https://jakarta.times.co.id/
Opini

Benteng Hijau Kawasan Pencegah Banjir

Rabu, 10 Desember 2025 - 20:53
Benteng Hijau Kawasan Pencegah Banjir Kuntoro Boga Andri, Direktur Hilirisasi Hasil Perkebunan, Kementerian Pertanian.

TIMES JAKARTA, JAKARTA – Memasuki musim hujan, kekhawatiran akan banjir bandang dan tanah longsor kembali menghantui berbagai daerah di Indonesia. Sungai meluap, membawa lumpur dan puing yang menerjang permukiman, sementara lereng bukit yang gundul kian rapuh menunggu longsor. 

Hujan ekstrem dan perubahan iklim kerap dituding sebagai penyebab utama. Namun, akar persoalan sesungguhnya sering kali terletak pada rusaknya lingkungan di kawasan hulu akibat alih fungsi hutan dan tata kelola lahan yang keliru. Ironisnya, sektor perkebunan yang kerap dituding sebagai biang banjir justru sebenarnya berpotensi menjadi solusi efektif bila dikelola secara benar dan berkelanjutan.

Banjir sejatinya bukan semata-mata akibat tingginya curah hujan, melainkan buah dari rusaknya tata kelola lanskap dan hilangnya tutupan vegetasi. Perkebunan memang bisa menjadi penyebab banjir ketika dikelola secara eksploitatif dan mengabaikan prinsip konservasi. 

Di sisi lain, perkebunan pula yang dapat menjadi benteng alami pencegah banjir jika diarahkan pada praktik-praktik berkelanjutan. Secara ekologis, lahan perkebunan yang dipenuhi vegetasi pepohonan memiliki mekanisme alami untuk mengendalikan air hujan. 

Akar tanaman yang dalam dan rapat memperkuat struktur tanah sekaligus menciptakan pori-pori untuk menyerap air, sehingga menekan erosi dan mencegah longsor. Tajuk pohon yang rimbun berfungsi sebagai pelindung alami yang memperlambat jatuhnya air hujan ke tanah, memberi waktu bagi air untuk meresap secara perlahan.

Tidak semua tanaman perkebunan memiliki peran ekologis yang sama dalam mengendalikan air dan melindungi tanah. Namun, sejumlah komoditas terbukti memiliki kemampuan unggul sebagai penjaga keseimbangan hidrologi dan benteng alami pencegah banjir serta longsor. 

Perbedaan karakter perakaran, tajuk, dan sistem tanam membuat setiap jenis tanaman memiliki kontribusi ekologis yang khas. Karena itulah, pemilihan komoditas dan pola pengelolaannya menjadi faktor kunci dalam menentukan apakah sebuah kawasan perkebunan justru menjadi sumber risiko bencana atau sebaliknya menjadi solusi lingkungan.

Karet merupakan salah satu contoh tanaman perkebunan dengan fungsi ekologis yang sangat kuat. Tanaman ini memiliki akar tunggang yang mampu menembus tanah hingga kedalaman besar, disertai jaringan akar lateral yang kokoh. Struktur perakaran ini efektif menahan tanah dari gerusan air sekaligus meningkatkan daya serap air hujan ke dalam lapisan tanah yang lebih dalam. 

Sementara itu, tanaman kopi dan kakao yang banyak dibudidayakan di daerah perbukitan juga memiliki peran penting sebagai penyangga lereng. Perakarannya yang cukup dalam dan kuat mampu menstabilkan tanah pada lahan miring, terlebih ketika ditanam bersama pohon penaung dalam sistem agroforestri. Kombinasi tajuk berlapis berfungsi memecah daya jatuh hujan dan mengurangi risiko erosi serta longsor.

Kelapa dan aren juga dikenal sebagai tanaman yang berkontribusi besar dalam menjaga ketersediaan air. Aren, misalnya, memiliki tajuk yang lebat sehingga mampu menahan dan memperlambat jatuhnya air hujan sebelum mencapai permukaan tanah. 

Sementara itu, sistem perakaran serabut pada kelapa dan aren efektif meningkatkan infiltrasi air di sekitar pohon, membantu mengisi kembali cadangan air tanah dan menjaga keberlanjutan mata air serta aliran sungai kecil. Di sisi lain, bambu bahkan dikenal sebagai salah satu tanaman paling efektif dalam menahan erosi dan mengendalikan banjir. 

Sistem akar rimpangnya yang luas dan rapat mampu mengikat tanah dengan sangat kuat, terutama di tebing sungai dan lereng curam. Kemampuannya menyerap air hujan juga sangat tinggi, sehingga secara signifikan mengurangi limpasan permukaan yang biasanya menjadi pemicu banjir dan longsor.

Kelapa sawit, sebagai komoditas utama perkebunan Indonesia, juga memiliki potensi ekologis dalam pengaturan air, namun sangat bergantung pada cara pengelolaannya. Secara fisiologis, sawit mampu menyerap air dalam jumlah besar seperti tanaman lainnya. Masalah muncul ketika kebun sawit dikelola secara monokultur tanpa penutup tanah, sehingga tanah menjadi padat, miskin bahan organik, dan daya serap air menurun.

Melalui praktik pengelolaan berkelanjutan, seperti penanaman tanaman penutup tanah (legume cover crops) dan penatakelolaan air yang baik. Dengan pendekatan ini, kebun sawit dapat berfungsi sebagai pengatur tata air yang efektif, meski tetap tidak dapat sepenuhnya menyamai fungsi ekologis hutan alami.

Praktik yang Menekan Risiko Banjir

Agar sektor perkebunan benar-benar berfungsi sebagai solusi pengendali banjir, pengelolaan lahan harus berlandaskan prinsip konservasi. Sejumlah praktik terbukti efektif menekan limpasan permukaan dan menjaga stabilitas tanah. Salah satunya adalah agroforestri, yakni mengombinasikan tanaman perkebunan dengan pohon kehutanan dalam satu hamparan lahan. 

Pola tanam ini membentuk struktur vegetasi bertingkat menyerupai hutan alami, dengan keragaman tajuk dan perakaran yang meningkatkan daya serap air serta menahan erosi. Kopi di bawah naungan pohon keras, lada dan vanili yang merambat pada tanaman pelindung, atau karet yang dipadukan dengan tanaman sela merupakan contoh nyata yang tidak hanya memperkuat fungsi ekologis lahan, tetapi juga mendatangkan manfaat ekonomi ganda bagi petani. 

Di lahan miring, terasering menjadi teknik yang tak kalah penting. Dengan memecah lereng menjadi undakan-undakan datar, aliran air hujan dapat diperlambat, memberi waktu bagi air untuk meresap, sekaligus mengurangi gaya erosi yang kerap memicu longsor.

Praktik lain yang sangat menentukan adalah penggunaan tanaman penutup tanah (cover crop) dan penetapan zona penyangga di sempadan sungai. Tanaman penutup tanahseperti legum penutup, kacang-kacangan, atau vegetasi penutup alami, melindungi permukaan tanah dari hantaman langsung air hujan, menjaga kelembapan, serta meningkatkan kandungan bahan organik dan porositas tanah. 

Dengan demikian, air hujan lebih banyak meresap ke dalam tanah daripada mengalir di permukaan membawa partikel tanah. Praktik ini sangat krusial di perkebunan yang tajuk tanamannya masih jarang, seperti kebun sawit muda. 

Sementara itu, buffer zone di sepanjang tepi sungai berfungsi sebagai penyaring alami limpasan air sekaligus penahan sedimen. Zona ini idealnya ditumbuhi vegetasi alami atau pohon berakar kuat, sehingga tebing sungai tetap stabil, pendangkalan berkurang, dan sungai memiliki ruang untuk meluap secara terkendali saat debit meningkat.

Sejumlah kajian menunjukkan bahwa tutupan vegetasi merupakan kunci utama pengendalian banjir. Lahan yang tertutup pepohonan atau vegetasi rapat mampu menyerap sebagian besar air hujan, sedangkan lahan terbuka dan gundul hanya menyerap sebagian kecilnya sehingga sisanya menjadi limpasan permukaan. 

Tidak mengherankan jika daerah aliran sungai yang kehilangan porsi vegetasi di atas ambang aman menjadi sangat rentan terhadap banjir bandang. Berbagai penelitian merekomendasikan agar minimal sekitar 30 persen suatu DAS tetap memiliki tutupan vegetasi permanen, baik berupa hutan maupun perkebunan campuran berkelanjutan, agar fungsi hidrologisnya tetap terjaga. 

Artinya, pencegahan banjir tidak selalu menuntut kawasan kembali menjadi hutan murni, tetapi membutuhkan lanskap yang dikelola dengan cerdas, seimbang, dan bervegetasi cukup. Karena itu, menjadikan perkebunan sebagai bagian dari solusi bencana berarti menyinergikan kepentingan ekonomi dengan fungsi ekologisnya. 

***

*) Oleh : Kuntoro Boga Andri, Direktur Hilirisasi Hasil Perkebunan, Kementerian Pertanian.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia  untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jakarta just now

Welcome to TIMES Jakarta

TIMES Jakarta is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.