https://jakarta.times.co.id/
Berita

September Effect Kripto, Analis Ungkap Jurus Jitu Hadapi Volatilitas

Rabu, 03 September 2025 - 16:16
September Effect Kripto, Analis Ungkap Jurus Jitu Hadapi Volatilitas Arsip foto - Warga mengamati pergerakan harga mata uang kripto Bitcoin (BTC) di Semarang, Jawa Tengah. (Foto: Antara/Aprillio Akbar/wpa.)

TIMES JAKARTA, JAKARTA – Analis Reku Fahmi Almuttaqin mengingatkan investor kripto untuk tetap mengedepankan manajemen risiko yang solid, alih-alih hanya bergantung pada pola historis September Effect.

Ia mengatakan bahwa investor sebaiknya memantau faktor fundamental dan makroekonomi untuk mengambil keputusan yang lebih bijaksana, bukan panik atau menjual secara impulsif.

“Pola musiman hanyalah salah satu dari sekian banyak indikator yang harus dipertimbangkan dalam strategi investasi. Diversifikasi portofolio seperti dengan mengkombinasikan ekuitas, misalnya saham AS dan aset kripto, juga menjadi salah satu alternatif yang bisa dieksplorasi,” kata Fahmi dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (3/9/2025).

Bagi investor konservatif yang baru mengeksplorasi pasar kripto, aset berkapitalisasi besar seperti Bitcoin, Ethereum, XRP, dan Solana dapat menjadi pilihan menarik.

Di tengah volatilitas dan rotasi kapital yang dinamis di altcoin, Fahmi mengatakan bahwa aset besar umumnya lebih tahan dan kerap menjadi incaran utama investor besar saat sentimen bullish berkembang.

Fenomena September Effect merupakan pola musiman yang terkonfirmasi data historis, meski penyebabnya masih diperdebatkan.

Pola ini pertama kali tercatat di bursa saham Amerika Serikat (AS) sejak awal abad ke-20. Indeks utama seperti S&P 500 dan Dow Jones Industrial Average (DJIA) cenderung mencatatkan kinerja terburuknya di bulan September dibandingkan 11 bulan lainnya.

Fenomena ini semakin kuat karena September kerap menjadi momentum koreksi signifikan, seperti koreksi pasar pada 1929 dan 2008.

Fahmi menjelaskan, fenomena September Effect juga banyak dikaitkan ke pasar kripto. Bitcoin, yang dikenal dengan volatilitasnya, juga menunjukkan pola serupa. Sejak 2013, data historis mencatat rata-rata return Bitcoin di bulan September cenderung negatif.

“Tapi menariknya, dalam dua tahun terakhir, September memberikan return positif baik bagi Bitcoin maupun Ethereum, meskipun masih menjadi bulan dengan rata-rata return historis terburuk bagi Bitcoin sejauh ini,” jelas dia.

Fenomena September Effect banyak dikaitkan dengan beberapa faktor, seperti likuiditas global yang mengetat setelah musim panas. Bulan ini juga sering bertepatan dengan momentum ekonomi penting, seperti rilis data utama dan keputusan suku bunga The Fed, yang memicu volatilitas pasar dan membuat investor lebih konservatif.

Akhir September juga menandai penutupan kuartal III, saat banyak investor institusional dan manajer investasi melakukan rebalancing portofolio melalui profit-taking atau tax-loss selling, yang biasanya memicu tekanan jual signifikan di pasar.

Selain itu, September Effect juga telah menjadi pengetahuan umum, sehingga ekspektasi negatif investor justru memperkuat tren ini. Keyakinan bahwa pasar akan turun mendorong aksi jual, yang pada akhirnya membuat penurunan harga benar-benar terjadi.

Namun, catat Fahmi, pasar global menunjukkan dinamika unik pada tahun ini. Pasar kripto, khususnya Bitcoin dan Ethereum, mendapat dukungan dari arus dana institusional melalui ETF Spot yang kian diminati investor besar.

Di samping itu, jumlah uang beredar M2 di AS per Juli menunjukkan peningkatan kembali, menyentuh angka tertinggi baru sepanjang masa.

“Hal ini dapat mendukung optimisme investor terhadap aset berisiko, seperti saham AS dan kripto, terlebih apabila The Fed memutuskan untuk menurunkan suku bunga pada pertemuan Bank Sentral AS (FOMC) pertengahan September nanti,” kata Fahmi. (*)

Pewarta : Antara
Editor : Hendarmono Al Sidarto
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jakarta just now

Welcome to TIMES Jakarta

TIMES Jakarta is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.