https://jakarta.times.co.id/
Kopi TIMES

Representasi Tokoh Muhammadiyah dalam Kabinet Merah Putih

Selasa, 22 Oktober 2024 - 13:33
Representasi Tokoh Muhammadiyah dalam Kabinet Merah Putih Asyraf Al Faruqi Tuhulele, Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) DKI Jakarta

TIMES JAKARTA, JAKARTA – Salah satu keputusan Muktamar Muhammadiyah ke-34 di Solo pada tahun 2022 memandang perlunya kader-kader Muhammadiyah berdiaspora secara politik baik pada tingkat eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Putusan ini menjadi angin segar bagi kader atau pimpinan Muhammadiyah yang hendak berlaga dalam Pemilu 2024.

Berbeda dengan tahun sebelumnya, Muhammadiyah cenderung memberhentikan pimpinannya dari kepengurusan organisasi karena rentan akan konflik kepentingan (conflict of interest) dalam tubuh Muhammadiyah.

Ketika ditanya mengenai sikap Muhammadiyah pada Pilpres 2024, Sekretaris Umum PP. Muhammadiyah Prof. Abdul Mu’ti menyatakan bahwa “Muhammadiyah bersikap netral aktif”, hal ini dimaknai dengan pemberian kebebasan sikap dan pandangan setiap warga Muhammadiyah dalam menentukan pilihan politik warganya.

Pada masa kampanye Pilpres 2024, PP. Muhammadiyah secara resmi mengundang tiga bakal capres dan cawapres untuk melakukan dialog publik di tiga Universitas milik Muhammadiyah dalam rangka menitipkan aspirasi organisasi. Menariknya, dialog ini selalu disisipkan pernyataan bahwa Muhammadiyah siap membantu dan mengawal pemerintahan yang akan datang dari dalam secara terus terang.

Meski secara keorganisasian Muhammadiyah tidak menyatakan cenderung pada salah satu paslon yang ada, namun embel-embel gerakan yang dibentuk oleh sejumlah aktivis pemuda Muhammadiyah menunjukan identitasnya. Gerakan-gerakan itu terbentuk dengan nama Matahari Pagi Indonesia yang dibentuk oleh Dahnil Anzar Simanjuntak yang merupakan Ketua Umum PP. Pemuda Muhammadiyah 2014-2018 dan Bergerak 1912 yang dibentuk oleh Dzulfikar Ahmad Tawalla yang merupakan Ketua Umum PP. Pemuda Muhammadiyah saat ini.

Gerakan-gerakan ini sangat masif dan cepat berkembang karena jaringan yang dimiliki Pemuda Muhammadiyah terbentang di seluruh Provinsi di Indonesia. Lagi-lagi, meski tidak eksplisit menggunakan nama Muhammadiyah, namun figur dan filosofi nama tersebut memiliki branding kuat terkait keorganisasian Muhammadiyah yang menyatakan tidak berpolitik secara praktis mendukung salah satu paslon.

Dukungan-dukungan ini menjadi salah satu faktor besar yang membawa Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai pemenang Pilpres 2024. Tentu hal ini menjadi buah manis dari gerakan konsolidasi yang dilakukan oleh para aktivis pemuda Muhammadiyah. 

Secara kompak mereka mendorong Prof. Abdul Mu’ti sebagai keterwakilan Muhammadiyah untuk masuk dalam kabinet Prabowo-Gibran yang akan datang. Hal ini juga mendapat dukungan dari Forum Rektor Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisyiah (F-PTMA) se-Indonesia yang diinisiasi oleh Ma’mun Murod Al-Barbasy Rektor UMJ.

Adapun beberapa nama tokoh Muhammadiyah yang masuk dalam kabinet Merah Putih antara lain: Prof. Abdul Mu’ti Sekretaris Umum PP. Muhammadiyah, Raja Juli Antoni Ketua Umum PP. Ikatan Pelajar Muhammadiyah periode 2002-2005, Dzulfikar Ahmad Tawalla Ketua Umum PP. Pemuda Muhammadiyah, Fajar Riza Ul Haq Ketua Lembaga Kajian dan Kemitraan Strategis PP. Muhammadiyah, Prof. Fauzan Mantan Rektor Universitas Malang, dan Dahnil Anzar Simanjuntak Ketua Umum PP. Pemuda Muhammadiyah periode 2014-2018.

Selain nama di atas juga ada beberapa tokoh seperti Zulkhifli Hasan yang pernah menjabat sebagai Ketua Lembaga Buruh Tani dan Nelayan PWM DKI Jakarta periode 2000-2005 dan Yusril Ihza Mahendra sebagai Anggota Majelis Hikmah PP. Muhammadiyah periode 1985-1990 di bawah kepemimpinan KH. A.R. Fakhruddin.

Tentu kehadiran kader Muhammadiyah dalam kabinet Prabowo-Gibran membawa angin segar bagi wajah politik Indonesia. Sebagai salah satu organisasi Islam terbesar, Muhammadiyah memiliki akar yang kuat dalam dunia pendidikan, kesehatan, dan sosial. 

Namun, peran politiknya cenderung berada dalam ranah kebangsaan yang menjaga jarak dari politik praktis. Dengan masuknya kader Muhammadiyah dalam kabinet, peluang ini dapat dimanfaatkan untuk menguatkan nilai-nilai kebangsaan dan moralitas politik di pemerintahan.

Muhammadiyah sejak lama dikenal dengan sikap politik kebangsaan, yang menitikberatkan pada prinsip moral dan etika politik yang dijalankan untuk kemaslahatan umat. Berbeda dengan organisasi lainnya yang secara terbuka mengusung afiliasi politik praktis, Muhammadiyah lebih memilih peran sebagai pressure group dan interest group, yang menjaga stabilitas moral bangsa di tengah dinamika politik nasional. Masuknya kader Muhammadiyah ke dalam kabinet Prabowo-Gibran mengisyaratkan adanya titik temu antara politik nilai dan politik praktis yang diusung oleh kedua belah pihak.

Hal ini juga bisa menjadi jembatan bagi terciptanya politik inklusif. Muhammadiyah yang memiliki anggota dari berbagai latar belakang sosial dan budaya dapat membantu memperkuat program-program pemerintah yang inklusif dan berorientasi pada keadilan sosial. Dalam konteks ini, keterlibatan Muhammadiyah tidak hanya sebagai representasi organisasi, tetapi juga representasi aspirasi umat Islam moderat yang mendukung pemerintahan yang berintegritas dan berkeadilan.

Meski demikian, tidak sedikit tantangan yang akan dihadapi oleh kader Muhammadiyah di pemerintahan. Berada di tengah-tengah dinamika politik yang penuh dengan negosiasi kepentingan, kader Muhammadiyah perlu menjaga independensi mereka sekaligus berkompromi untuk kebaikan yang lebih besar. Peran mereka dalam kabinet Prabowo-Gibran akan sangat diuji, apakah dapat mempertahankan nilai-nilai luhur Muhammadiyah sambil tetap efektif dalam ranah politik praktis.

Kader Muhammadiyah juga diharapkan dapat menjadi katalisator perubahan dalam birokrasi yang kerap terjebak dalam kepentingan jangka pendek politik. Dengan latar belakang keilmuan, integritas, serta pengalaman di bidang sosial dan pendidikan, kader Muhammadiyah memiliki kapasitas untuk menawarkan solusi yang lebih strategis dan berbasis nilai dalam kebijakan publik. 

Hal ini penting, mengingat tantangan yang dihadapi pemerintahan saat ini tidak hanya bersifat ekonomi, tetapi juga moral dan sosial, seperti penanganan kemiskinan, kesenjangan pendidikan, serta krisis lingkungan.

Kehadiran kader-kader Muhammadiyah dalam pemerintahan ini juga diharapkan dapat memperkuat pijakan moral dan etik dalam menjalankan roda pemerintahan. Kolaborasi antara politik kebangsaan Muhammadiyah dan visi Prabowo-Gibran untuk Indonesia yang lebih baik akan menjadi tolok ukur sejauh mana Indonesia dapat melangkah lebih maju dengan mengedepankan nilai keadilan, kebangsaan, dan kemanusiaan.

***

*) Oleh : Asyraf Al Faruqi Tuhulele, Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) DKI Jakarta.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainorrahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jakarta just now

Welcome to TIMES Jakarta

TIMES Jakarta is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.