https://jakarta.times.co.id/
Opini

Menjadi Pemuda Indonesia

Rabu, 29 Oktober 2025 - 07:02
Menjadi Pemuda Indonesia Fathiyakan Abdullah, Ketua Harian Pengurus Pusat KAMMI.

TIMES JAKARTA, JAKARTA – Setiap zaman punya panggilannya sendiri, dan setiap generasi punya cara menjawabnya. Tahun 1928 menjadi salah satu panggilan paling bersejarah dalam perjalanan bangsa ini. 

Di sebuah ruangan sederhana di Jalan Kramat Raya, Batavia yang kini kita kenal sebagai Jakarta, sekelompok anak muda dari berbagai latar belakang berkumpul. Mereka bukan datang untuk membicarakan perbedaan, tapi untuk menyepakati sebuah kesamaan: satu tanah air, satu bangsa, satu bahasa Indonesia.

Mereka adalah Soegondo Djojopoespito dari PPPI, Mohammad Yamin dari Jong Sumatranen Bond, dan perwakilan dari berbagai organisasi pemuda seperti Jong Java, Jong Celebes, Jong Islamieten Bond, Jong Ambon, dan Jong Bataksbond. 

Mereka duduk satu meja, menembus sekat suku dan daerah, menandai lahirnya sebuah kesadaran baru: bahwa “Indonesia” bukan sekadar geografi, melainkan gagasan yang hidup dalam imajinasi bersama.

Sumpah Pemuda bukan sekadar acara seremonial yang diperingati tiap tahun; ia adalah titik balik sejarah ketika kata kita untuk pertama kalinya mengalahkan kata aku dan kami. Dari momen itulah bangsa ini menemukan dirinya. Dan dua dekade kemudian, cita-cita itu menjadi nyata melalui Proklamasi Kemerdekaan 1945.

Jika Sumpah Pemuda adalah kelahiran Indonesia dalam pikiran, maka Proklamasi adalah kelahirannya dalam kenyataan. Hubungan antara 1928 dan 1945 bukan sekadar hubungan antar-peristiwa, tapi hubungan antar nilai: tentang semangat, keberanian, dan keyakinan bahwa bangsa ini berhak menentukan nasibnya sendiri.

Tokoh-tokoh seperti Soekarno, Hatta, Yamin, Sjahrir, dan Amir Sjarifuddin menjadi jembatan dari dua era itu. Mereka muda di tahun 1920-an, berdebat dan berorganisasi dalam forum-forum pemuda; lalu dua dekade kemudian, mereka berdiri di garis depan memproklamasikan kemerdekaan. Sejarah seolah berbisik: dibutuhkan dua puluh tahun untuk mengubah sumpah menjadi kemerdekaan.

Kini, hampir seabad kemudian, kita kembali berdiri di simpang jalan sejarah. Tahun 2025 membuka gerbang dua dekade menuju Indonesia Emas 2045-100 tahun setelah kemerdekaan. Jarak waktunya sama seperti antara 1928 dan 1945. Sejarah seperti sengaja memberi ruang, seolah berkata: “Giliran kalian sekarang.”

Bedanya, musuh kita tidak lagi datang dengan seragam kolonial atau senjata di tangan. Kita hidup di zaman yang disebut banyak orang sebagai “Kolonialisme 5.0.” Sebuah penjajahan baru yang tidak merampas tanah, tapi menawan pikiran. 

Ia hadir lewat korupsi yang mengakar, disinformasi yang menyesatkan, ketergantungan teknologi, hingga krisis moral yang menggerogoti dari dalam. Dulu kita berjuang melawan bangsa asing; hari ini, kita harus berjuang melawan versi terburuk dari bangsa kita sendiri.

Mereka yang hari ini berusia dua puluhan mahasiswa, aktivis, peneliti muda, wirausaha sosial, ASN generasi Z adalah calon aktor utama Indonesia Emas 2045. Dua puluh tahun dari sekarang, mereka akan menjadi pemimpin, menteri, ilmuwan, dan penggerak bangsa. 

Tapi seperti generasi 1928, mereka juga butuh dua hal yang sama: kekuatan ideologis dan kekuatan moral. Yang pertama, keyakinan bahwa bangsa ini harus dibangun di atas kejujuran dan nilai; yang kedua, kesadaran bahwa perubahan besar hanya bisa terjadi bila generasi sebelumnya mau mendidik dan menuntun generasi setelahnya.

Itulah kenapa pembangunan manusia hari ini jauh lebih penting dari pembangunan gedung atau infrastruktur. Data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Indonesia Corruption Watch (ICW) menunjukkan bahwa sebagian besar pelaku korupsi berusia di atas 40 tahun generasi yang terbentuk oleh sistem pendidikan 20–30 tahun lalu. Artinya, kalau kita tidak memperbaiki pendidikan karakter sekarang, maka 20 tahun lagi kita akan memanen generasi “koruptor digital.”

Gerakan kepemudaan dan mahasiswa seperti KAMMI, HMI, PMII, GMNI, PMKRI, dan Cipayung Plus seharusnya tidak hanya menjadi tempat diskusi dan perebutan posisi, tapi laboratorium moral bangsa. 

Organisasi seperti ini harus menjadi inkubator SDM peradaban melahirkan “Al-Fatih-Al-Fatih baru” yang menaklukkan zaman dengan ilmu, iman, dan integritas, bukan dengan ego dan ambisi pribadi.

Kita juga perlu memahami bahwa membangun peradaban bukan hanya urusan pemerintah atau tokoh politik. Ia juga tugas orang tua, pendidik, dan mentor yang setiap hari menanamkan nilai ke anak-anaknya. 

Seperti Sultan Murad II yang membesarkan Muhammad Al-Fatih bukan untuk menjadi anak yang pandai, tapi untuk menjadi pemimpin yang amanah dan berani menaklukkan mustahil. 

Peradaban selalu lahir dari rumah, bukan dari rapat kabinet. Atau seperti Imam Al-Ghazali dan Nuruddin Zanki yang mempersiapkan generasi Salahudin Al-Ayubi untuk merebut Al-Aqsa. Tugas Peradaban ini tugas bersama.

Sejarah tidak pernah menulis garis lurus. Ia bergerak dalam lingkaran: dari kesadaran menuju perlawanan, dari gagasan menuju tindakan, dari perjuangan menuju kemajuan. Jika pemuda 1928 bersumpah untuk menyatukan bangsa, dan pemuda 1945 berjuang untuk memerdekakannya, maka pemuda 2025 harus berikrar untuk memajukan dan memuliakannya di panggung dunia.

Seratus tahun setelah proklamasi, dunia akan menilai sejauh mana kita berhasil menjawab tantangan itu. Dan saat itu tiba, pertanyaannya sederhana: di mana posisi kita? Apakah kita akan berdiri di barisan mereka yang ikut menggerakkan bangsa, atau hanya menjadi penonton dari sejarah yang ditulis orang lain? (*)

***

*) Oleh : Fathiyakan Abdullah, Ketua Harian Pengurus Pusat KAMMI.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia  untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jakarta just now

Welcome to TIMES Jakarta

TIMES Jakarta is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.