https://jakarta.times.co.id/
Berita

Lestari Moerdijat Dorong Penguatan Sistem Peringatan Dini Hadapi Cuaca Ekstrem

Rabu, 10 Desember 2025 - 22:53
Lestari Moerdijat Dorong Penguatan Sistem Peringatan Dini Hadapi Cuaca Ekstrem Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat. (FOTO: MPR RI)

TIMES JAKARTA, JAKARTA – Upaya menekan risiko bencana akibat cuaca ekstrem membutuhkan sistem peringatan dini yang dapat dipahami oleh seluruh pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah hingga masyarakat. Pemahaman atas data cuaca dan peta risiko bencana menjadi kunci agar langkah antisipasi dapat dilakukan secara tepat.

Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, saat membuka diskusi daring bertajuk Potensi Ancaman Fenomena Hidrometeorologi Menjelang Libur Natal dan Tahun Baru yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (10/12).

Menurut Lestari, bencana memang tidak selalu dapat dihindari, tetapi dampaknya dapat diminimalkan melalui sistem peringatan dini yang efektif dan responsif.

“Dengan peringatan dini yang tepat, lebih banyak nyawa dapat diselamatkan saat menghadapi ancaman cuaca ekstrem,” ujar Lestari.

Diskusi tersebut dimoderatori Arimbi Heroepoetri dan menghadirkan Deputi Bidang Klimatologi BMKG Ardhasena Sopaheluwakan serta Manager Penanganan dan Pencegahan Bencana Walhi, Melva Harahap, sebagai narasumber. Anggota Komisi V DPR RI, Mori Hanafi, turut hadir memberikan tanggapan.

Lestari menegaskan, data dan peta risiko bencana yang telah tersedia harus mampu diterjemahkan menjadi kebijakan konkret di tingkat daerah. Ia menilai sistem peringatan dini bencana perlu disampaikan dengan bahasa yang sederhana agar mudah dipahami masyarakat maupun pengambil keputusan, sehingga langkah mitigasi dapat dijalankan secara efektif.

Anggota Komisi X DPR RI yang akrab disapa Rerie itu juga menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam merespons potensi cuaca ekstrem di berbagai wilayah. Menjelang akhir tahun, ancaman cuaca ekstrem kerap meningkat dan berisiko mengganggu aktivitas masyarakat, termasuk transportasi, kawasan wisata, dan wilayah dengan kepadatan penduduk tinggi.

Sementara itu, Deputi Klimatologi BMKG Ardhasena Sopaheluwakan memaparkan bahwa potensi bencana hidrometeorologi di Indonesia bersifat musiman dan terus berubah setiap tahun. Pada periode Desember hingga Februari, misalnya, hujan lebat berpotensi memicu banjir, longsor, dan gelombang tinggi. Pada bulan-bulan berikutnya, muncul risiko lain seperti puting beliung, hujan es, hingga kebakaran hutan dan lahan akibat peningkatan suhu.

Menurut Ardhasena, dinamika atmosfer dan laut, seperti pusaran badai, pertemuan angin, serta pemanasan permukaan laut, menjadi faktor utama terjadinya hujan ekstrem, termasuk yang melanda Sumatra baru-baru ini. Ia memperkirakan, pada Januari hingga Juni 2026, wilayah selatan khatulistiwa berpotensi mengalami curah hujan tinggi sehingga memerlukan langkah antisipasi yang matang.

Dari sisi lingkungan, Melva Harahap menilai sejumlah bencana yang terjadi di Indonesia telah berkembang menjadi bencana ekologis akibat menurunnya daya dukung lingkungan. Ia mengakui BMKG telah menyediakan data cuaca dan iklim yang memadai sebagai bagian dari sistem peringatan dini, namun tantangannya terletak pada pemanfaatan data tersebut oleh masyarakat dan pembuat kebijakan.

“Yang perlu dipastikan adalah masyarakat memiliki kapasitas untuk memahami dan menggunakan informasi cuaca yang tersedia,” ujar Melva. Ia menambahkan, tanpa perbaikan pengelolaan lingkungan dan mitigasi yang konsisten, dampak bencana akibat perubahan iklim berpotensi terus berulang.

Melva juga menekankan pentingnya mengintegrasikan kearifan lokal dalam pembangunan sistem peringatan dini, agar keterlibatan masyarakat semakin kuat dan respons terhadap ancaman bencana lebih cepat.

Anggota Komisi V DPR RI, Mori Hanafi, mengingatkan bahwa pada masa libur Natal 2025 dan Tahun Baru 2026 diperkirakan sekitar 119 juta orang akan melakukan perjalanan. Karena itu, informasi BMKG terkait potensi fenomena hidrometeorologi tidak sekadar soal cuaca, melainkan menyangkut keselamatan jutaan warga.

Ia menyayangkan rendahnya kepedulian masyarakat terhadap data resmi BMKG, padahal informasi tersebut seharusnya menjadi rujukan utama dalam menghadapi cuaca ekstrem.

Dalam diskusi yang sama, wartawan senior Usman Kansong menyoroti kurang optimalnya pemanfaatan data sains dalam mitigasi bencana. Menurutnya, kelengkapan data cuaca dan iklim BMKG belum direspons secara memadai oleh masyarakat maupun pengambil kebijakan.

“Data BMKG adalah sains. Pertanyaannya, kebijakan apa yang dihasilkan dari data tersebut,” ujarnya.

Usman berharap pemangku kepentingan dan masyarakat kembali menempatkan sains sebagai dasar utama dalam merumuskan kebijakan dan langkah mitigasi, agar dampak bencana di masa mendatang dapat ditekan secara lebih efektif. (*)

Pewarta : Rochmat Shobirin
Editor : Wahyu Nurdiyanto
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jakarta just now

Welcome to TIMES Jakarta

TIMES Jakarta is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.