TIMES JAKARTA, JAKARTA – Selama ini, figur Bendahara Instansi Pemerintah baik di tingkat Pusat (APBN), Daerah (APBD), hingga Bendahara Desa kerap distigmakan hanya sebagai petugas administratif. Mereka dipandang tak lebih dari juru bayar yang bertugas melaksanakan pembayaran sesuai Surat Perintah Membayar (SPM) dan menata kas.
Paradigma ini adalah kekeliruan struktural yang harus segera diubah. Secara fundamental, Bendahara Instansi Pemerintah adalah Aktor Utama Kedaulatan Keuangan Negara. Posisinya adalah pilar inisiatif yang menjamin akuntabilitas, efisiensi, dan kepatuhan dalam pengelolaan uang negara.
Mereka bukan sekadar melaksanakan perintah, melainkan bertindak sebagai penentu di mana belanja publik bertemu dengan kewajiban perpajakan, memegang mandat yang jauh melampaui tugas pembukuan semata.
Peran strategis Bendahara Instansi Pemerintah diakui secara legal, namun substansi perannya melampaui deskripsi hukum. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Bendahara adalah pejabat yang ditunjuk, namun dalam praktiknya, mereka adalah Manajer Risiko Keuangan di tingkat operasional.
Inisiatif Pengendali Internal dan Efisiensi Anggaran yang mereka lakukan menjadikan Bendahara Instansi Pemerintah berfungsi sebagai Aktor Pengendali Internal yang memastikan setiap rupiah belanja memenuhi prinsip legalitas dan efisiensi.
Peran mereka bukan pasif, melainkan inisiatif untuk Verifikasi Aktif, bertindak sebagai Verifikator Utama yang berhak dan wajib menolak pembayaran jika dokumen pendukung tidak lengkap atau tidak sah, serta Manajemen Likuiditas, memastikan ketersediaan kas tidak hanya tepat waktu, tetapi juga mencegah dana menganggur yang merugikan potensi investasi dan efisiensi anggaran secara makro.
Dalam Membangun Kedaulatan Fiskal di Seluruh Level, peran Bendahara Instansi Pemerintah sebagai Aktor Utama tersebar luas, APBN/APBD menentukan kualitas penyerapan anggaran dan akuntabilitas dana transfer, sementara Bendahara Desa bertanggung jawab langsung dalam pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) dan Dana Desa (DD) (Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018), menjadikan mereka penentu keberhasilan pembangunan dan kepatuhan fiskal di tingkat akar rumput. Setiap keputusan yang diambil Bendahara Instansi Pemerintah, di level mana pun, secara langsung memengaruhi stabilitas fiskal, menjadikannya Aktor Utama yang tidak tergantikan.
Pembeda utama yang memposisikan Bendahara Instansi Pemerintah sebagai Aktor Utama kedaulatan keuangan adalah mandat mereka sebagai Pemotong dan Pemungut Pajak (Withholding Tax). Fondasi Legalitas yang Menuntut Peran Aktif ini diatur tegas dalam regulasi, terutama Peraturan Menteri Keuangan Nomor 231/PMK.03/2019, yang secara spesifik menunjuk Instansi Pemerintah sebagai pihak yang wajib melaksanakan withholding tax.
Bendahara Instansi Pemerintah adalah representasi fisik dari kewajiban hukum ini, meliputi pemotongan PPh (Pasal 21 atas gaji/honorarium, Pasal 22 atas pembelian barang, PPh Pasal 23, PPh Final) dan pemungutan PPN atas BKP/JKP, sesuai UU PPh dan UU PPN.
Mekanisme Kedaulatan Fiskal ini adalah mekanisme kontrol fiskal paling efisien. Bendahara Instansi Pemerintah mengambil inisiatif untuk memotong dan menyetorkan pajak seketika pada saat pembayaran belanja. Bendahara Instansi Pemerintah bertindak sebagai Pemotong/Pemungut Pajak yang menjamin bahwa setoran pajak langsung masuk ke Kas Negara, tanpa bergantung pada kepatuhan pihak ketiga.
Akurasi dan ketepatan waktu pemotongan, penyetoran, dan pelaporan oleh Bendahara Instansi Pemerintah secara langsung menentukan integritas penerimaan negara. Kesalahan atau kelalaian merupakan failing point langsung yang berujung pada kerugian negara dan potensi sanksi.
Peran Aktor Utama ini diuji oleh modernisasi administrasi perpajakan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (CoreTax Administration System/CTAS). Implementasi CTAS dan sistem terintegrasi lainnya menuntut Bendahara Instansi Pemerintah bertransformasi menjadi Aktor Kepatuhan Digital. Tugas mereka kini bergeser dari sekadar mencatat transaksi fisik menjadi memastikan kesahihan data fiskal secara real-time.
Ini mencakup Integrasi Data Wajib, di mana Data pengeluaran dari sistem perbendaharaan (SPAN/SAKTI/SIPD) akan otomatis tervalidasi dengan data perpajakan DJP, dan Akurasi Real-Time, di mana Bendahara Instansi Pemerintah harus memastikan kebenaran data sejak penginputan awal karena data tersebut adalah input langsung ke sistem negara. Kegagalan Bendahara Instansi Pemerintah dalam e-Bupot Unifikasi akan menciptakan kesenjangan data, yang secara langsung melemahkan kedaulatan fiskal digital negara.
Dengan adanya sanksi denda dan bunga berdasarkan UU KUP atas kelalaian penyetoran, dan potensi tanggung jawab pribadi (UU No. 1/2004 Pasal 21), Bendahara Instansi Pemerintah adalah Aktor Utama yang harus menanggung risiko tertinggi dari akuntabilitas keuangan dan perpajakan.
Agar Bendahara Instansi Pemerintah dapat optimal menjalankan perannya sebagai Aktor Utama Kedaulatan Keuangan Negara, diperlukan beberapa keharusan seperti Sertifikasi Aktor Kepatuhan, mewajibkan sertifikasi profesional yang komprehensif (keuangan, perbendaharaan, dan perpajakan) sebagai syarat mutlak, selanjutnya Integrasi Sistem Penentu, di mana Sistem keuangan harus memiliki validasi built-in yang mencegah setiap proses pembayaran (SPM/SP2D) diselesaikan tanpa otorisasi dan perekaman bukti potong pajak yang valid, dan terakgir Audit Kinerja Fiskal, di mana Lembaga pengawasan (BPK, BPKP, Itjen) harus menjadikan audit kepatuhan perpajakan Bendahara Instansi Pemerintah sebagai indikator utama dan krusial dalam penilaian kinerja fiskal instansi.
Mengganti sebutan Bendahara dari petugas administrasi menjadi Bendahara Instansi Pemerintah, Aktor Utama Kedaulatan Keuangan Negara adalah pengakuan atas peran inisiatif, risiko, dan dampak institusional mereka pada seluruh ekosistem fiskal.
Bendahara Instansi Pemerintah adalah kunci yang memastikan bahwa setiap rupiah belanja pemerintah bersih dari aspek kepatuhan pajak. Penguatan kapasitas dan sistem bagi Bendahara Instansi Pemerintah bukanlah biaya, melainkan investasi strategis fundamental untuk mewujudkan tata kelola keuangan negara yang berintegritas dan berdaulat.
***
*) Oleh : Zuharmansyah, S.H., M.H., Penyuluh Pajak.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
| Pewarta | : Hainor Rahman |
| Editor | : Hainorrahman |