https://jakarta.times.co.id/
Opini

Pendidikan, Indikator Negara Maju?

Jumat, 11 April 2025 - 14:34
Pendidikan, Indikator Negara Maju? Ikmal Trianto, Magister Linguistik Universitas Pendidikan Indonesia

TIMES JAKARTA, JAKARTA – “Pendidikan bukan hanya salah satu indikator negara maju, tetapi akar dari seluruh indikator lainnya.”

Negara maju merupakan negara dengan taraf hidup secara ekonomi terbilang tinggi dan merata di setiap wilayahnya, serta memiliki kemajuan teknologi secara penggunaan dan pengembangannya yang lebih baik. 

Selain faktor ekonomi dan teknologi yang menjadi pilar, kedua hal tersebut dapat memperkokoh tingkat keamanan dan kesejahteraan masyarakat, baik dalam penguatan sipil maupun militer. 

Hal tersebut akan menjadi bentuk kekuatan suatu negara dalam pembangunan masif untuk kepentingan negara itu sendiri, sehingga kegiatan ekonomi masyarakat akan berotasi untuk kesejahteraan masyarakat tersebut.

Secara umum, indikator utama yang menjadi ciri negara maju adalah tingkat pendapatan perkapita yang tinggi. USTR atau Kantor Perwakilan Perdagangan Amerika menyebut bahwa negara maju memiliki pendapatan perkapita di atas USD 12.375 per tahunnya. 

Tentu, yang mampu mendasari adalah kekuatan faktor ekonomi individu/kelompok yang relatif tinggi mencerminkan produktivitas yang mampu membiayai infrasturktur, Pendidikan dan Kesehatan.

Indaktor kedua adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM ini mencakup tiga aspek, harapan hidup, Pendidikan, dan standar layak hidup atau istilah sederhana dari indikator ini adalah bagaimana tentang cara memanusiakan manusia. 

Indikator berikutnya adalah tingkat Pendidikan dan literasi yang mendekati 100%. Kemudian layanan Kesehatan masyarakat yang berkualitas yang mencakup system Kesehatan yang maju, angka harapan hidup yang tinggi, dan angka kematian bayi yang rendah. Kemudian infrastruktur yang modern, mencakup transportasi, teknologi serta fasilitas public yang berkembang serta ‘merata’. 

Ekonomi dan politik melalui sistem pemerintahan yang mengurusi segala kebijakan public haruslah stabil, untuk memberikan dampak yang bersifat kontinyu. Serta masyarakat yang lebih memilih tinggal di kota dan bekerja dalam sector industry dan jasa.

Namun, tidak secara otomatis pendapatan tinggi itu tidak serta merta membuat negara itu menjadi kategori maju, jika tidak diiringi distribusi merata, layanan public yang kuat serta stabilitas pada politik, tidak mementingkan kelompok tertentu ataupun korupsi yang akan menjadi tantangan ke depan. 

Konteks merata itu adalah bagian yang terpenting, seluruh lapisan masyarakat turut merasakan dampak dari ekonomi tersebut, sehingga masyarakat merasakan kesejahteraan dari adanya kapitalisasi ekonomi ini. 

Jika pendapatan masyarakat tinggi, akan memberikan efek domino terhadap pembangunan kekuatan negara. Negara akan meminta pajak tinggi yang memberikan angin segar untuk pemerintah dalam merealisasikan pembangunan untuk menguatkan IPM. Namun lagi, pemerintah menjalankan kebijakan serta pengawasan terhadap dana itu dengan baik.

Kekuatan utama dalam negara maju adalah adanya bentuk ‘kesadaran’ dari masyarakat baik individu ataupun kelompok, pun bagian pemerintah dalam mewujudkan cita-cita umum, dalam upaya pembangunan visi menjadi negara maju. 

Kesadaran itu berawal dari hasil Pendidikan yang menjadi kunci utama pembangunan jangka Panjang. Pendidikan menjadi bagian fundamental untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas, yang menghasilkan tenaga kerja terampil dan mampu berpikir kritis. 

Pendidikan juga berpengaruh langsung pada Kesehatan, orang yang sadar Pendidikan akan lebih aware terhadap gizi dan Kesehatan serta dampaknya. Orang yang berpendidikan juga cenderung mendapat kesempatan pekerjaan yang lebih baik yang tentu beriringan dengan pendapatan yang lebih tinggi. 

Pun halnya dengan partisipan dalam kegiatan politik praktis, mereka akan cenderung lebih pro-aktif dan menjunjung rasional dalam kegiatan yang demokratis untuk tujuan umum, tanpa melihat apa dasar negaranya. Namun, Pendidikan akan lebih menguatkan kesadaran pada ideologi negara yang menjadi tolak ukur masyarakat berkehidupan bernegara. 

Schultz dan Becker, pencetus teori human capital, menekankan bahwa investasi pada Pendidikan akan meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan. Jika masyarakat sudah ‘sadar’, mereka akan dengan gotong royong membangun negara sesuai kemampuan dan kesempatan yang dimilikinya.

Wadah itu berawal dari Pendidikan yang mengawali segala perkembangan sebuah negara. Amartya Sen menjelaskan Pendidikan sebagai bagian dari capability-kemampuan seseorang untuk menjalani hidup yang mereka nilai berharga, bukan hanya ekonomi tetapi juga manusiawi. 

Finlandia sebagai salah satu negara yang menekankan Pendidikan tinggi dan merata. Mereka memiliki tingkat kesejahteraan, inovasi dan stabilitas sosial yang tinggi meskipun mereka tidak punya sumber daya alam yang berlimpah. Pendidikan bukan hanya salah satu indikator negara maju, tetapi akar dari seluruh indikator lainnya.

Lalu, Bagaimana dengan Indonesia?

Tingkat pendapatan perkapita Indonesia masih berada pada angka USD4.960,33 atau sekitar 78,6 juta rupiah. Kemudian Indeks Pembangunan Manusia berada di peringkat 112 dunia dan ke- 6 ASEAN setelah Singapur, Brunei, Malaysia, Thailand, Vietnam. Dalam dua tahun kebelakang, Vietnam berada di bawah Indonesia, alih-alih menguatkan, Vietnam justru berhasil melampaui kredit angka itu. 

Pada sektor Pendidikan pun, peringkat Pendidikan Indonesia berada pada ranking ke 69 dari 80 negara,dan ke 6 ASEAN menurut PISA (Program for International Student Assessment), karena literasi membaca dan partisipasi Pendidikan yang masih relatif rendah.

Gap ketimpangan pembangunan dan Pendidikan di Indonesia masih tidak merata, Jawa masih jauh lebih unggul dibandingkan wilayah bagian lain. Pun termasuk pada penguasaan teknologi. 

Masyarakat Indonesia memang memiliki waktu rata-rata penggunaan alat komunikasi yang lebih tinggi dibanding negara lain, namun hal tersebut tidak selaras dengan tingkat kesadaran penggunaan teknologi yang menjadikan masyarakt cenderung lebih konsumtif dibandingkan produktif dengan adanya teknologi.

Jadi, masih berpikirkah Indonesia akan menjadi negara maju? Atau dengan harapan Indonesia Emas 2045 atau justru kini ramai dengan Indonesia Gelap? Hal itu mungkin akan menjadi boomerang, jika masyarakat tidak mulai sadar dengan Pendidikan, dan pemerintah tidak mulai sadar untuk mengedepankan kepentingan umum.

***

*) Oleh : Ikmal Trianto, Magister Linguistik Universitas Pendidikan Indonesia.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jakarta just now

Welcome to TIMES Jakarta

TIMES Jakarta is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.