TIMES JAKARTA, JAKARTA – Musim cuaca ekstrem selalu menghadirkan kecemasan tersendiri bagi keluarga, terutama ketika perubahan suhu, hujan yang datang tiba-tiba, dan lingkungan yang lembap menjadi pemicu meningkatnya penyakit infeksi.
Di antara berbagai ancaman musiman itu, influenza pada anak sering kali dianggap biasa, padahal dampaknya dapat jauh lebih serius dari yang dibayangkan. Anak-anak adalah kelompok yang paling rentan karena sistem imun mereka belum matang sepenuhnya.
Pada periode ini cuaca tidak stabil, risiko penularan influenza meningkat signifikan karena virus lebih mudah bertahan dan menyebar melalui droplet ketika seseorang batuk, bersin, atau bahkan berbicara. Di sekolah, tempat bermain, hingga lingkungan pengungsian saat bencana, anak-anak berinteraksi tanpa jarak, sehingga peluang penularan semakin besar.
Influenza bukan sekadar “flu biasa” yang cukup ditunggu sembuh dengan istirahat. Penyakit ini merupakan infeksi saluran napas akut akibat virus influenza tipe A dan B, yang gejalanya kerap muncul secara mendadak. Anak tiba-tiba demam tinggi, batuk kering, pilek, sakit tenggorokan, nyeri otot, atau tampak sangat lemas.
Pada beberapa kasus, terutama balita, muntah atau diare ikut menyertai. Perbedaan influenza dengan selesma sebenarnya jelas, tetapi sering diabaikan: influenza menyebabkan gejala sistemik yang lebih kuat, termasuk demam tinggi, pegal hebat, dan penurunan aktivitas secara drastis.
Namun, banyak orang tua yang menganggap keluhan itu hanya penyakit musiman biasa dan memilih menunggu tanpa tindakan. Padahal, ada tanda bahaya yang harus segera direspons, seperti sesak napas, napas cepat, asupan minum yang menurun, anak tampak sangat lemah, atau demam yang tidak mereda setelah tiga hari.
Mengabaikan indikator ini dapat memicu komplikasi seperti pneumonia, dehidrasi, infeksi telinga, hingga perburukan kondisi bawaan seperti asma atau anemia kronis. Dalam banyak kasus, keputusan terlambat membawa anak berobat berakhir dengan rawat inap yang sebenarnya dapat dicegah.
Kesadaran orang tua mengenai pentingnya pencegahan juga menjadi catatan tersendiri. Selama ini, upaya pencegahan influenza sering dipersempit hanya pada kebiasaan hidup bersih atau meningkatkan daya tahan tubuh. Padahal, intervensi medis berupa vaksinasi telah terbukti menjadi perlindungan paling efektif dan direkomendasikan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) serta Kementerian Kesehatan RI.
Vaksin influenza dapat diberikan mulai usia enam bulan ke atas, terutama bagi anak yang memiliki risiko tinggi: asma, penyakit jantung, obesitas, gangguan imun, anemia kronis, serta mereka yang tinggal di daerah padat penduduk atau wilayah rawan bencana. Virus influenza terus bermutasi dari tahun ke tahun, sehingga vaksin ini perlu diberikan setiap tahun mengikuti pembaruan formulasi berdasarkan rekomendasi WHO.
Untuk anak di bawah sembilan tahun yang baru pertama kali menerima vaksin, dua dosis dengan selang empat minggu dibutuhkan sebelum berlanjut ke jadwal tahunan. Namun, masih banyak orang tua yang menunda vaksin dengan alasan “tidak wajib” atau “nanti kalau sudah sakit saja”. Pola pikir ini sesungguhnya berbahaya, karena pencegahan jauh lebih efektif dan lebih murah dibandingkan risiko pengobatan maupun komplikasi.
Di luar vaksinasi, disiplin kebiasaan hidup bersih tetap menjadi benteng penting dalam menghadapi musim penyakit. Cuci tangan dengan sabun, etika batuk yang benar, memperbaiki ventilasi di rumah maupun ruang kelas, memastikan anak cukup minum, dan memberi waktu istirahat yang memadai merupakan langkah-langkah sederhana yang dapat menurunkan risiko penularan secara signifikan.
Kesadaran kecil seperti ini dapat memberikan efek yang besar, meskipun sering dianggap sepele oleh banyak orang tua. Tantangan kian besar pada situasi pasca banjir atau di lingkungan pengungsian. Kepadatan hunian sementara, kurangnya sanitasi, serta udara yang lembap menciptakan kondisi ideal bagi penyebaran virus.
Dalam situasi seperti ini, penggunaan masker untuk anak yang sedang batuk atau pilek menjadi sangat penting sebagai bentuk perlindungan bersama. Upaya kecil seperti ini dapat menjadi penyelamat di tengah kondisi lingkungan yang tidak memungkinkan untuk menjaga jarak atau mengelola kebersihan secara optimal.
Peran orang tua menjadi sangat krusial. Anak-anak belum sepenuhnya memahami kondisi tubuh mereka, belum mampu mengenali gejala awal secara tepat, dan sering kali tetap ingin bermain meskipun tubuh menunjukkan tanda-tanda kurang sehat. Orang tua lah yang harus peka terhadap perubahan kecil: pola tidur yang terganggu, nafsu makan menurun, energi yang cepat habis, atau ekspresi anak yang tampak tidak seperti biasanya.
Kepekaan terhadap perubahan-perubahan kecil ini adalah kunci untuk mempercepat penanganan dan mencegah komplikasi yang lebih berat. Lebih dari itu, orang tua juga memegang kendali dalam membiasakan pola hidup bersih, menyediakan lingkungan yang sehat, serta memastikan bahwa anak mendapatkan vaksinasi rutin sesuai rekomendasi medis.
Melindungi anak dari influenza bukan hanya soal menghadapi penyakit musiman, tetapi juga membangun kebiasaan hidup yang lebih sehat untuk jangka panjang. Tindakan kecil yang dilakukan hari ini adalah investasi besar bagi masa depan kesehatan mereka.
Influenza memang dapat dicegah dengan kombinasi pengetahuan, kedisiplinan, dan intervensi medis yang sesuai. Ketika keluarga membangun budaya pencegahan yang kuat, musim penyakit tidak lagi menakutkan. Justru sebaliknya, keluarga dapat menjalani hari-hari dengan lebih tenang karena mengetahui bahwa mereka telah melakukan yang terbaik untuk kesehatan anak.
Melindungi anak hari ini berarti mengamankan masa depan mereka. Semakin cepat orang tua mengambil peran, semakin besar peluang anak untuk tumbuh sehat, kuat, dan mampu menghadapi berbagai tantangan kesehatan di masa mendatang. Lindungilah mereka hari ini, untuk kehidupan yang lebih baik esok hari.
***
*) Oleh : dr. Eriska Ayu Wirindri, Sp.A.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
| Pewarta | : Hainor Rahman |
| Editor | : Hainorrahman |