https://jakarta.times.co.id/
Opini

Perluasan Legitimasi Sekolah Gratis

Senin, 09 Juni 2025 - 20:32
Perluasan Legitimasi Sekolah Gratis Muhamad Ikhwan Abdul Asyir, Manajer Program Al Wasath Institute.

TIMES JAKARTA, JAKARTA – Beberapa waktu lalu, ramai muncul di media tentang putusan mahkamah konstitusi (MK) yang mewajibkan pemerintah daerah dan pusat menggratiskan biaya sekolah swasta tingkat Sekolah Dasar dan Menengah Pertama (SD-SMP). 

Hal ini sontak menuai atensi publik, di tengah pelbagai masalah sosial yang terus muncul, sulitnya mencari pekerjaan, temuan pejabat korup, ketimpangan hukum sampai nasib kelas ekonomi masyarakat Indonesia yang semakin turun, perluasan penyediaan layanan wajib belajar di sekolah swasta menjadi angin yang cukup menyejukan.

Terlepas dari berbagai perspektif dukungan dan sebaliknya, apalagi dengan anggapan bakal merugikan sekolah swasta dan membebani anggaran belanja negara. Melalui putusan MK ini, transformasi akses pendidikan gratis yang semula hanya disediakan di sekolah negeri yang kapasitasnya betul-betul terbatas bukan lagi menjadi persoalan. Dalam konteks tujuan bernegara, "Mencerdaskan Kehidupan Bangsa" yang jamak kita dengar coba diupayakan secara komprehensif.

Sebab, dalam realitas lapangan, wajib belajar sebagai sebuah konsep kebijakan, yang implementasinya adalah jaminan setiap generasi muda bisa mendapatkan pendidikan secara gratis terbatas pada sekolah negeri saja. Masalahnya adalah, kebutuhan akses pendidikan ini tak mampu ditampung oleh sekolah negeri saja. 

Selain itu, ketimpangan kualitas dan akses pendidikan di berbagai daerah menjadi kendala yang sukar diurai. Hal ini menjadikan banyak dari sebagian generasi muda kita kesulitan mendapatkan akses pendidikan.

Hukum Progresif dan Sekolah Gratis

Dalam konsep hukum progresif, hukum hadir sebagai alat yang mengantarkan manusia hidup dengan adil, sejahtera dan berbahagia. Hukum progresif adalah upaya mendobrak dominasi paradigma mainstream hukum positif. Pangkalnya ada pada kejujuran, ketulusan, empati dan kepedulian penegakan hukum dalam menegakkan keadilan. 

Logika dalam hukum progresif adalah revitalisasi dan aktualisasi hukum dalam ruang dan waktu yang tepat. Hukum progresif adalah manifestasi dari tujuan berhukum dengan lebih akseleratif, konsepnya meluaskan makna hukum yang bukan hanya pada limitasi positifisme yang kadangkala rigid dan intoleran.

Dalam hukum progresif, keyakinan bahwa hukum positif bukanlah semata mata hal final dan justru manusialah yang menjadi titik pusatnya mampu dilihat dengan adanya Putusan MK tentang sekolah gratis ini. 

Tafsir kewajiban negara dalam mengadakan pendidikan gratis yang semula hanya berkonotasi pada sekolah negeri kini diperluas dengan perubahan norma frasa "Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, baik untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat".

Dengan akses pendidikan gratis di sekolah swasta, jangkauan kesempatan tumbuh kembang generasi muda menjadi hal yang semakin luas menyebar benih pemerataan. Sekolah gratis akan mampu menjawab masalah ketimpangan kualitas dan kuantitas pendidikan yang selama ini menjadi momok yang menghantui. 

Hal yang juga penting, putusan sekolah gratis ini harus juga diimbangi dengan skenario penyeimbangan kualitas penyelenggaraan pendidikannya. Jangan sampai ada lagi sentimen antara negeri dan swasta dalam hal mengampu pendidikan, diskriminasi akses sekolah negeri dan swasta yang muncul perlu terus dihilangkan sepenuhnya.

Menghadapi Tantangan Besar

Tantangan utama dalam implementasi putusan ini tentu adalah manejemen sekolah swasta dan pembiayaan negara dalam menjalankan jaminan sekolah gratis ini. 

Sebagai penyedia fasilitas pendidikan, pihak swasta di atas kertas mungkin akan dirugikan dengan kewajiban pembebasan biaya pendidikan ini. Sebab, umumnya kita ketahui, masukan biaya pendidikan seperti SPP bulanan yang diberlakukan di sekolah swasta adalah sumber keuangan yang dikelola untuk keberlangsungan pelaksanaan pendidikan itu sendiri. 

Gaji tenaga pendidik, sarana dan prasarana sampai kebutuhan logistik lainnya biasanya diambil dari tanggungan biaya yang wali murid bayarkan ke sekolah.

Dengan pembiayaan yang ditanggung negara lewat pemerintah daerah dan pusat, besaran biaya pendidikan tentu tidak akan sefleksibel ketika sekolah swasta bebas mematoknya ke pihak keluarga siswa. 

Apalagi nantinya alokasi anggaran yang akan ditanggung negara untuk sekolah gratis ini akan besar, pihak internal sekolah swasta tentu harus menyesuaikan betul agar pembiayaan yang dibayarkan oleh negara dengan kebutuhan dalam menyelenggarakan pendidikan tetap bisa berjalan dengan optimal. 

Meskipun akan cenderung tidak fleksibel, setiap sekolah swasta nantinya, harus mampu bertanggung jawab penuh atas pembiayaan yang dibayarkan negara dengan jaminan mutu pendidikan secara memadai.

Meksipun kalo bisa kita lihat, beberapa ketentuan tetap bisa memungkinkan sekolah swasta memungut biaya pendidikan. Spesifik, ini mengancu pada model kurikulum pembelajaran tambahan yang bukan merupakan kurikulum nasional yang diimplementasikan di sekolah swasta. 

Tambahan pembelajaran ini bisa mendasari pemungutan biaya pendidikan di sekolah swasta. Namun, yang penting juga ditangani adalah, apakah itu cukup bagi sekolah swasta?

Dengan demikian, dalam mengimplementasikan putusan MK ini, pemerintah tentu perlu mensiasatinya, bagaimana agar penyediaan instrumen pendidikan bagi masyarakat pun bisa diraih dengan mudah, dengan disisi lainnya mampu mendukung tumbuh kembang institusi sekolah swasta dengan baik.

Pembiayaan dari negara perlu tepat sasaran dan benar benar sampai di tujuannya. Semangat meratakan akses pendidikan melalui kuota pendidikan gratis di sekolah swasta adalah hal yang tak boleh justru beralih fokus pada kekhawatiran negara dalam menanggung biaya pendidikan ini. 

Kalaupun ini menjadi beban yang 2 berat bagi pemerintah, justru itu tugas pemerintahlah yang diberikan amanah dari warga negara untuk mengurus urusan negara bagaimana pun caranya agar mampu menyediakan kesejahteraan lewat jalan pendidikan. Bukankah memang demikian?

Kita tentu perlu terus memastikan peran serta dan tanggung jawab itu bisa dilakukan dengan baik. Bravo MK dan semangat wujudkan kemajuan pendidikan Indonesia.(*)

***

*) Oleh : Muhamad Ikhwan Abdul Asyir, Manajer Program Al Wasath Institute.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

______
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jakarta just now

Welcome to TIMES Jakarta

TIMES Jakarta is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.