TIMES JAKARTA, JAKARTA – Belum lama ini terjadi kasus yang cukup menghebohkan, ketika seorang anggota Polwan menghabisi nyawa suaminya sendiri yang kemudian belakangan diketahui bahwa kasus ini disulut oleh judi online (judol) yang dilakukan korban (nasional.kompas.com/13/6/2024).
Jika kita membaca kasus-kasus pembunuhan atau bunuh diri serupa, maka akhir-akhir ini sebagian kasus-kasus itu rupanya berkelindan dengan judol. Di era teknologi informasi saat ini, dimana semua hal dapat dilakukan dengan mudah dan cepat maka praktik-praktik judi seperti menemukan media dan jalannya yang semakin masif untuk menghancurkan sendi-sendi kehidupan masyarakat kita.
Bagaimana tidak, judi (baik di era tradisional maupun di era digital) selalu berhasil merusak kehidupan rumah tangga, baik dari sisi ekonomi, sosial, bahkan nyawa pun melayang gegara judi. Haji Rhoma IRama telah mengingatkan kita dalam sebuah lagu yang ikonik, bahwa judi memang menjanjikan kemenangan, namun hasil akhirnya selalu kekalahan yang menimpa. Bayang-bayang kemenangan.
Ustadz Felix Siauw dalam sebuah podcast Bambang Widjoyanto menyatakan bahwa “imajinasi nyaris menang” inilah yang menjadi jurus ampuh praktik judi (tradisional maupun digital) untuk menjebak psikologis pelaku judi sehingga ia merasa bahwa ia punya kesempatan menjadi pemenang (https://www.youtube.com/watch?v=1_lxo4kmb8c).
Padahal, selalu dan selalu hanyalah bandar yang akan untung besar. Hanyalah bandar judi yang akan punya peluang 100% menang, sedangkan korban judi hanya akan diberikan imajinasi nyaris menang. Jikapun ada satu-dua orang menjadi pemenang, biasanya itu hanyalah fatamorgana sesaat yang justru selanjutnya akan menyeret pelakunya semakin dalam pada jurang kerugian.
Mirisnya, ketika jurang kerugian itu semakin dalam maka umumnya pelaku judi akan mencari sumber-sumber finansial yang semakin acak, semakin ganas, semakin membabi-buta demi memenuhi imajinasi nyaris menangnya itu.
Nah, pada konteks inilah judi online dan pinjaman online memiliki keterkaitan yang erat. Kemudahan akses peminjaman uang pada pinjol dengan hanya bermodal foto identitas (yang bahkan bisa jadi bukan miliknya) dapat menjadi jalan mudah bagi para pelaku judol untuk memperoleh modal judinya. Harapan untuk bisa membayar cicilan pinjol lewat bayang-bayang kemenangan dari hasil judi tentu menjadi fatamorgana bagi para pelaku.
Fakta mengerikan lainnya pada konteks ini adalah, kemudahan akses pada judi online telah menarik banyak kalangan, tidak peduli gender dan usia. Mirisnya lagi, jebakan judol pun tak lepas dari para birokrat di negeri ini dimana PPATK mensinyalir terdapat lebih dari seribu anggota dewan yang bermain judi online dengan nilai transaksi mencapai Rp 25 miliar.
Bahkan jika kita perhatikan di sekeliling kita, sudah banyak anak-anak usia sekolah yang bermain judi slot, di kala beberapa tahun lalu mereka asyik bermain game online. Miris tentunya, generasi muda penerus kejayaan Bangsa Indonesia telah hancur dipengaruhi oleh game, pinjol, dan bahkan judol. Pemuda-pemudi kita dengan begitu mudahnya terjebak pada situasi “kemalasan”. Maka sudah sepatutnya kita lebih hati-hati dan waspada dengan anggota keluarga kita. Jangan sampai ada anggota keluarga kita yang terjebak pinjol dan judol.
Sudah semestinya kita mendukung upaya-upaya pemberantasan judi, baik judi online maupun tradisional, apapun bentuk judinya, apapun formatnya, apapun medianya. Pemerintah pun semestinya bertindak tegas dan cekatan untuk memberantas pinjol dan judol demi mencegah korban yang semakin banyak. Jangan sampai generasi penerus bangsa ini semakin rusak dan hancur.
Pun demikian, generasi muda kita juga sebaiknya lebih peka dan tidak mudah terpengaruh oleh “kemalasan” yang ditawarkan oleh game online, pinjol, dan judol. Ayolah, bangkitlah para pemuda-pemudi Indonesia. Buanglah bayang semu instanity success itu. Bangkit dan berkaryalah dengan hal-hal yang nyata.
***
*) Oleh : Muhammad Nur, Pegiat Literasi Keuangan Negara.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
Pewarta | : Hainor Rahman |
Editor | : Hainorrahman |