https://jakarta.times.co.id/
Opini

Iran-Israel: Dendam Ideologis dan Pertarungan Hegemoni Regional

Minggu, 22 Juni 2025 - 11:30
Iran-Israel: Dendam Ideologis dan Pertarungan Hegemoni Regional Abdullah Fakih Hilmi AH, S.AP., Akademisi dan Wirausahawan.

TIMES JAKARTA, JAKARTA – Ketegangan yang kembali meletus antara Iran dan Israel tidak bisa semata dibaca sebagai letupan konflik dua negara di Timur Tengah. Di balik rudal yang beterbangan, ada bara panjang yang menyala dalam diam: dendam ideologis, strategi perebutan pengaruh regional, dan skenario besar kekuatan global yang menjadikan kawasan ini tak pernah benar-benar damai.

Pada April 2024, dunia menyaksikan babak baru dari konflik ini: Iran meluncurkan lebih dari 300 drone dan rudal ke arah Israel, sebagai respons atas serangan mematikan Israel ke Konsulat Iran di Damaskus, Suriah. Israel membalas dengan operasi militer terbatas ke wilayah Iran. 

Meski sebagian serangan berhasil dipatahkan oleh sistem pertahanan canggih dan aliansi negara Barat, makna simboliknya tak terbantahkan: ini bukan sekadar aksi balasan, tapi babak terbuka dari permusuhan yang sudah berlangsung selama lebih dari empat dekade.

Dendam dari Revolusi 1979

Ketika Revolusi Islam Iran meletus pada 1979 dan menggulingkan kekuasaan Shah Pahlavi, muncul pula doktrin politik luar negeri Iran yang antitesis terhadap Zionisme. 

Pemimpin spiritual Iran, Ayatollah Khomeini, menyebut Israel sebagai "Setan Kecil", sementara Amerika Serikat dijuluki "Setan Besar". Sejak saat itu, permusuhan Iran terhadap Israel bukan hanya soal kebijakan luar negeri, tetapi sudah menjadi bagian dari ideologi negara.

Sebaliknya, Israel memandang Iran bukan sebagai negara Islam biasa, melainkan aktor negara yang aktif menyokong kelompok bersenjata anti-Israel seperti Hizbullah di Lebanon, Hamas di Gaza, dan milisi Syiah di Irak dan Suriah. Di mata Tel Aviv, Iran adalah ancaman eksistensial, bukan semata ancaman strategis.

Proxy War Berkepanjangan

Ketegangan ini bukan hanya hadir dalam bentuk serangan langsung, tetapi juga lewat proxy war—perang melalui perpanjangan tangan. Iran memperluas pengaruhnya melalui apa yang disebut sebagai "Poros Perlawanan", yakni aliansi kelompok bersenjata yang menentang eksistensi Israel. 

Di sisi lain, Israel secara aktif melancarkan serangan udara ke posisi-posisi milisi Iran di Suriah dan menargetkan pemimpin militer Iran secara diam-diam.

Situasi ini menciptakan kondisi yang nyaris permanen: Israel dan Iran tidak berperang secara konvensional, tapi selalu berada dalam status "pra-perang". Masing-masing menunggu momentum, masing-masing menyiapkan narasi pembenaran.

Bayang-bayang Nuklir

Isu yang memperparah konflik ini adalah program nuklir Iran. Meski Iran berulang kali menyatakan bahwa program nuklirnya bersifat damai, Israel dan sekutunya, terutama Amerika Serikat meyakini sebaliknya. 

Kekhawatiran terbesar Israel adalah jika Teheran benar-benar mengembangkan senjata nuklir, maka keseimbangan kekuatan di Timur Tengah akan terganggu secara drastis.

Israel sendiri tidak pernah secara resmi mengakui memiliki senjata nuklir, tetapi diyakini memiliki sekitar 80–90 hulu ledak nuklir. Maka dari itu, isu ini tidak hanya memicu ketegangan militer, tetapi juga memperdalam mistrust antara keduanya.

Agama sebagai Alat Legitimasi

Dalam kacamata publik dunia, konflik ini sering dibingkai sebagai pertarungan agama: Islam melawan Yahudi. Namun, sesungguhnya ini adalah politik yang menggunakan agama, bukan sebaliknya. 

Baik Iran maupun Israel memobilisasi sentimen keagamaan untuk mendapatkan legitimasi atas tindakan militer masing-masing. Iran mengklaim membela Palestina sebagai kewajiban Islam, sedangkan Israel membingkai pertahanan negaranya sebagai perintah ilahi untuk menjaga Tanah Perjanjian.

Narasi semacam ini sangat efektif dalam membakar emosi massa dan memperluas dukungan. Namun sayangnya, ia juga menyulitkan diplomasi dan mendorong konflik pada dimensi yang irasional.

Keterlibatan Kekuatan Besar

Perang ini juga tidak bisa dilepaskan dari keterlibatan aktor global. Amerika Serikat menjadi pelindung utama Israel, sementara Iran mendapat simpati dari Rusia dan China yang ingin mengurangi dominasi Barat di Timur Tengah. 

Dalam arsitektur geopolitik dunia yang kini semakin multipolar, konflik Iran-Israel bisa menjelma menjadi titik api yang menyeret kekuatan-kekuatan besar dunia ke dalam pertarungan terbuka.

Inilah yang menjadikan konflik ini tidak hanya berdampak lokal atau regional, melainkan global. Harga minyak melonjak. Stabilitas ekonomi terguncang. Diplomasi kawasan menjadi beku.

Dunia Butuh Pendekatan Baru

Pertanyaannya, sampai kapan dunia akan membiarkan konflik ini menjadi warisan generasi ke generasi? Selama solusi dua negara untuk Palestina tidak berjalan, selama Iran merasa dibatasi oleh sanksi dan diisolasi secara internasional, dan selama Israel merasa terancam dari segala penjuru, maka konflik ini akan tetap menemukan ruang untuk meledak.

Dunia perlu pendekatan baru, pendekatan yang tidak hanya berbasis keamanan, tetapi juga keberanian politik untuk memutus lingkaran setan dendam dan balas dendam ini. 

Diplomasi multilateral, penguatan peran PBB yang lebih tegas dan netral, serta revitalisasi kembali jalur-jalur damai perlu didorong tanpa syarat politik yang timpang.

Konflik antara Iran dan Israel bukan sekadar soal siapa benar dan siapa salah. Ini adalah potret tragis bagaimana politik identitas, kekuasaan, dan rasa takut yang terwariskan bisa membuat kawasan terjebak dalam siklus destruktif. 

Jika tidak dihentikan dengan pendekatan baru, maka yang hancur bukan hanya kota dan nyawa, tetapi juga harapan akan perdamaian yang rasional.

***

*) Oleh : Abdullah Fakih Hilmi AH, S.AP., Akademisi dan Wirausahawan.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jakarta just now

Welcome to TIMES Jakarta

TIMES Jakarta is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.