https://jakarta.times.co.id/
Opini

Membangun Kesejahteraan Semesta

Kamis, 20 November 2025 - 15:13
Membangun Kesejahteraan Semesta Fathin Robbani Sukmana, Pengamat Sosial dan Kebijakan Publik.

TIMES JAKARTA, JAKARTA – Beberapa waktu lalu, saya mengunjungi suatu pusat belanja di pulau Jawa, Mall yang saya kunjungi terkenal dengan barang dengan merek yang mahal dan mewah, namun di tengah kemegahan yang saya lihat ada satu logo yang saya kenal. Logo bertuliskan Lazismu lengkap dengan QRIS dan ajakan berzakat. 

Di tengah konsumerisme yang begitu vulgar, logo tersebut menjadi pengingat yang menyebalkan (atau menyentuh, tergantung mood) bahwa di luar sana, masih banyak persoalan yang belum selesai, terutama soal kesejahteraan.

Bukan kebetulan, anomali kecil itu membawa kita pada gaung Milad Ke-113 Muhammadiyah tahun ini, temanya jelas dan tegas “Membangun Kesejahteraan Semesta”. Tema ini bukan sekadar kalimat puitis yang indah dan dipasang di berbagai materi iklan daring dan luring.

Tema ini adalah penegasan bahwa kerja-kerja persyarikatan selama 113 tahun yang mungkin dilihat sebagai amal internal, namun faktanya berorientasi pada dampak yang melintasi batas identitas dan  golongan.

Kesejahteraan tidak lagi diukur dari kemakmuran masjid dan sekolah yang Muhammadiyah dirikan, namun sejauh mana dampak program-program persyarikatan dapat dirasakan oleh “semesta” siapapun dan di manapun.

Muhammadiyah melalui Lembaga Zakat, Infak, dan Sedekah Muhammadiyah atau biasa dikenal Lazismu menyadari bahwa mencapai kesejahteraan semesta, tidak bisa lagi mengandalkan kotak amal di Amal Usaha Muhammadiyah saja. 

Jika kita lihat lebih dekat, beberapa tahun terakhir ada transformasi dasar dalam cara kerja yang dilakukan Lazismu, bukan hanya mengumpulkan dan menyalurkan, namun menuju inovasi sosial berbasis data dan berdampak, dan ini bisa dilihat dari tema-tema Rakernas Lazismu.

Inovasi ini jelas diadopsi dari teknologi finansial dan manajemen data. Laporan internal Lazismu menunjukkan ada peningkatan efisiensi pengumpulan zakat hingga 40% di kanal digital.

Inovasi sosial yang lebih penting, bisa ditemukan pada aspek penyaluran Lazismu. Alih-alih menyalurkan dana dalam bentuk bantuan konsumtif yang sporadis, Lazismu kini fokus menggarap program pemberdayaan dan salah satunya adalah program Kampung Berkemajuan.

Kampung Berkemajuan adalah proyek inkubasi sosial yang ambisius. Ini bukan sekadar membangun desa dengan logo Muhammadiyah, melainkan menanamkan benih kemandirian ekonomi, kesehatan, dan pendidikan secara terukur. Di sini, Lazismu berperan sebagai agen perubahan yang merasionalisasi amal. 

Lazismu mengukur dampak dari setiap rupiah yang disalurkan, mulai dari program micro-finance untuk masyarakat marjinal hingga pembangunan fasilitas sanitasi. Fokusnya beralih dari sekadar 'mengurangi kemiskinan' menjadi 'menciptakan kesejahteraan yang berkelanjutan'.

Kerja-kerja Lazismu yang terencana dan terukur mengingatkan saya pada konsep Tindakan Sosial Max Weber khususnya konsep rasionalitas instrumental. Weber membagi tindakan sosial menjadi empat jenis dan paling menonjol dalam masyarakat modern adalah tindakan yang didasarkan pada perhitungan yang efisien antara tujuan dan sarana.

Dalam konteks Lazismu, pengumpulan ZIS sebagai tindakan religius, akan tetapi penyaluran dan pengelolaan program seperti Kampung Berkemajuan adalah tindakan yang sangat zweckrational atau tindakan yang dilakukan seseorang secara sadar dan penuh perhitungan untuk mencapai tujuan tertentu dengan memilih sarana yang paling efisien.

Lazismu menggunakan data yang didapatkan dari perencanaan strategis yang didapatkan dari metode RRA atau Rapid Rural Appraisal (kaji cepat) dan PRA atau Participatory Rural Appraisal (Partisipasi Masyarakat), kedua metode tersebut biasa digunakan dalam merencanakan program sosial agar program dapat mencapai tujuan spiritual dan sosial yang sangat besar yaitu Kesejahteraan Semesta.

Tidak hanya itu Lazismu juga sudah melakukan evaluasi dampak dengan beberapa instrumen salah satunya adalah Social Return on Invesment atau dikenal SROI. Apa yang dilakukan Lazismu adalah birokrasi spiritual yang sangat modern dan menanggalkan sentimen tradisional demi efisiensi capaian.

Fenomena ini mengingatkan kita pada apa yang ditulis Weber dalam bukunya, Ekonomi dan Masyarakat, yang kurang lebih berbunyi: "Tindakan sosial, khususnya yang rasional secara instrumental, adalah upaya untuk menemukan cara yang paling efisien dan optimal untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, dengan memperhitungkan konsekuensi dari setiap sarana yang digunakan."

Lazismu menerapkan rasionalitas ini ke dalam ranah Filantropi Islam. Zakat yang dulunya mungkin hanya urusan Kiai dan jamaah setempat, kini bertransformasi menjadi urusan profesional yang melibatkan auditor, ahli teknologi dan pakar pembangunan masyarakat.

Muhammadiyah melalui Lazismu membuktikan bahwa amal tidak harus dilakukan dengan cara tradisional yang berdasarkan adat dan sentimen namun harus rasional untuk menciptakan manfaat yang maksimal.

Jika Weber mengingatkan tentang rasionalitas untuk menjelaskan fenomena modernitas, maka spirit “Kesejahteraan Semesta” hari ini paling jelas terartikulasi dari pandangan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Ayahanda Haedar Nashir.  Beliau pernah menyatakan hal yang sangat relevan dengan Lazismu saat ini, yaitu: "Kebajikan yang melampaui adalah kebajikan yang dilakukan bukan hanya untuk diri kita sendiri, namun juga orang lain, masyarakat kita, bangsa kita, semesta, tanpa diskriminasi. Inilah yang disebut dengan ihsan."

Kutipan Ayahanda Haedar Nashir ini memberikan legitimasi teologis-filosofis pada model kerja Lazismu. Beliau menuntut tindakan yang melampaui batas-batas internal persyarikatan. Lazismu, dengan program Kampung Berkemajuan yang inklusif dan berbasis data, menerjemahkan ihsan yang melampaui itu menjadi inovasi sosial yang terukur. 

Lazismu tidak sekadar menunggu takdir kesejahteraan turun dari langit, melainkan merancang takdir itu dengan data, aplikasi, dan program yang terstruktur di level akar rumput, demi semesta yang mereka sebutkan.

Jika dahulu kita beramal menggunakan kotak infak yang keliling di masjid begitu saja, saat ini kegiatan tersebut menjadi proses yang lebih bermakna menuju gerbang sistem filantropi yang kompleks dan telah melalui proses rationalization ala Weber. Zakat kini menjadi mesin penggerak development yang dingin dan terukur, diarahkan untuk menanggulangi masalah kemiskinan dengan efisiensi tertinggi.

Kesejahteraan Semesta, pada akhirnya, bukanlah sekadar cita-cita utopis. Ia adalah hasil dari kerja keras, inovasi, dan yang paling penting, rasionalitas dalam beramal. Itu adalah visi besar di mana ibadah telah menjelma menjadi karya nyata yang dampaknya bisa dihitung, dievaluasi, dan diduplikasi. 

Tugasnya belum selesai, tentu saja. Tetapi dengan langkah-langkah yang terukur ini, Muhammadiyah melalui Lazismu menunjukkan bahwa Muhammadiyah tidak hanya mampu berbicara tentang berkemajuan, tetapi juga secara sistematis membangun kemajuan itu, satu Kampung Berkemajuan pada satu waktu, demi semesta yang lebih sejahtera.

***

*) Oleh : Fathin Robbani Sukmana, Pengamat Sosial dan Kebijakan Publik.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia  untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jakarta just now

Welcome to TIMES Jakarta

TIMES Jakarta is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.