TIMES JAKARTA, JAKARTA – Bergulirnya kasus pemotongan hak pekerja sampai Makamah Agung (MA) Miftah Faridl koresponden jurnalis CNN Indonesia menarik perhatian bagi semua pihak, terutama kalangan jurnalis. Karena terdapat persoalan esensi yang sangat krusial yaitu hak yang menjadi haknya seorang pekerja.
Berawal dari pemotongan gaji selama tiga bulan berturut-turut Juni-Agustus 2024 oleh CNN Indonesia perwakilan Surabaya pada Miftah Faridl. Bila dijumlah, total nominal uang yang dipotong manajemen selama tiga bulan itu senilai Rp 3.045.900. Menurutnya pemotongan upah pekerja itu dialukan tanpa melalui kesepakatan (Tempo 16/1/2025).
Selanjutnya Miftah Faridl meminta akumulasi bayaran yang dipotong pada CNN Indonesia, namun PT Trans News Corpora perwakilan Surabaya yang menaungi CNN Indonesia menolak. Akhinya Miftah bersama rekan-rekannya mendirikan serikat pekerja sebagai bentuk sikap atas ketidakjelasan yang dilakukan oleh CNN Indonesia. Namun hasil yang ada Miftah Faridl mendapat pemutusan hubungan kerja.
Suatu putusan apapun apabila pihak manajemen akan melaksanakan putusan setidaknya selalu mengkonfirmasi pada pihak pekerja. Karena seorang pekerja yang bekerja terikat secara tertulis dalam perjanjian kerja dengan pihak manajemen perusahaan sebagai basis pengaturan mengenai hak dan kewajiban seorang pekerja, yang diatur dalam UU no13 tahun 2003 ketenagakerjaan pasal 50, 51 dan 52 perjanjian kerja.
Proses kegiatan dalam bekerja bagi seorang pekerja dimanapun berada senantiasa berdasarkan perjanjian kerja yang telah dibuat sebelumnya dengan pihak manajemen perusahaan. Perjanjian kerja ini dijadikan dasar instrument hukum ketika suatu hari muncul persoalan-persoalan ketenagakerjaan.
Hal ini memberikan gambaran serius pada kita, bahwa dalam dunia ketenagakerjaan posisi pekerja selalu dalam posisi lemah walaupun aturan main tertulisnya sudah ada dan menjadi ketentuan dasar dalam proses berkegiatan bekerja.
Beberapa hal yang menjadikan lemahnya posisi pekerja pada pengusaha adalah melimpahnya tenaga kerja kita setiap tahun, kelimpahan ini tidak selalu berjalan beriringan dengan pertumbuhan lapangan kerja.
Persaingan kerjapun dapat menjadi salah satu lemahnya posisi tenaga kerja kita, tenaga kerja yang belum memiliki keahlian khusus atau pengalaman, menjadi kurang memiliki posisi tawar karena ada banyak kandidat lain yang siap menggantikan.
Kesenjangan informasi atas akses terhadap hak-hak pun menjadi persoalan yang patut menjadi catatan sehingga membuat para pekerja tetap dalam kelemahannya, kurangnya pengetahuan hukum hal inipun rentan terhadap praktik-praktik eksploitasi oleh pengusaha. Terbatasnya akses pada lembaga advokasi ketika terjadi suatu masalah sehingga lembaga advokasipun terbatas dalam penanganannya.
Hal yang sangat krusial adalah kurangnya kesadaran untuk menjadi anggota serikat pekerja, sebagai wadah yang menampung aspirasi beserta harapan-harapan seluruh para pekerja. Rata-rata para pekerja enggan untuk bergabung dengan serikat pekerja, karena takut di cap melawan perusahaan.
Kombinasi faktor-faktor diatas menciptakan lingkungan dimana pekerja seringkali berada dalam posisi tidak berdaya, akhirnya rentan dengan: pemotongan upah sepihak, PHK yang tidak adil, kondisi kerja yang buruk, tidak terpenuhinya hak-hak dasar dan pelecehan atau diskkriminasi di tempat bekerja.
Sikap yang Harus Dilakukan
Setelah putusan pengadilan industrial keluar, CNN Indonesia seharusnya menghormati dan melaksanakan putusan tersebut. Mengajukan kasasi atas jumlah Rp. 3.045.900 yang relatif kecil terkesan mengulur waktu dan menekan pekerja, alih alih mencari keadilan substansif.
Beritikad baik untuk berdialog dan mencari solusi adil, bukan dengan pemotongan upah sepihak dan PHK terkesan sebagai balas dendam terhadap upaya pembentukan serikat pekerja.
Kasus ini harus menjadi cerminan bagi CNN Indonesia, untuk mengevaluasi kembali praktik manajemen sumber daya mereka, terutama terkait dengan transparansi dalam kebijakan upah, prosedur PHK dan penghormatan terhadap hak berserikat.
Bagi Miftah tetap konsisten dan gigih dalam memperjuangkan hak, berjuang hingga sampai Makamah Agung, patut diapresiasi. Ini menunjukkan komitmennya terhadap keadilan, bukan hanya untuk dirinya sendiri tapi juga sebagai preseden bagi pekerja lainnya, terutama para jurnalis. Tetap menjaga profesionalisme, meskipun dalam posisi yang dirugikan, penting bagi Miftah untuk tetap menjaga profesionalisme dalam setiap pernyataan dan tindakan hukum.
Sikap yang diambil Miftah Faridl adalah sikap yang mengedepankan keadilan, penghormatan terhadap hak-hak pekerja dan penegakan hukum yang konsisten. Kasus ini bukan hanya tentang jumlah uang, tetapi tentang prinsip dan martabat pekerja ditengah tantangan dunia ketenagakerjaan yang seringkali menempatkan pekerja dalam posisi lemah.
***
*) Oleh : Agus Budiana, Jurnalis dan Pendiri Lembaga Studi Kajian Jurnalistik Media (LSKJ Media).
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
Pewarta | : Hainor Rahman |
Editor | : Hainorrahman |