TIMES JAKARTA, MALANG – Menyambut Hari Raya Iduladha, 10 Zulhijjah 1446 Hijriah yang jatuh pada 6 Juni 2025 esok, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan, syariat lahiriyah dalam momentum iduladha ialah menyembelih hewan kurban.

Namun, lanjut Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir, makna yang paling dalamnya ialah Lan Yanala Allaha Luhumuha Wa La Dimauuha Wa Lakin Yanaluhu At-Taqwa Minkum (Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya).

Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir mengatakan bahwa makna terdalamnya apa yang dimiliki manusia dalam kehidupan ini baik harta, kekuasaan, dan segala kesenangan yang diperoleh sebenarnya nisbi. 

“Maka Allah SWT mengajarkan pada kaum beriman “berqurbanlah” manfaatkan harta dan segala hal duniawi itu untuk kepentingan beribadah dan kemaslahatan orang banyak bukan untuk dimiliki, ditumpuk-tumpuk bahkan dengan rasa rakus ingin hidup serba gelimang duniawi,” ucapnya pada Kamis (5/6/2025). 

Haedar mengungkapkan, ibadah kurban telah mengajarkan umat manusia untuk melepas apa yang dimiliki, maka sejatinya mereka yang berkurban sudah terbebaskan jiwa, hati, pikiran, rasa, dan segala apa yang Ia miliki lillahi ta’ala untuk meraih ridha dan karunia Allah SWT. 

Haedar juga menuturkan bahwa manusia memiliki jiwa ingin menguasai segalanya. Harta, kekuasaan, segala pesona dunia takkan pernah merasa puas bahkan dengan cara yang tidak halal yakni dengan korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, dan segala perilaku yang menunjukkan ketamakan. 

“Manusia yang rakus, dengan segala pesona duniawi, Ia tidak akan pernah cukup sampai tuhan menghentikan ajalnya al-hâkumut-takâtsur, ḫattâ zurtumul-maqâbir,” jelasnya. 

Maka bagi Haedar di sinilah penting setiap orang beriman dimanapun posisi dan berada, disaat berkurban maupun tidak berkurban, mengkoreksi diri apakah termasuk orang beriman tetapi tak pernah puas dalam kehidupan, lalu menjadi insan yang serakah, tamak, takabur, dan penuh ambisi yang melampaui batas lalu lupa akan kebenaran, kebaikan, dan nilai-nilai luhur dalam fondasi ketakwaan. 

“Lepas segala kepentingan demi kebenaran, kebaikan, dan keluhuran, dan untuk kemaslahatan hidup orang banyak. Jika itu bisa dipenuhi, maka berkurban berarti telah membebaskan kita dari segala pesona duniawi itu untuk hidup yang cukup dan moderat tetapi membawa kemaslahatan duniawi dan ukhrawi,” tandas Haedar. (*)