https://jakarta.times.co.id/
Kopi TIMES

Kuasa Pemberantasan Korupsi

Selasa, 31 Desember 2024 - 13:28
Kuasa Pemberantasan Korupsi Asman, Pegiat literasi Asal Sulawesi Tenggara

TIMES JAKARTA, SULAWESI TENGGARA – Setiap langkah yang diambil oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam memberantas praktik korupsi, seringkali kali dianggap sebagai titipan politik dari penguasa. Anggapan ini mencuak sejak beberapa kasus yang sering ditangani KPK menyasar orang-orang yang lantang mengkritik kebijakan pemerintah. 

Lembaga pemberantasan korupsi yang dibentuk melalui Undang-Undang RI Nomor 30 Tahun 2002 tentang komisi pemberantasan tindak pidana korupsi, dan disahkan oleh Presiden ke 5 Megawati Soekarno Putri. Lembaga ini, beberapa kali mengalami krisis integritas dikarenakan pimpinan lembaganya justru terlibat beberapa kasus korupsi dan kasus-kasus yang lain.

Sebagai Lembaga pemberantasan korupsi, KPK dititipi banyak harapan masyarakat Indonesia yang memiliki kepentingan agar para koruptor yang mengambil uang rakyat di berikan hukuman yang setimpal. Serta dalam menjalankan tugasnya agar benar-benar independent tanpa pandang bulu.

Namun benarkah, bahwa KPK akan mengusut tuntas korupsi yang dilakukan oleh seseorang jika orang tersebut dianggap sebagai ancaman dari pemerintah? Contoh, diperiksanya Anies Baswedan oleh KPK dengan tuduhan adanya permainan elit politik pada perhelatan Formula E di Jakarta, dianggap sebagai pesanan elit penguasa, yang menganggap Anies Baswedan sebagai pengganggu pemerintahan. 

Hal demikian sebagaimana yang dijelaskan oleh Sekjen Partai Demokrasi Perjuangan Indonesia (PDPIP) Hasto Kristiyanto di sebuah podcast. Menurutnya, kasus formula E yang menyeret nama Anies Baswedan merupakan titipan dari penguasa, agar ia dicekal dalam kontestasi pemilihan Presiden.

Saat itu Hasto mengatakan ia siap menerima segala konsekuensi dari pernyataannya itu. Beberapa minggu kemudian dirinya di tetapkan menjadi tersangka dalam kasus suap komisioner KPU RI yang melibatkan Harun Masiku. 

Tulisan ini tidak dalam posisi menyalahkan KPK, tulisan ini mencoba melihat dalam sudut pandang yang berbeda, dengan melihat hubungan yang terstruktur dari proses pemilihan komisioner KPK.

Independensi KPK

Sebagai Lembaga yang independent tentunya KPK secara kelembagaan memiliki cita-cita yang sangat mulia, yaitu memberantas korupsi di bangsa ini. Seringkali yang menjadikan sebuah lembaga tidak dapat berbuat apa-apa dengan tujuannya yang mulia ialah kepetingan individu yang dimasukkan ke dalam suatu lembaga.

Seringkali orang yang tidak memiliki integritas di masukan dalam proses seleksi calon pimpinan KPK. Setelah itu, di dorong kepada Presiden, dan selanjutnya diserahkan kepada DPR untuk dilakukan fit and proper test. Sudah hal yang lumrah, melakukan lobi-lobi politik dan menyiapkan orang-orang yang akan mengisi suatu Lembaga yang memiliki tupoksi penting di suatu negara.

Suatu adagium pernah mengatakan “keberpihakan" tidak memerlukan tingkat kecerdasan yang tinggi, kita hanya dituntut memiliki balas budi atas bantuan orang lain terhadap kita”. Sederhananya, seseorang yang telah membantu kita dalam mencapai sebuah keberhasilan, tentunya ada balas budi yang harus di tersampaikan kepada orang tersebut.

Saatnya Pembuktian

Dibawah pimpinan baru KPK, dan Presiden Baru Prabowo Subianto sudah saatnya dilakukan pembuktian atas janji-janji kampanye saat ini. Sebagai seorang yang memiliki jiwa kesatria, memberantas korupsi tidaklah hanya mereka yang dianggap bersebrangan, melainkan mereka yang sudah pernah dikabarkan korupsi, untuk Kembali diusut dan dicari kebenarannya.

Justru mereka yang berada di pemerintahan, dan sering disebut-sebut Namanya oleh orang banyak, haruslah dilakukan penelusuran lebih jauh. Ini adalah pembuktian yang kepemimpinan yang tidak tebang pilih. Kita sangat mengapresiasi KPK atas penetapan Sekjen PDIP sebagai tersangka.

Walaupun banyak yang beranggapan itu adalah politisasi. Benar dan tidaknya, itu akan dibuktikan di pengadilan. Kami sangat berharap, KPK tidak melakukan pemberantasan karena ada desakan dan titipan dari elit politik. Praktik balas Budi, sebagai tanda terima kasih kepada mereka elit politik, justru akan semakin melemahkan dan menyandera KPK untuk melakukan tugas mulianya. 

Prof Din Syamsuddin mantan Ketua PP Muhammadiyah mengatakan orang yang melakukan korupsi, sudah saatnya dilabeli sebagai orang yang berbuat syirik, yaitu mencintai harta berlebihan. Dan orang yang berbuat syirik dalam agama Islam tidak akan diampuni dosanya dan akan mendapatkan balasan yang tiada tara di akhirat kelak.

***

*) Oleh : Asman, Pegiat literasi Asal Sulawesi Tenggara.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Pewarta : Hainorrahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jakarta just now

Welcome to TIMES Jakarta

TIMES Jakarta is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.