https://jakarta.times.co.id/
Opini

Keadilan di Perkebunan Nusantara

Senin, 03 November 2025 - 21:44
Keadilan di Perkebunan Nusantara Kuntoro Boga Andri, Direktur Hilirisasi Hasil Perkebunan, Kementerian Pertanian.

TIMES JAKARTA, JAKARTA – Dalam wajah pertanian Indonesia, perkebunan adalah kisah besar tentang tanah, manusia, dan masa depan. Ia bukan sekadar deretan batang sawit atau hamparan pohon karet, tetapi urat nadi ekonomi yang menyambung dari desa ke kota, dari rakyat ke industri, dari bumi ke ekspor. 

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, subsektor perkebunan menyumbang sekitar Rp735,9 triliun atau 41,5 persen dari total PDB pertanian pada 2023. Komoditas utamanya berupa sawit, karet, kakao, kopi, teh, dan tebu, yang menjadi penopang utama ekspor nonmigas sekaligus sumber penghidupan bagi lebih dari 17 juta tenaga kerja langsung dan tidak langsung.

Di balik angka besar itu, tersembunyi satu hal penting, yaitu sebagian besar hasilnya lahir dari kerja sama antara perusahaan besar dan jutaan petani rakyat yang hidup di sekitar kebun. Di sinilah makna sejati perkebunan muncul,  bukan sekadar industri, melainkan sistem kehidupan yang menautkan kemakmuran desa dengan denyut ekonomi nasional.

Di tengah arus globalisasi dan tekanan menuju ekonomi hijau, Indonesia membutuhkan model pembangunan yang mampu menyeimbangkan kepentingan ekonomi dan sosial. Pola inti–plasma memberi banyak harapan. 

Sistem ini, yang menempatkan perusahaan sebagai “inti” dan petani rakyat sebagai “plasma”, terbukti mampu menumbuhkan keuntungan tanpa mengorbankan keadilan, serta membangun kesejahteraan tanpa meniadakan efisiensi. 

Dalam perkebunan sawit misalnya, kebun plasma berkontribusi hampir 40 persen terhadap total produksi nasional. Ini membuktikan bahwa partisipasi rakyat bukan pelengkap, melainkan penentu daya saing. 

Kolaborasi semacam ini bukan hanya efisien secara ekonomi, tetapi juga memperkuat fondasi sosial, membangun rasa memiliki, memperluas pemerataan, dan menciptakan kawasan produktif baru di daerah-daerah yang sebelumnya terpinggirkan.

Dalam struktur inti–plasma, perusahaan bertindak sebagai inti, pemilik kebun besar, fasilitas pengolahan, dan pusat manajemen produksi, sementara masyarakat menjadi plasma, pengelola kebun rakyat yang terhubung langsung dengan sistem perusahaan. 

Hubungan ini idealnya bukan relasi subordinasi, melainkan kemitraan yang saling menguatkan. Bagi perusahaan, pola ini menghadirkan keuntungan berlapis. 

Pertama, ia menjamin pasokan bahan baku yang stabil dan berkualitas, sehingga pabrik dapat beroperasi dengan efisien tanpa kekhawatiran kekurangan suplai. 

Kedua, ia menekan biaya investasi karena kebun plasma berfungsi sebagai “perpanjangan tangan” dari kebun inti tanpa harus menanggung seluruh biaya pembukaan dan pengelolaan lahan baru. 

Ketiga, ia memperkuat legitimasi sosial. Di tengah sorotan global terhadap isu deforestasi dan konflik agraria, kemitraan yang adil dengan masyarakat menjadi kunci bagi perusahaan untuk memperoleh sertifikasi berkelanjutan dan menembus pasar internasional. 

Keuntungan sosial ini tidak bisa diremehkan, pola inti–plasma yang transparan dapat mengubah potensi konflik menjadi kolaborasi, menumbuhkan rasa memiliki di pihak petani, dan rasa aman di pihak perusahaan.

Dari sisi masyarakat, pola inti–plasma adalah jendela menuju modernisasi pertanian. Dalam banyak kasus, petani plasma memperoleh akses yang sebelumnya sulit mereka capai, pembiayaan, teknologi, sarana produksi, dan kepastian pasar. 

Hasil penelitian di beberapa daerah sentra sawit, misalnya di Sulawesi Tengah, menunjukkan bahwa pendampingan teknis dan pembinaan rutin mampu meningkatkan produktivitas tandan buah segar hingga 25–30 persen dibandingkan kebun swadaya. 

Secara nasional, data Kementerian Pertanian menunjukkan luas perkebunan rakyat mencapai sekitar 17,5 juta hektar dari total 27 juta hektar lahan perkebunan Indonesia pada 2023. 

Dari jumlah itu, kontribusi petani rakyat pada produksi minyak sawit mencapai lebih dari 3,2 juta ton per tahun, disusul oleh kelapa, karet, dan kopi. Angka ini menegaskan betapa besar peran petani dalam menopang industri perkebunan nasional.

Efisiensi, Produktivitas, dan Daya Saing

Salah satu keunggulan paling nyata dari pola inti–plasma adalah kemampuannya meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Dalam ekonomi modern, efisiensi bukan sekadar penghematan, melainkan kemampuan menghasilkan lebih banyak dengan sumber daya terbatas. 

Perusahaan memiliki pabrik, logistik, serta manajemen produksi yang terorganisir,  petani memiliki lahan, tenaga kerja, dan pengetahuan lokal. Ketika keduanya bersinergi, tercipta kombinasi kekuatan yang saling melengkapi. 

Biaya produksi per unit dapat ditekan tanpa mengorbankan kualitas, bahkan justru meningkat berkat adanya pembinaan dan standarisasi. Dalam industri kelapa sawit misalnya, mutu tandan buah segar (TBS) menjadi penentu rendemen minyak. 

Dengan pengawasan teknis dari perusahaan, petani plasma mampu menjaga kualitas panen sesuai standar pabrik. Hasilnya, kapasitas produksi terpenuhi, produktivitas meningkat, dan efisiensi rantai pasok terjaga. 

Bayangkan bila sebagian besar dari 17 juta hektar kebun rakyat di Indonesia terintegrasi ke dalam mekanisme inti–plasma yang efektif. Efisiensi nasional akan melonjak, bukan hanya dalam hasil per hektar, tetapi juga dalam stabilitas suplai, daya saing ekspor, serta keberlanjutan lingkungan.

Lebih dari sekadar sistem bisnis, pola inti–plasma telah membentuk denyut baru pembangunan di banyak wilayah Indonesia. Di daerah yang dulunya terpencil, keberadaan perkebunan sering kali menjadi titik mula munculnya pusat pertumbuhan ekonomi lokal. 

Jalan-jalan dibuka, pasar tumbuh, lembaga keuangan hadir, dan ekonomi rakyat bergerak. Semua bermula dari satu hal sederhana: kebun yang produktif dan hubungan ekonomi yang sehat antara perusahaan dan masyarakat. 

Ketika petani memperoleh kepastian penghasilan dan perusahaan mendapat pasokan stabil, siklus ekonomi lokal berputar lebih cepat. Dari penghasilan plasma lahir permintaan baru, rumah dibangun, anak sekolah, dan usaha kecil bermunculan. 

Dampaknya tak berhenti pada aspek ekonomi semata. Ketika desa-desa perkebunan tumbuh produktif, peluang kerja terbuka luas dan arus urbanisasi pun dapat ditekan. Anak muda tidak lagi harus pergi ke kota untuk mencari nafkah,  mereka bisa hidup layak di kampung halaman dengan menjadi bagian dari rantai nilai perkebunan modern. Kawasan yang dulu disebut “daerah tertinggal” bertransformasi menjadi simpul produksi yang hidup. 

Dalam konteks pembangunan nasional, pola inti–plasma sejatinya bukan hanya strategi peningkatan produksi, tetapi juga strategi pemerataan. Ia menyatukan efisiensi korporasi dengan keadilan sosial, menghubungkan pusat industri dengan pinggiran produksi. Ketika perusahaan dan rakyat saling membutuhkan, saling menghormati, dan tumbuh bersama, maka pembangunan tidak lagi berarti “dari atas ke bawah”, melainkan “bersama-sama dari bawah ke atas.”

Di sinilah pembenahan menjadi penting. Pemerintah perlu memperkuat regulasi dan pengawasan agar pola kemitraan berjalan transparan, dengan pembagian hasil yang adil. 

Petani harus diberi ruang memperkuat organisasi, seperti koperasi plasma yang mandiri dan profesional. Sementara perusahaan perlu memandang kemitraan bukan sebagai kewajiban sosial semata, melainkan investasi jangka panjang dalam stabilitas pasokan dan reputasi bisnis.

Dengan 27 juta hektar lahan perkebunan dan ratusan ribu keluarga petani, potensi sinergi ini luar biasa. Jika dikembangkan dengan tata kelola yang baik, pola inti–plasma dapat menjadi mesin pemerataan ekonomi dan daya saing ekspor sekaligus. Ia menumbuhkan efisiensi bagi perusahaan, kesejahteraan bagi rakyat, dan kemajuan bagi daerah.

***

*) Oleh : Kuntoro Boga Andri, Direktur Hilirisasi Hasil Perkebunan, Kementerian Pertanian.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia  untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jakarta just now

Welcome to TIMES Jakarta

TIMES Jakarta is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.