TIMES JAKARTA, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) secara resmi menolak permohonan uji materi yang mengusulkan perubahan batas usia pensiun guru dari 60 tahun menjadi 65 tahun. Keputusan ini mempertahankan perbedaan usia pensiun antara guru dan dosen sebagaimana diatur dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan final, Kamis (30/10/1015). "Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," tegasnya dalam sidang pleno di Jakarta. Permohonan diajukan oleh Sri Hartono, seorang guru dari Jawa Tengah, yang menilai perbedaan usia pensiun guru (60 tahun) dan dosen (65 tahun) menciptakan ketidakadilan dan bertentangan dengan prinsip meritokrasi.
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menjelaskan pertimbangan hukum majelis. "Jabatan fungsional guru mensyaratkan pendidikan minimal strata satu, sedangkan jabatan fungsional dosen mensyaratkan pendidikan minimal strata dua sehingga seorang ASN baru akan memulai menjabat dalam jabatan fungsional dosen di usia yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan ASN pada jabatan fungsional guru," papar Enny.
MK menilai perbedaan kualifikasi pendidikan ini menjadi dasar logis bagi pembedaan usia pensiun. Jika disamakan, guru justru akan memiliki masa kerja lebih panjang daripada dosen karena umumnya memulai karier di usia lebih muda.
Meski menolak permohonan, MK mengakui adanya masalah demotivasi pada guru yang memasuki usia menjelang pensiun. "Menurut Mahkamah, penting bagi pemerintah melakukan kajian yang komprehensif mengenai jabatan fungsional guru pada jenjang jabatan ahli utama untuk mencapai batas usia pensiunnya menjadi 65 tahun," rekomendas Enny.
Data yang diungkap dalam persidangan menunjukkan ketimpangan distribusi guru: 345.555 guru ASN berusia di atas 55 tahun, sementara yang berusia di bawah 35 tahun hanya 314.891 orang. MK mendorong pemerintah untuk memperbaiki sistem rekrutmen, pengelolaan pensiun, dan kesejahteraan guru guna menjaga kesinambungan tenaga pendidik nasional.
| Pewarta | : Antara |
| Editor | : Faizal R Arief |