TIMES JAKARTA, JAKARTA – Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono menegaskan bahwa keberlanjutan lahan pertanian merupakan benteng utama ketahanan pangan nasional di tengah meningkatnya jumlah penduduk dan ancaman krisis pangan global.
“Sektor pertanian merupakan fondasi masa depan bangsa yang harus dijaga secara serius,” ujar Sudaryono dalam keterangan di Jakarta, Rabu (19/11/2025) dikutip dari ANTARA.
Menurut Wamentan, pemerintah bersama seluruh pemangku kepentingan akan mengambil langkah tegas untuk menghentikan praktik alih fungsi lahan yang terus menggerus ruang produksi pangan nasional.
‘Lahan Hilang, Produksi Hilang, Pangan Krisis’
Wamentan menyoroti bahwa sejumlah input pertanian dapat ditingkatkan, namun lahan dan air bersifat tetap. Jika lahan pertanian hilang, produksi akan merosot dan krisis pangan menjadi ancaman nyata.
“Kalau lahan hilang, produksi hilang. Kalau produksi hilang, pangan akan krisis. Ini fakta yang tidak bisa ditawar,” ujarnya dalam Rapat Koordinasi Pembahasan Penataan Ulang Rencana Tata Ruang Wilayah, Alih Fungsi Lahan, Lahan Baku Sawah, Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan di Kantor Pusat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta.
Ia menambahkan bahwa alih fungsi lahan sawah tidak boleh lagi dibiarkan karena dapat mengancam stabilitas pangan nasional.
“Mulai sekarang, alih fungsi lahan sawah harus dihentikan. Jika tidak, kita sendiri yang akan menanggung risikonya,” ujarnya.
Pertumbuhan Penduduk Tinggi, Kebutuhan Pangan Meningkat
Sebagai anak petani asal Grobogan, Jawa Tengah, Sudaryono menyoroti bahwa pertumbuhan penduduk terus meningkat sehingga lahan pertanian harus dijaga dan bahkan diperluas.
“Jika pertanian bermasalah, harga pangan naik, impor meningkat, petani kehilangan lahan, dan fondasi produksi pangan melemah,” ucapnya.
Untuk itu, pemerintah tengah menyiapkan sejumlah langkah konkret seperti percepatan penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B), penguatan koordinasi pusat-daerah, serta regulasi yang lebih tegas agar lahan pertanian tidak mudah dialihkan.
“Ini bukan hanya soal aturan, ini soal komitmen bersama. Lahan pertanian harus menjadi aset strategis negara,” katanya.
Mendagri: Revisi Tata Ruang Daerah Wajib Dilakukan
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menegaskan bahwa penataan ulang tata ruang wilayah menjadi bagian penting dalam menjaga keberlangsungan lahan pertanian.
Ia menyebut 87 persen wilayah dalam tata ruang nasional telah diproyeksikan sebagai kawasan pertanian. Oleh karena itu, perlindungan terhadap sawah eksisting menjadi prioritas utama.
“Daerah wajib melakukan revisi tata ruang demi memastikan lahan pertanian tidak dikonversi sembarangan,” kata Tito.
Sebagai tindak lanjut, pemerintah akan menggelar pertemuan gabungan antara ATR/BPN, Kemendagri, BIG, dan Kementan untuk mendorong revisi perda tata ruang di seluruh daerah.
Konversi lahan diperbolehkan, namun harus mengikuti mekanisme ketat dan tidak boleh mengganggu keberlanjutan pangan nasional.
“Semua ini kita lakukan untuk memastikan swasembada benar-benar tercapai. Kita lindungi sawah yang ada, kita siapkan sawah baru, dan semuanya harus disiplin,” ujarnya.
Jaga Lahan, Jaga Masa Depan
Sudaryono menegaskan bahwa menjaga lahan pertanian sama artinya dengan menjaga masa depan Indonesia.
“Pertanian adalah sektor penyelamat. Jika hari ini kita gagal mempertahankan lahan, besok anak cucu kita yang akan menanggung akibatnya,” kata Wamentan.
Ia pun mengajak pemerintah daerah, pengusaha, masyarakat, hingga pengembang untuk tidak menjadikan lahan produktif sebagai korban pembangunan ekonomi.
“Silakan membangun, tapi jangan sentuh lahan pertanian produktif. Jadikan perlindungan lahan sebagai gerakan nasional,” ujarnya. (*)
| Pewarta | : Rochmat Shobirin |
| Editor | : Ferry Agusta Satrio |