TIMES JAKARTA, JAKARTA – Rapat Paripurna ke-18 DPR RI pada Masa Persidangan II Tahun Sidang 2025–2026 resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Keputusan diambil setelah seluruh fraksi menyampaikan persetujuan dan tidak ada keberatan dari anggota Dewan yang hadir di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa.
“Apakah dapat disetujui untuk menjadi undang-undang? Terima kasih,” ujar Ketua DPR RI Puan Maharani yang langsung disambut jawaban setuju dari seluruh anggota DPR dan ketukan palu pengesahan.
Reformasi 44 Tahun KUHAP
Menurut Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman, pembaruan KUHAP ini menjadi tonggak penting mengingat regulasi sebelumnya telah berusia 44 tahun. Pembahasan yang berlangsung lebih dari satu tahun ini dinilai tidak terburu-buru dan dilakukan dengan telaah mendalam terhadap tantangan penegakan hukum saat ini.
“KUHAP baru diarahkan untuk menuju keadilan yang hakiki,” kata Habiburokhman.
Ia menegaskan posisi KUHAP sebagai hukum formil yang akan berjalan berdampingan dengan KUHP terbaru yang telah disahkan lebih dulu. Pembaruan hukum acara diperlukan agar implementasi hukum materiil berjalan lebih operasional dan akuntabel.
Penahanan Lebih Objektif, Penyiksaan Dicegah
Habiburokhman menegaskan bahwa inti revisi KUHAP adalah memperkuat perlindungan bagi warga negara dalam menghadapi proses pidana. Beberapa poin reformasi yang diangkat Komisi III antara lain:
1. Penahanan harus objektif, tidak lagi “selera penyidik”
Dalam KUHAP lama, penahanan dinilai sangat subjektif. KUHAP baru memasukkan indikator objektif untuk mencegah penyalahgunaan kewenangan penahanan.
2. Penggunaan kamera pengawas wajib dalam pemeriksaan
Pemeriksaan saksi maupun tersangka kini diwajibkan dilakukan dengan rekaman video untuk mencegah intimidasi, penyiksaan, atau paksaan keterangan.
3. Penguatan penyitaan dan penggeledahan menjadi lebih ketat
Setiap tindakan aparat, mulai dari penggeledahan hingga penyitaan, harus memiliki dasar hukum yang jelas dan mekanisme pengawasan lebih ketat.
4. Advokat diperkuat dalam pendampingan
Hak atas bantuan hukum ditegaskan kembali, termasuk jaminan tersangka dan mekanisme pendampingan saksi agar proses pemeriksaan berjalan transparan.
Kelompok Rentan Diakomodasi Secara Spesifik
Komisi III menekankan bahwa KUHAP baru kali ini secara eksplisit memasukkan perlindungan terhadap kelompok rentan seperti penyandang disabilitas, perempuan, dan lansia. Aturan teknis dibuat untuk memastikan pemeriksaan dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan khusus.
Pembaruan KUHAP juga memasukkan sejumlah pengaturan baru, termasuk mekanisme keadilan restoratif, pendamping saksi, jaminan tersangka, dan penguatan praperadilan sebagai instrumen kontrol hakim terhadap tindakan aparat.
Habiburokhman menyebut KUHAP baru ini sebagai salah satu langkah paling progresif dalam pembenahan sistem peradilan pidana di Indonesia.
Respons Publik sebagai Bagian dari Demokrasi
Menutup penjelasannya, Habiburokhman menilai kritik maupun dukungan publik terhadap RUU KUHAP merupakan dinamika alami dalam negara demokrasi. Komisi III, katanya, memahami dan mencermati seluruh masukan yang muncul selama pembahasan.
“Kritik maupun dukungan terhadap pengesahan RUU KUHAP ini kami maknai sebagai keniscayaan berdemokrasi di negeri tercinta ini,” ujarnya.
Dengan disahkannya KUHAP baru, Indonesia memasuki fase baru pembaruan hukum acara pidana yang diharapkan mampu memperkuat hak asasi manusia, meningkatkan transparansi proses penegakan hukum, serta membangun kepercayaan publik terhadap institusi hukum negara.(*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: DPR Sahkan KUHAP Baru, Reformasi Besar Sistem Peradilan Pidana
| Pewarta | : Imadudin Muhammad |
| Editor | : Imadudin Muhammad |