TIMES JAKARTA, JAKARTA – Dalam struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), belanja subsidi dan kompensasi menjadi salah satu “kue perekonomian” terbesar yang dirasakan langsung oleh masyarakat.
Kedua jenis belanja ini merupakan bentuk nyata kehadiran negara dalam menjaga stabilitas ekonomi, meningkatkan daya beli rakyat, dan melindungi kelompok rentan dari gejolak harga serta fluktuasi ekonomi global.
Belanja subsidi dan kompensasi bukan sekadar angka dalam dokumen APBN, melainkan kebijakan fiskal yang berperan penting dalam menjaga keseimbangan antara kepentingan fiskal dan kesejahteraan sosial.
Subsidi adalah bentuk bantuan dari pemerintah yang diberikan untuk menurunkan harga barang atau jasa agar tetap terjangkau oleh masyarakat. Jenis subsidi meliputi Subsidi energi berupa bahan bakar minyak (BBM) dan listrik, Subsidi non-energi seperti pupuk dan bunga kredit usaha rakyat (KUR), serta subsidi pangan.
Melalui subsidi, pemerintah menjaga agar kebutuhan dasar masyarakat tidak terlalu mahal, sekaligus mendukung kegiatan ekonomi sektor produktif.
Sedangkan kompensasi merupakan belanja tambahan yang diberikan pemerintah kepada BUMN akibat penetapan harga jual yang lebih rendah dari harga keekonomian. Tujuannya agar masyarakat tetap terlindungi dari kenaikan harga global tanpa mengganggu kinerja BUMN, seperti Pertamina dan PLN.
Keduanya menjadi instrumen fiskal yang saling melengkapi untuk memastikan keseimbangan antara kestabilan ekonomi makro dan kesejahteraan masyarakat.
Pada tahun 2025, belanja subsidi dan kompensasi menempati porsi signifikan dalam APBN.
Pemerintah mengalokasikan ratusan triliun rupiah untuk menjaga daya beli masyarakat, khususnya di tengah tantangan ekonomi global dan fluktuasi harga komoditas dunia.
Kebijakan ini menciptakan “kue perekonomian” yang tersebar luas di berbagai sektor. Tidak hanya masyarakat umum yang merasakan manfaatnya, tetapi juga pelaku usaha, petani, nelayan, dan pelaku UMKM.
Ketika harga energi dan bahan pangan terkendali, daya beli masyarakat tetap terjaga. Ini penting untuk mempertahankan konsumsi rumah tangga yang menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Subsidi energi dan pangan membantu menstabilkan harga barang kebutuhan pokok. Dengan inflasi yang rendah, kestabilan ekonomi nasional lebih terjamin.
Subsidi pupuk, BBM untuk nelayan, dan bunga KUR membantu sektor pertanian, perikanan, dan UMKM tetap berproduksi. Hal ini berkontribusi langsung terhadap penciptaan lapangan kerja.
Kebijakan subsidi dan kompensasi menjadi wujud kehadiran negara dalam melindungi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah agar tidak semakin tertekan oleh perubahan ekonomi global.
Meskipun manfaatnya besar, pengelolaan belanja subsidi dan kompensasi juga menghadapi sejumlah tantangan yang perlu diantisipasi.
Subsidi masih sering dinikmati oleh kelompok yang tidak seharusnya, terutama subsidi energi. Pemerintah terus mengembangkan subsidi tepat sasaran berbasis data NIK dan sistem digitalisasi distribusi.
Kenaikan harga minyak dunia dapat meningkatkan beban kompensasi energi. Hal ini berpotensi menekan ruang fiskal pemerintah untuk sektor produktif lainnya.
Kadang terjadi keterlambatan dalam pencairan dana kompensasi ke BUMN, yang dapat memengaruhi arus kas perusahaan pelaksana kebijakan.
Dalam jangka panjang, pemerintah perlu menyesuaikan kebijakan subsidi agar sejalan dengan transisi menuju energi bersih tanpa menimbulkan gejolak sosial.
Beberapa strategi dalam pengelolaan belanja subsidi dan kompensasi agar lebih efektif dan berkeadilan. Antara lain melalui integrasi data kependudukan dan sistem database sosial ekonomi, pemerintah menargetkan subsidi hanya diterima oleh kelompok berpenghasilan rendah.
Pengalihan sebagian subsidi energi ke subsidi produktif, seperti kendaraan listrik, kompor induksi, dan energi terbarukan.
Penyaluran kompensasi kepada BUMN didasarkan pada kinerja dan ketepatan penyaluran manfaat ke masyarakat.
Pelaporan realisasi subsidi dan kompensasi dilakukan secara terbuka melalui sistem digital Kementerian Keuangan dan lembaga terkait.
Belanja subsidi dan kompensasi tidak hanya berperan menjaga stabilitas harga, tetapi juga menjadi stimulus ekonomi nasional.
Dana yang digelontorkan pemerintah ke masyarakat akan berputar di berbagai sektor, seperti konsumsi rumah tangga meningkat dan memperkuat permintaan domestic.
Sektor energi, transportasi, dan industri tetap beroperasi stabil. UMKM dapat berkembang berkat bunga kredit rendah dan biaya produksi yang lebih efisien.
Dengan demikian, belanja subsidi dan kompensasi menjadi bagian penting dari strategi pemerintah menjaga pertumbuhan ekonomi berkelanjutan di tengah ketidakpastian global.
Ke depan, arah kebijakan subsidi dan kompensasi akan mengedepankan efisiensi dan keadilan sosial. Pemerintah berupaya mengalihkan belanja dari subsidi konsumtif ke subsidi produktif yang mendukung transformasi ekonomi hijau dan digital.
Kebijakan ini sejalan dengan visi pembangunan berkelanjutan dan target Indonesia Emas 2045, di mana subsidi diharapkan tidak hanya menjaga daya beli, tetapi juga mendorong produktivitas, inovasi, dan keberlanjutan ekonomi nasional.
Kue perekonomian berupa belanja subsidi dan kompensasi menjadi simbol nyata peran negara dalam melindungi rakyat dan menjaga keseimbangan ekonomi. Dengan alokasi yang besar dalam APBN 2025, pemerintah berupaya memastikan bahwa manfaat subsidi benar-benar dirasakan oleh kelompok yang membutuhkan, tanpa mengorbankan stabilitas fiskal.
Melalui digitalisasi data, reformasi kebijakan, dan transparansi pelaporan, subsidi dan kompensasi akan terus menjadi instrumen penting dalam memperkuat fondasi ekonomi nasional.
Dengan pengelolaan yang tepat, “kue perekonomian” ini tidak hanya menjaga daya beli, tetapi juga menumbuhkan kepercayaan, memperkuat ekonomi rakyat, dan memantapkan langkah Indonesia menuju pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.
***
*) Oleh : Abi Khoiri, PNS Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
Pewarta | : Hainor Rahman |
Editor | : Hainorrahman |