TIMES JAKARTA, JAKARTA – Kemajuan teknologi di Era digital memudahkan aktivitas manusia dalam berbagai aspek. Dengan satu ponsel, semua tinggal klik, serba cepat, langsung jadi, apa yang kita inginkan siap untuk diantar dan dihidangkan.
Namun, jika kita tidak bijak menggunakan ponsel dan tanpa pengendalian diri, bisa berdampak negatif. diantaranya gaya hidup yang boros, cinta dunia (hedonisme) dan jauh dari kesederhanaan.
Dalam Islam, konsep kesederhanaan sudah diberikan contoh oleh Nabi Muhammad SAW. Beliau memilih hidup sederhana adalah pilihan, bisa saja Allah memberikan apa yang Nabi mau, tapi kesederhanaan menjadi pilihan gaya hidupnya.
Sudah sepatutnya, seorang muslim bisa mencontoh kesederhanaan Nabi agar terhindar dari sifat boros dan hedonisme. Jika kedua hal ini dijadikan gaya hidup di era ini, maka bisa menghilangkan sisi spiritual dan jauh dari kehidupan akhirat.
Ada beberapa hidup kesederhanaan yang bisa kita contoh dari Nabi. Pertama, hidup penuh kesyukuran. Sekecil apapun yang diberikan Allah, merupakan rasa syukur yang tidak terhingga. Syukur tidak hanya cukup diucapkan, tapi juga diyakini dalam hati dan memanifestasikan dalam ibadah dan perilaku sehari-hari.
Agar rasa syukur itu terus tumbuh, maka lihatlah orang-orang ada dibawah kalian. Dengan melihat orang-orang yang memiliki ekonomi lebih rendah, maka kita akan bersyukur dengan apa yang sudah kita miliki. Jika kita hanya melihat orang-orang yang memiliki ekonomi kelas atas, maka rasa syukur itu bisa terkikis dan mengabaikan nikmat Allah yang lain.
Jika ada seseorang pamer kekayaan berlebihan (flexing) di media sosial, sehingga muncul pikiran untuk membanding-bandingkan dirinya dengan jalan hidup kesuksesan orang lain, maka rasa syukur itu bisa hilang. Abaikan flexing, karena setiap rezeki dan jalan kesuksesan hidup masing-masing sudah ditentukan Allah sesuai kadar dan usahanya.
Kedua, hiduplah dengan karunia dan keberkahan dari Allah SWT. Carilah karunia-Nya untuk memperoleh ridha-Nya, tapi jangan lupakan jatah dan bagianmu di dunia (Qs. Al-Qasas:77). Al-Qurtubi mengatakan dalam al-Jaam’il Ahkamil Qur’an, bahwa nikmat dunia yang kita dapat untuk menggapai akhirat, menjadikan kita dekat kepada-Nya.
Setiap rezeki yang kita peroleh, tidak dihambur-hamburkan apalagi disia-siaan. Belilah sesuai kebutuhan, bukan keinginan yang didorong hawa nafsu sehingga membeli apa yang kita suka. Menabung lah untuk hal-hal yang tak terduga, untuk kepentingan masa depan dan sisihkan untuk berbagi antar sesama.
Setiap nikmat dunia yang kita peroleh, adalah bagian dari karunia-Nya dan keberkahan hidup jika kita jadikan untuk tujuan akhirat. Dunia untuk beramal dan menanam kebaikan, akhirat untuk menuai apa yang kita tanam. Dunia menjadi ladang amal kebaikan, akhirat menjadi ladang kenikmatan.
Ke-tiga, hiduplah dengan penuh kebermanfaatan. Jika kita punya harta berlebih, jadikan harta itu untuk menolong orang-orang yang membutuhkan. Jika kita punya ilmu, jadikan ilmu itu untuk mencerdaskan orang lain. Jika kita punya apapun itu, semangat berbagi dalam hidup harus kita tanamkan, sehingga memperoleh kemanfaatan.
Sebaik-sebaik manusia, ketika keberadaan hidupnya bermanfaat untuk orang banyak. Kemanfaatannya terus mengalir yang melahirkan kebaikan untuk semua orang. Jejak-jejak kebalikannya akan terus diingat, kendati dirinya tidak ada lagi di alam dunia.
Konsep kesederhanaan ala Nabi bisa kita terapkan di era digital saat ini. Kesederhanaan menjadi pola hidup agar kita hidup penuh syukur, keberkahan, dan kebermanfaatan sehingga memperoleh kebahagiaan dan mempunyai nilai ukhrawi.
Hidup boros dan foya-foya adalah hal yang tidak disukai oleh Allah. Hedonisme menjadi gaya hidup yang menandakan hilangnya sisi-sisi spiritualitas sehingga mengalami kehampaan diri sehingga mudah galau, gelisah, berkeluh-kesah, dan kehilangan makna hidup sesungguhnya. Jika ini terus dibiarkan, maka akan berujung pada hal-hal yang tidak kita inginkan.
***
*) Oleh : Deni Darmawan, Da’i MUI dan Trainer Pojok Literasi.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
*) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Manifestasi Kesederhanaan di Era Digital
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |