TIMES JAKARTA, JAKARTA – Para akademisi Indonesia dan sejumlah negara akan bertemu di Semarang pada Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) tahun 2024 yang diselenggarakan Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama (Kemenag RI).
AICIS tahun 2024 merupakan ajang konferensi tahunan yang sudah ke-23 kali diselenggarakan oleh Ditjen Pendidikan Islam Kemenag akan berlangsung di Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo, Semarang pada 1 hingga 4 Februari 2024.
Mengusung tema 'Redefining The Roles of Religion in Addressing Human Crisis: Encountering Peace, Justice, and Human Rights Issues', AICIS tahun 2024 ini tidak hanya dihadiri para akademisi saja tetapi juga para tokoh agama dari sejumlah negara akan turut ambil bagian dalam acara Ditjen Pendidikan Islam Kemenag ini.
“AICIS tahun 2024 kali ini bertujuan untuk mendefinisikan kembali peran agama, terutama Islam, dalam menghadapi tantangan kemanusiaan kontemporer di kancah global,” ucap Staf Khusus Menag bidang Media dan Komunikasi Publik Wibowo Prasetyo saat konferensi pers di Jakarta pada Senin (29/1/2024).
Pria yang akrab disapa Wibowo menjelaskan, berbeda dari tahun sebelumnya, AICIS tahun 2024 ini mendapatkan antusiasme yang tinggi terbukti dari paper yang terkumpul mencapai 1.957 paper yang dikirim calon peserta dari berbagai negara.
“Terpilih 328 paper terbaik. Para penulis berasal dari 10 negara, yaitu Afghanistan, Armenia, Mesir, Indonesia, Irak, Malaysia, Moroko, Nigeria, Pakistan, dan Sri Lanka. Mereka terbagi dalam tiga kelompok, Invited Papers (80), Open Panel (100), dan Extended Panel (148),” jelas Wibowo.
Wibowo memaparkan ada tujuh isu atau sub tema yang akan dibahas, yaitu 1) Agama, Nasionalisme, dan Kewarganegaraan di Asia Tenggara; 2) Dampak Isu dan Ketegangan Keagamaan Internasional terhadap Nasionalisme, Kewarganegaraan, dan Hak Asasi Manusia; 3) Krisis Kesetaraan, Keadilan, dan Kemanusiaan; 4) Ketegangan Agama dan Kemanusiaan Global; 5) Isu Gender, Spiritualitas, dan Minoritas; 6) Fiqih Siyasah tentang Perang dan Damai: Pasca Kolonial; dan 7) Kebijakan berbasis Maslahah Mursalah, Kesetaraan, dan Pemberdayaan.
“Isu besarnya adalah peran agama dalam menguatkan nasionalisme, merespon krisis keadilan dan kesetaraan, masalah gender, serta kemaslahatan umat, termasuk yang berkenaan dengan krisis iklim,” paparnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Kemenag Ahmad Zainul Hamdi merinci, ada 25 sessi panel yang disiapkan panitia untuk mendiskusikan isu-isu yang menjadi sub tema.
Sejumlah akademisi, dalam dan luar negeri, dijadwalkan hadir dan ikut sumbang pemikiran diantaranya Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) K.H Yahya Cholil Staquf dan Prof. Dr. Abdul Djamil, MA dari UIN Walisongo Semarang, Indonesia.
“Selain itu Prof. Dr. Ismail Fajrie Alatas (New York University), Prof. Rahimin Afandi bin Abdul Rahim (Universitas Malaya), Prof. Dr. Claudia Saise (Humboldt-Universität zu Berlin), Prof. Dr. Dora Marinova (Curtin University, Australia), Prof. Dr. Kamaruzaman (Asian Muslim Action Network), Prof. Dr. Hassanein Al-Saeed Hassanein Ahmed (Suez Canal University, Egypt), Prof. Madya Dr. Kamaluddin Nurdin Marjuni (Universiti Islam Sultan Sharif Ali Brunei Darussalam), Assistant Professor Dr. Jassim Mohammed Harjan (University of Baghdad, Iraq), Fazlur Rahman bin Kamsani (Middle East Institute National University of Singapore), dan Dr. Fatma Mohamed Mansour (Suez Canal University),” tandasnya. (*)
Pewarta | : Ahmad Nuril Fahmi |
Editor | : Imadudin Muhammad |