TIMES JAKARTA, JAKARTA – Aksi bom bunuh diri di Mapolsek Astana Anyar, Bandung, Jawa Barat, menyita perhatian semua kalangan. Tak terkecuali dari Ketua SETARA Institute, Hendardi.
Ia mengatakan, bom bunuh diri itu telah menyebarkan pesan, bahwa terorisme adalah ancaman laten yang kapanpun bisa terjadi dan dipicu oleh banyak variabel dan sangat bergantung pada enabling environment dan push and pull factors yang bisa jadi tidak berhubungan dengan sasaran tindakan kejahatan itu.
"Satu hal yang pasti bahwa variabel statis, yakni ideologi intoleran dan radikal, telah melekat pada aktor pelaku atau kelompoknya," katanya dalam keterangan resminya dikutip TIMES Indonesia, Rabu (7/12/2022).
Ia menyampaikan, SETARA institute mengutuk keras peristiwa bom bunuh diri, berbela sungkawa pada para korban dan mendorong institusi Poin mengungkap tuntas peristiwa ini. "Hingga diperoleh gambaran jejaring yang melingkupinya, guna kepentingan penanganan yang lebih akuntabel," jelasnya.
Ia mengatakan, jika diasumsikan identitas pelaku yang telah beredar benar, pelaku adalah residivis kasus terorisme di 2017 dan telah bebas sejak Maret 2021, maka pesan utama peristiwa ini juga ditujukan pada kerja pascapenanganan tindak pidana terorisme, yakni pemasyarakatan dan deradikalisasi.
"Keberulangan tindakan ini menunjukkan dukungan dan sinergi kinerja deradikalisasi yang dilaksanakan oleh BNPT, mesti diperkuat," katanya.
Early warning dan early response (EWERS) system yang dikembangkan di daerah belu. Banyak membantu mencegah recovery kelompok teroris untuk melakukan tindakan serupa.
"Padahal sederet regulasi pemerintah telah diterbitkan, termasuk berbagai rencana aksi mencegah terjadinya kekerasan ekstremis. BNPT dan Polri bisa mengefektifkan. Berbagai regulasi dan inisiasi untuk memperkuat sinergi dengan pemerintah daerah," ucapnya.
Ia menjelaskan, jika kerja hulu pencegahan intoleransi dan kerja hilir deradikalisasi tidak sinergi, maka potensi terorisme akan terus berulang. Dan sebagai institusi terdepan, Polri selalu akan menjadi sasaran utama tindakan kekerasan dan politival revenge dari kelompok pengusung aspirasi politik intoleran.
"Kesatupaduan langkah berbagai institusi negara dibutuhkan untuk mengatasi kekerasan ekstremis yang berulang," jelasnya.
"Seperti yang berulang kali SETARA Institute ingatkan, kerja pencegahan intoleransi, yang selama ini seringkali dibiarkan hingga kelompok-kelompok tertentu terwujud menjadi tindakan radikal kekerasan dan terorisme, mutlak menjadi prioritas agenda. Pencegahan di hulu, yakni menangani intoleransi adalah salah satu cara menangani persoalan keberulangan terorisme," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, aksi bom bunuh diri kembali terjadi. Kali ini aksi tak manusiawi itu dilakukan di Mapolsek Astana Anyar, Bandung, Jawa Barat. Aipda Sofyan, anggota kepolisian dinyatakan gugur dalam kasus teror bom bunuh diri tersebut.
Ia dikabarkan meninggal dunia dalam perawatan intensif di IGD RS Emanuel Bandung, setelah menjadi korban bom bunuh diri di Mapolsek Astana Anyar.
Berdasarkan informasi terakhir, total korban akibat ledakan bom bunuh diri tersebut yakni berjumlah 9 orang. "Korban 8 anggota, dan satu meninggal anggota, pelaku meninggal. Tujuh dalam perawatan," ujar Kabid Humas Polda Jawa Barat Kombes Ibrahim Tompo. (*)
Pewarta | : Moh Ramli |
Editor | : Imadudin Muhammad |