dari pekerjaannya, baik risiko kecelakaan kerja, maupun kematian.
Dalam program Jaminan sosial ketenagakerjaan, saat ini pemerintah melalui BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan Program yakni Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun, dan tambahan satu program yakni Jaminan Kehilangan Pekerjaan berdasarkan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Pemenuhan kebutuhan dasar ini dalam rangka menjaga stabilitas kesejahteraan para pekerja disaat mereka mengalami kasus-kasus ketenagakerjaan. Ini sejalan dengan tujuan jaminan sosial menurut ILO (International Labour Organization), yakni menjamin seluruh masyarakat, khususnya pekerja, untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak.
Di negara-negara maju, Jaminan sosial telah menjadi kesadaran penuh masyarakatnya dan terlembagakan dengan baik yang di tandai bukan hanya dengan regulasinya namun juga dengan law enforcement serta komitmen yang kuat dari semua pemangku kepentingan. Kesadaran tersebut berdampak terhadap tingkat kesejahteraan yang cukup.
Kesejahteraan Sosial
Kesejahteraan sosial merupakan elemen penting dalam suatu negara. Hadirnya negara yang merdeka adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dibandingkan dengan saat dalam masa kolonialisme.
Sebagaimana di sampaiakan oleh Bung Karno, kesejahteraan sosial adalah kondisi dimana seluruh rakyat Indonesia dapat menikmati kemakmuran tanpa adanya penghinaan, penindasan, atau penghisapan, serta terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pun demikian menurut Harold L. Wilensky yang menyatakan bahwa kesejahteraan sosial adalah sistem usaha dan lembaga sosial yang terorganisisr untuk membantu individu dan kelompok dalam memenuhi kebutuhan mereka.
Diksi “terorganisir” bisa dimaknai sebagai pelembagaan yang memenuhi tata kelola yang baik sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku, baik aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah maupun keselarasan dengan aturan-aturan internasional, khususnya pada rujukan konvensi ILO.
Sebagaimana pada Konvensi ILO No. 102 tahun 1952 mengenai estándar minimal, Indonesia menurut Ippei Tsuruga, seorang manager Jaminan Sosial ILO untuk Indonesia, menyampaikan bahwa Indonesia sudah memenuhi 7 dari 9 stándar minimal tersebut, baik yang dikelola oleh BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, dan Kementrian Sosial.
Dalam hal program-program yang dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan misalnya, beberapa manfaat yang bisa diterima oleh masyarakat pekerja disamping pembayaran klaim dengan jumlah yang unlimited sampai pihak rumah sakit menyatakan sembuh, ada hal yang sangat beririsan dengan budaya yang sangat kuat di masyarakat Indoneisa, khususnya terklait dengan budaya saat seseorang meninggal. Tidak jarang ada ritual-ritual yang menjadi tradisi dan memerlukan biaya yang cukup banyak.
Tentu kehadiran jaminan social kematian ini bisa ikut membantu memenuhi kebutuhan tersebut sehingga tidak terlalu menguras keluarga yang di tinggalkan, bahkan dalam Permenaker No. 5 Tahun 2021 tentang tata cara penyelenggaraan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian dan jaminan hari tua, ada tambahan manfaat berupa biaya sekolah atau beasiswa untuk dua orang anak yang jumlahnya bisa mencapai 174 juta rupiah.
Dalam kondisi keluarga kehilangan “tulang punggungnya”, minimal negara hadir untuk terus memberikan kesempatan kepada anak-anaknya untuk bersekolah. Harapan jauhnya dari sekolah itu tentu soal penigkatan kesejahteraan khususnya bagi keluarganya lebih jauh bagi lingkungan sekitar, bangsa dan negara.
Masih ada banyak manfaat lainnya, seperti return to work atau program bagaimana pekerja bisa Kembali bekerja, manfaat perumahan, dan lainnya. Satu tujuan utama dari program-program ini, walaupun terus butuh penyempurnaan adalah untuk menjaga dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat disaat mengalami kasus-kasus dalam ruang lingkup kerja.
Pesan dari Ende
Bung Karno selama pengasingan memikirkan kesejahteraan sosial sebelum kemerdekaan di proklamirkan. Ia bersama para pejuang lainnya ingin menghadirkan sesuatu yang baru bagi rakyat Indonesia, kemerdekaan yang bersatu, kemerdekaan yang berdaulat, dan kemerdekaan yang adil dan makmur.
Pohon Sukun menjadi pilihan tempat ia merenung di tengah pohon-pohon rindang lainnya di temapt itu sebenarnya lebih banyak. Sukun-Sakana akar kata yang popular ditelinga kita, yakni Sakinah. Sakana-Sukun memiliki makna, diam, tenang, damai, juga bermakna istirahat.
Bung Karno sepertinya mendapatkan ketenangan dan kedamaian dibawah pohon tenang tersebut. Atas ketenangan dan kedamaiannya itu, ia tuliskan dalam konteks kebangsaan dengan diksi “kesejahteraan”. Masyarakat yang Sejahtera tentu memberikan dampak pada ketenangan dan kedamaian baik untuik lingkungan sekitar, lebih luas dalam konteks berbangsa dan bernegara.
Ende yang melahirkan gagasan kesejahteraan rakyat dimana term “tak ada kemakmuran jika tak ada kesejahteraan” perlu terus di gelorakan lagi. Membangun dari desa, dari daerah menjadi sangat relevan untuk terus dilakukan penguatan, bukan hanya termaktub dalam Asta Cita, namun secara serempak dilakukan oleh semua pihak, oleh semua organisasi dan lembaga baik secara vertikal misalnya Pemerintah Pusat sampai Pemerintah Daerah maupun secara horizontal di daerahnya masing-masing.
Ende sedang melakukan itu di tingkat daerahnya walaupun mungkin di saat yang bersamaan Ende sedang mengalami kesuliitan-kesulitan untuk melakukan pembangunan karena keterbatasan sumber daya dan anggaran yang kemudian mendapat julukan daerah 3T tersebut.
Ende sedang memberikan pesan yang sangat kuat kepada seluruh wilayah di republik ini, mewujudkan mimpi para pendiri bangsa, bahwa kami memang daerah tertinggal, tapi kami terus berupaya untuk melangkah maju mensejahterakan rakyat.
Dirgahayu Republik Indonesia ke 80 “Bersatu Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju”.
***
*) Oleh : Yayat Syariful Hidayat, Anggota Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan 2021-2026.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
Pewarta | : Hainor Rahman |
Editor | : Hainorrahman |