TIMES JAKARTA, JAKARTA – Dewan Keamanan PBB mengadopsi rancangan resolusi yang disodorkan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump untuk mengakhiri perang Gaza, Senin (17/11/2025) malam di New York.
Namun persetujuan Dewan Keamanan itu dikecam Rusia dan China karena resolusinya tidak konsisten dengan solusi dua negara untuk dua bangsa sebagaimana diadopsi dalam Deklarasi New York.
Rusia dan China sendiri abstain dalam proses pemungutan suara terhadap resolusi tersebut, yang disetujui 13 anggota Dewan Keamanan lainnya.
Pemungutan suara terhadap resolusi yang disodorkan AS itu dihadiri para duta besar dan perwakilan di Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Dalam pidatonya, Senin malam, perwakilan dua negara yang abstain itu tidak bisa mendukung keputusan itu. "Kami tidak dapat mendukung keputusan ini," kata pihak Rusia
Rusia kukuh memberi Dewan Keamanan peran dalam memantau gencatan senjata di Gaza.
Namun keputusan Senin tadi malam tidak konsisten dengan solusi dua negara untuk dua bangsa sebagaimana diadopsi dalam Deklarasi New York.
Resolusi tersebut, kata Rusia, tidak memiliki kejelasan mengenai kerangka waktu untuk mentransfer kendali Gaza ke Otoritas Palestina.
"Tidak ada kepastian mengenai Dewan Perdamaian dan Pasukan Stabilisasi Internasional.
Keputusan ini justru memperkuat pemisahan Jalur Gaza dari Tepi Barat," sebutnya
Sementara itu delegasi China menambahkan, rancangan resolusi AS tentang Gaza tidak jelas.
"Rancangan resolusi AS tentang Gaza merupakan sumber kekhawatiran serius bagi kami," kata mereka.
Resolusi tersebut meliputi pengaturan tata kelola untuk Gaza setelah perang, tetapi Palestina tampaknya sama sekali tidak diikutsertakan di dalamnya.
Kedaulatan dan kepemilikan Palestina tidak sepenuhnya tercermin dalam keputusan tersebut.
"Resolusi tersebut gagal menegaskan secara eksplisit komitmen tegas terhadap solusi dua negara sebagai konsensus internasional," katanya.
Senin tadi malam, waktu New York, Dewan Keamanan PBB mengadopsi rancangan resolusi Amerika untuk mengakhiri perang Israel di Jalur Gaza.
Dalam sesi publik, 13 anggota dewan memberikan suara mendukung RUU tersebut.
Menurut situs web Perserikatan Bangsa-Bangsa, resolusi 2803 menyambut baik rencana 20 poin Presiden AS Donald Trump untuk mengakhiri perang di Gaza, yang dikeluarkan pada 29 September 2025.
Dewan Keamanan menyerukan agar rencana tersebut dilaksanakan sepenuhnya dan gencatan senjata dipertahankan.
Berikut ini adalah poin-poin utama keputusan tersebut:
Resolusi Dewan Keamanan menyambut baik pembentukan Dewan Perdamaian untuk mengawasi rekonstruksi Gaza sampai reformasi Otoritas Palestina selesai.
Resolusi Dewan Keamanan menetapkan akhir tahun 2027 sebagai batas waktu berakhirnya mandat Dewan Perdamaian dan kehadiran sipil dan keamanan internasional di Jalur Gaza.
Menyelesaikan reformasi Otoritas Palestina dan membuat kemajuan dalam rekonstruksi bisa menciptakan kondisi untuk penentuan nasib sendiri dan negara Palestina.
Kami menekankan perlunya melanjutkan bantuan ke Gaza bekerja sama dengan Dewan Perdamaian dan memastikan bantuan tersebut digunakan untuk tujuan damai saja.
Entitas operasional akan beroperasi di bawah wewenang Dewan Perdamaian dan akan didanai oleh sumbangan sukarela dan donatur.
Kami menyerukan kepada Bank Dunia dan lembaga keuangan untuk mendukung pembangunan kembali Gaza dan membentuk dana untuk tujuan ini.
Membentuk pasukan stabilisasi internasional sementara di Gaza yang beroperasi di bawah komando terpadu dalam koordinasi dengan Mesir dan Israel.
Pasukan stabilisasi akan bekerja untuk melucuti senjata Gaza, melindungi warga sipil, dan melatih polisi Palestina.
Pasukan stabilisasi akan membantu mengamankan koridor kemanusiaan di Jalur Gaza.
Saat pasukan stabilisasi memperoleh kendali, tentara Israel akan mundur sesuai dengan standar dan jadwal yang disepakati.
Kami menyerukan kepada negara dan organisasi untuk memberikan dukungan keuangan, logistik, dan personel kepada Dewan Perdamaian dan Pasukan Stabilisasi di Gaza.
Dewan Perdamaian harus menyerahkan laporan tertulis kepada Dewan Keamanan setiap enam bulan tentang kemajuan yang dicapai di Gaza.
Negara-negara peserta dan Dewan Perdamaian harus membentuk badan-badan operasional dengan kekuasaan internasional untuk mengelola pemerintahan transisi.
Namun anggota tetap Dewan Keamanan PBB, Rusia dan China melihatnya resolusi tersebut tidak konsisten dengan solusi dua negara untuk dua bangsa sebagaimana diadopsi dalam Deklarasi New York. (*)
| Pewarta | : Widodo Irianto |
| Editor | : Ferry Agusta Satrio |