TIMES JAKARTA, JAKARTA – Hakim Tunggal Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, I Ketut Darpawan menolak permohonan praperadilan yang diajukan oleh mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim.
Permohonan tersebut diajukan Nadiem untuk menggugat penetapan dirinya sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook di Kemendikbudristek pada periode 2019–2022.
“Menolak permohonan praperadilan pemohon dan membebankan pemohon sejumlah nihil,” kata hakim I Ketut Darpawan dalam sidang putusan praperadilan di PN Jakarta Selatan, Senin (13/10/2025).
Sidang Praperadilan Nadiem di PN Jakarta Selatan
PN Jakarta Selatan menggelar sidang praperadilan atas permohonan Nadiem yang menyoal sah atau tidaknya penetapan tersangka tindak pidana korupsi oleh Kejagung. Sidang ini sempat menarik perhatian publik karena menghadirkan pandangan dari sejumlah tokoh antikorupsi ternama.
Sebanyak 12 tokoh antikorupsi dari berbagai latar belakang, termasuk mantan pimpinan KPK dan mantan Jaksa Agung, turut mengirimkan pendapat hukum (amicus curiae) kepada hakim. Mereka menyoroti bahwa proses praperadilan di Indonesia kerap menyimpang dari fungsi utamanya sebagai pengawas penggunaan diskresi penyidik.
Dalam pandangan mereka, proses praperadilan perlu reformasi menyeluruh agar lebih transparan dan adil, terutama dalam penetapan status tersangka.
Para amici berpendapat bahwa dua alat bukti yang dijadikan dasar penetapan tersangka terhadap Nadiem tidak cukup kuat untuk menduga adanya tindak pidana korupsi.
Mereka menilai penetapan tersangka seharusnya berlandaskan pada konsep “reasonable suspicion” atau kecurigaan yang beralasan, bukan asumsi semata. Selain itu, beban pembuktian mestinya berada pada pihak penyidik Kejagung, bukan pada pihak pemohon (Nadiem).
Latar Belakang Kasus Chromebook
Kasus ini berawal dari rencana pengadaan perangkat Chromebook untuk mendukung digitalisasi pendidikan di bawah kepemimpinan Nadiem Makarim.
Pada tahun 2020, Nadiem disebut telah merencanakan penggunaan produk Google untuk pengadaan alat teknologi informasi dan komunikasi (TIK), meski saat itu pengadaan belum dimulai.
Kejagung kemudian menetapkan Nadiem sebagai tersangka karena diduga melakukan penyalahgunaan wewenang yang berpotensi merugikan keuangan negara.
Ia disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (*)
Pewarta | : Antara |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |