TIMES JAKARTA, JAKARTA – Politikus Partai Demokrat, Lee Jae Myung, resmi menjabat sebagai Presiden Korea Selatan pada Rabu (4/6/2025), setelah memenangi pemilihan presiden dan menggantikan Yoon Suk Yeol yang sebelumnya dimakzulkan dan diberhentikan oleh Mahkamah Konstitusi.
"Saya akan menjalankan amanah ini dengan komitmen teguh dan tanpa menyimpang," kata Lee dalam pernyataannya, usai media lokal mengonfirmasi kemenangannya pada Selasa (3/6/2025) malam.
Melansir Kyodo-OANA, Lee yang berusia 60 tahun, pernah mencalonkan diri dalam pemilu 2022 dan kalah tipis dari Yoon. Namun, pada pemilu tahun ini, ia berhasil meraih 49,42 persen suara, mengungguli rival konservatifnya dari Partai Kekuatan Rakyat, Kim Moon Soo, yang memperoleh 41,15 persen suara.
Komisi Pemilihan Nasional mencatat partisipasi pemilih mencapai 79,4 persen dari 44 juta pemilih terdaftar—angka tertinggi dalam 28 tahun terakhir.
Kursi kepresidenan Korea Selatan sempat kosong sejak 4 April 2025, menyusul pemberhentian Yoon Suk Yeol oleh Mahkamah Konstitusi. Yoon dimakzulkan oleh parlemen setelah memberlakukan darurat militer secara sepihak pada Desember 2024, yang menuai kecaman luas di dalam dan luar negeri.
Lee Jae Myung kini hadir sebagai sosok yang diharapkan mampu memulihkan stabilitas politik dan kepercayaan publik terhadap institusi negara.
Sebagai presiden baru, Lee Jae Myung berkomitmen untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, mendukung usaha kecil dan menengah (UMKM), serta memperketat undang-undang darurat militer.
Ia juga menyatakan niat untuk memperkuat hubungan dengan Amerika Serikat dan Jepang guna menghadapi ancaman dari Korea Utara.
Meski bersikap tegas dalam isu sensitif seperti tenaga kerja masa perang dan sengketa wilayah dengan Jepang, Lee tetap menyebut Jepang sebagai mitra penting dan membuka peluang kerja sama ekonomi lebih dalam.
Selain itu, Lee menyampaikan keterbukaannya untuk menjalin hubungan yang lebih konstruktif dengan China dan Rusia, demi menjaga keseimbangan diplomasi regional.
Di awal masa jabatannya, Lee dihadapkan pada tantangan berat di kancah internasional, termasuk negosiasi yang tidak mudah dengan Presiden AS Donald Trump terkait kenaikan tarif impor terhadap produk Korea Selatan. (*)
Pewarta | : Antara |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |