TIMES JAKARTA, JAKARTA – Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid (HNW), menyampaikan apresiasi atas keputusan Presiden Prabowo Subianto yang menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada tiga ulama dari kalangan pesantren.
Penghargaan tersebut diberikan kepada KH Abdurrahman Wahid, Syaikhona Cholil, dan Hajjah Rahmah El Yunusiyyah sebagai bentuk pengakuan negara atas sumbangsih mereka dalam pendidikan Islam dan perjuangan kebangsaan.
Hal itu disampaikan HNW saat menjadi pembicara dalam Silaturahim Nasional Pengasuh Pesantren bertema “Peluang dan Tantangan Pesantren di Masa Depan” di Padang, Sumatera Barat, Minggu (16/11/2025) malam. Ia menilai penghargaan tersebut menegaskan bahwa pesantren selama ini mampu mengubah berbagai tantangan menjadi peluang yang menghadirkan karya dan prestasi, bahkan mendapat apresiasi negara.
“Baru kali ini seorang kiai yang pernah menjadi presiden, yaitu Gus Dur, menerima gelar pahlawan nasional. Begitu juga Syaikhona Muhammad Kholil dan Rahmah El Yunusiyyah, yang untuk pertama kalinya mendapat pengakuan serupa. Ini bukti nyata kemampuan pesantren menghadirkan perubahan dan inovasi,” ujarnya.
Dalam pemaparannya, HNW menjelaskan bahwa perjalanan panjang pesantren selalu bersinggungan dengan dinamika publik dan politik. Pada era reformasi, kata dia, semangat perjuangan tersebut turut melandasi perubahan konstitusi yang menempatkan agama, peningkatan keimanan, ketakwaan, serta akhlak mulia sebagai tujuan utama pendidikan nasional sebagaimana termuat dalam Pasal 31 ayat (3) dan (5) UUD 1945.
Ia juga menyoroti lahirnya UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren yang memperkuat posisi dan legitimasi pesantren di kancah nasional. Regulasi tersebut, menurutnya, menjadi pijakan hukum penting bagi pesantren untuk terus berperan menghadapi tantangan globalisasi di abad ke-21.
“Pesantren harus menjaga capaian positif yang sudah diperjuangkan. Ada kalanya muncul upaya dari pihak tertentu yang ingin melemahkan eksistensi pesantren, termasuk melalui revisi undang-undang. Beruntung, masih ada dukungan kuat di DPR sehingga rencana itu dapat digagalkan,” tegasnya.
HNW mengingatkan pentingnya keterlibatan santri di ruang politik untuk memastikan hak, peran, dan peluang pesantren tidak tergerus. Ia berharap pesantren dengan tiga jalurnya—salafiyah, khalafiyah, dan kombinasi—dapat terus berkontribusi dalam menyongsong Indonesia Emas 2045.
“Santri harus hadir dan mengambil peran agar ruang-ruang positif bagi pesantren tetap terjaga dan semakin diperluas. Ini momentum bagi pesantren memasuki abad ke-21 dengan penuh keyakinan,” ucapnya. (*)
| Pewarta | : Rochmat Shobirin |
| Editor | : Wahyu Nurdiyanto |