https://jakarta.times.co.id/
Berita

HGN 2025, Tim Advokasi Peduli Pendidikan Soroti Liberalisasi Kurikulum

Selasa, 25 November 2025 - 19:49
HGN 2025, Tim Advokasi Peduli Pendidikan Soroti Liberalisasi Kurikulum Ilustrasi - Seorang Guru Sedang Mengajar Siswanya. (FOTO: AI Image)

TIMES JAKARTA, JAKARTA – Memperingati Hari Guru Nasional (HGN) 2025, Tim Advokasi Peduli Pendidikan Indonesia menegaskan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap arah kebijakan pendidikan. 

Melalui juru bicaranya, Intan Nur Rahmawanti, tim ini menyoroti perubahan kurikulum yang dianggap terlalu sering berganti mengikuti arah politik kementerian, sehingga menempatkan siswa sebagai pihak yang paling dirugikan.

Intan menekankan bahwa siswa tidak boleh dipandang sebagai objek kebijakan. “HGN seharusnya menjadi momentum untuk kembali mengingatkan bahwa murid bukan sasaran eksperimen pendidikan,” ujarnya, Selasa (25/11/2025).

Menurutnya, konsistensi sistem pendidikan pada era Orde Baru, meski memiliki kekurangan, membuat orang tua tidak berada dalam kondisi cemas menghadapi perubahan aturan. 

Sebaliknya, kata Intan di era reformasi, kurikulum dan metode pembelajaran berganti terlalu cepat sehingga memicu kegelisahan publik dan mendorong menjamurnya lembaga bimbingan belajar.

“Siapa yang diuntungkan? Siapa yang dirugikan? Jelas yang paling menanggung adalah siswa. Mereka mengejar standar keunggulan yang tidak selalu seimbang antar daerah, bahkan antar sekolah,” kata Intan.

Ia menilai kebijakan pendidikan saat ini terkesan liberal dan dipengaruhi pengalaman luar negeri para penyusun kebijakan. Namun, menurutnya, realitas implementasi di Indonesia jauh berbeda. 

“Pertanyaannya sederhana: apakah siswa dan infrastruktur pendidikan kita sudah siap?” tambahnya.

Intan menyoroti beban berlebih yang ditanggung siswa saat berpindah jenjang pendidikan. Penumpukan materi, strategi tes yang hanya dipahami peserta bimbel, hingga kecemasan menghadapi berbagai ujian seperti TKA dan ASPD dianggap tidak adil bagi siswa yang memiliki kemampuan berbeda.

Sebagai perbandingan, ia menyinggung sistem pendidikan Selandia Baru yang dinilai lebih stabil dan tidak menakut-nakuti siswa dengan syarat tambahan seperti bimbel khusus atau tes akademik yang membingungkan. 

“Apakah nilai TKA menjamin masa depan? Jangan sampai kita hanya menambah jumlah pengangguran terdidik,” tegasnya. 

Ia menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa pendidikan yang baik berawal dari keluarga dan diuji di lingkungan sosial.

Sementara itu, Johan Imanuel, menyoroti polemik hasil Tes Kompetensi Akademik (TKA) tingkat SMA yang ramai di media sosial. 

Menurutnya, kebijakan baru terkait materi pendidikan tidak bisa diberlakukan secara instan tanpa kesiapan sekolah dan peserta didik.

“Pemerintah harus memahami bahwa transisi kebijakan tidak bisa dipaksakan hanya demi memenuhi target program. Melihat kasus TKA, penerapannya tampak terburu-buru sehingga wajar menimbulkan perdebatan publik,” pungkasnya. (*)

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jakarta just now

Welcome to TIMES Jakarta

TIMES Jakarta is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.