TIMES JAKARTA, YOGYAKARTA – Di era disrupsi teknologi yang kian akseleratif, transformasi digital telah menghadirkan paradoks bagi generasi muda Indonesia. Meski akses informasi semakin terbuka, data UNESCO mengungkapkan fakta yang memprihatinkan: hanya 0,001 persen masyarakat Indonesia yang memiliki minat baca.
Realitas ini diperkuat oleh hasil PISA 2022 yang menempatkan Indonesia pada posisi ke-68 dari 81 negara dalam hal literasi membaca, dengan skor 371sebuah indikator yang mengisyaratkan urgensi intervensi sistematis.
Fenomena ini mencerminkan tantangan fundamental dalam pembangunan sumber daya manusia Indonesia. Penetrasi media sosial dan hiburan digital yang masif telah menciptakan preferensi terhadap konten-konten instan, mempengaruhi pola pembelajaran dan pengembangan diri generasi muda.
Dinamika ini mendorong perlunya penguatan kompetensi analitis dan literasi kritis di kalangan mahasiswa sebagai bekal menghadapi kompleksitas dunia modern. Transformasi pola konsumsi informasi ini bukan hanya mengubah cara belajar, tetapi juga mempengaruhi pembentukan pola pikir dan karakter generasi penerus bangsa.
Dalam konteks tersebut, Latihan Dasar Kepemimpinan (LDK) hadir sebagai katalisator transformasi. Bukan sekadar pelatihan konvensional, LDK merupakan laboratorium pembentukan karakter yang mengintegrasikan literasi sebagai komponen vital.
Melalui pendekatan holistik berbasis teori psikologi, seperti Teori Belajar Sosial (Bandura), Teori Motivasi (Maslow), dan Teori Perkembangan Kognitif (Piaget), LDK memfasilitasi pengembangan kompetensi multidimensi. Program ini mengadopsi pendekatan konstruktivisme sosial, di mana peserta tidak hanya menerima informasi secara pasif, tetapi aktif membangun pemahaman melalui interaksi sosial dan refleksi pengalaman.
Program ini didesain secara terstruktur dengan mengadopsi metodologi experiential learning. Pada hari pertama, peserta diajak mengeksplorasi dimensi kepemimpinan melalui sesi interaktif yang mencakup ice breaking konstruktif, diskusi kelompok analitis, dan simulasi pengambilan keputusan strategis.
Hari kedua difokuskan pada aktivitas outbound yang mengasah soft skills serta sesi refleksi mendalam untuk mengonsolidasi pembelajaran. Setiap aktivitas dirancang dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip andragogi dan teori pembelajaran transformatif, memastikan bahwa setiap pengalaman berkontribusi pada pembentukan kompetensi kepemimpinan yang holistik.
Signifikansi LDK tidak hanya terletak pada pengembangan kapasitas individual, tetapi juga pada pembentukan karakter kepahlawanan pada mahasiswa. Nilai-nilai seperti integritas, resiliensi, dan dedikasi yang merefleksikan semangat para pahlawan yang kita peringati setiap tanggal 10 November ditanamkan secara sistematis melalui berbagai aktivitas terstruktur.
Sebagai praktisi yang berkesempatan mendampingi pelaksanaan LDK Himpunan Mahasiswa Psikologi UP 45 pada 2-3 November 2024, penulis menyaksikan langsung bagaimana program ini mengkatalisasi transformasi peserta. Melalui pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan teori psikologi dengan praktik kepemimpinan, para mahasiswa menunjukkan perkembangan signifikan dalam kemampuan analisis, komunikasi efektif, dan pengambilan keputusan strategis.
Para peserta tidak hanya mengalami peningkatan dalam aspek kepemimpinan dan manajemen organisasi, tetapi juga mendemonstrasikan perubahan paradigma dalam memandang literasi sebagai instrumen vital pengembangan diri.
Observasi ini menegaskan efektivitas LDK dalam membangun fondasi kepemimpinan yang berwawasan dan berkelanjutan. Indikator keberhasilan terlihat dari meningkatnya kemampuan peserta dalam artikulasi gagasan, analisis situasional, dan pengembangan solusi inovatif untuk berbagai tantangan yang dihadapi.
Sebagai instrumen pembentukan karakter, LDK memberikan multiplier effect yang substansial. Selain meningkatkan kapabilitas kepemimpinan, program ini juga memperkuat fondasi literasi yang esensial bagi pembangunan bangsa. Di tengah tantangan kontemporer seperti radikalisme dan degradasi moral, urgensi pembentukan generasi literat dengan karakter kepemimpinan yang tangguh menjadi semakin krusial.
Refleksi mendalam dari pengalaman ini menggarisbawahi pentingnya integrasi sistematis antara literasi dan kepemimpinan dalam pendidikan tinggi. Melalui LDK, mahasiswa tidak sekadar mempelajari teori kepemimpinan, tetapi juga mengembangkan kesadaran kritis dan kemampuan analitis yang diperlukan untuk menjadi pemimpin transformatif di era digital.
Proses pembelajaran ini menciptakan sinergi antara pengembangan kognitif dan pembentukan karakter, menghasilkan pemimpin yang tidak hanya cakap secara intelektual tetapi juga memiliki integritas moral yang kuat.
Dengan demikian, integrasi literasi dalam LDK merepresentasikan investasi strategis dalam pembangunan modal intelektual bangsa. Melalui pendekatan yang komprehensif dan berkelanjutan, program ini diharapkan dapat melahirkan generasi pemimpin yang tidak hanya kompeten secara teknis, tetapi juga memiliki fondasi literasi yang kuat dan karakter yang teruji.
***
*) Oleh : Fx. Wahyu Widiantoro, Staf Pengajar Psikologi UP45.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Literasi sebagai Latihan Dasar Kepemimpinan
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |