https://jakarta.times.co.id/
Opini

Revolusi Penyelenggaraan Haji di Indonesia

Rabu, 27 Agustus 2025 - 08:20
Revolusi Penyelenggaraan Haji di Indonesia Mohammad Iqbalul Rizal Nadif, Kalijaga Class Bonek Jogja.

TIMES JAKARTA, JAKARTA – Pengesahan revisi ketiga Undang-Undang No. 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah serta transformasi lembaga penyelenggara haji menjadi kementerian menandai sebuah babak baru dalam sejarah panjang tata kelola ibadah haji di Indonesia. 

Perubahan ini bukan sekadar soal nomenklatur kelembagaan, melainkan sinyal kuat adanya keinginan negara untuk menata lebih serius tata kelola haji yang selama ini kerap menuai kritik, baik dari aspek pelayanan, efisiensi anggaran, maupun akuntabilitas pengelolaan dana umat.

Selama bertahun-tahun, penyelenggaraan haji selalu menjadi sorotan publik. Panjangnya daftar tunggu yang bisa mencapai puluhan tahun di beberapa daerah, polemik penggunaan dana haji untuk pembiayaan infrastruktur, hingga masalah teknis seperti keterlambatan katering, transportasi, atau manajemen akomodasi di Tanah Suci, menjadi catatan yang tak pernah absen. 

Kehadiran Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) serta Kementerian Agama selama ini dianggap belum sepenuhnya mampu menjawab kompleksitas persoalan tersebut. Dengan revisi regulasi dan pembentukan kementerian khusus, publik berharap akan lahir tata kelola yang lebih terintegrasi, transparan, dan profesional.

Revolusi penyelenggaraan haji ini penting dipahami dalam konteks perubahan paradigma. Selama ini, haji sering dipandang hanya dari aspek ritual dan administratif: pendaftaran, pembayaran, keberangkatan, pelaksanaan ibadah, lalu pulang. Namun, tantangan zaman menuntut tata kelola yang jauh lebih luas. 

Haji adalah ekosistem besar yang melibatkan jutaan orang, miliaran rupiah dana umat, diplomasi antarnegara, hingga manajemen logistik yang super rumit. Maka, wajar jika negara merasa perlu menghadirkan kementerian khusus agar pengelolaan haji tidak sekadar menjadi urusan administratif, tetapi juga kebijakan strategis nasional.

Transformasi ini membawa sejumlah peluang. Pertama, pelayanan jamaah berpotensi menjadi lebih prima. Dengan kewenangan penuh sebagai kementerian, tata kelola logistik dapat dilakukan lebih terpusat, koordinasi antarinstansi lebih efektif, dan negosiasi dengan pemerintah Arab Saudi bisa dilakukan dengan posisi tawar yang lebih kuat. 

Kedua, transparansi pengelolaan dana haji diharapkan lebih jelas. Selama ini isu penggunaan dana haji selalu menimbulkan perdebatan, bahkan kecurigaan publik. 

Dengan kementerian khusus, mekanisme akuntabilitas dapat diperkuat melalui pengawasan internal maupun eksternal, termasuk keterlibatan Badan Pemeriksa Keuangan dan parlemen. 

Ketiga, orientasi kebijakan bisa lebih visioner. Tidak hanya mengurus keberangkatan, kementerian ini dapat mengembangkan kebijakan terkait pendidikan manasik, literasi finansial jamaah, hingga penguatan diplomasi haji di level internasional.

Setiap revolusi tentu tidak bebas dari tantangan. Pembentukan kementerian baru bukan jaminan otomatis hadirnya pelayanan ideal. Bahaya birokratisasi berlapis, perebutan kewenangan antarinstansi, hingga potensi politisasi jabatan tetap menghantui. 

Apalagi, sejarah birokrasi kita menunjukkan bahwa pembentukan lembaga baru sering kali berujung pada pembengkakan anggaran dan duplikasi fungsi. Jika hal ini tidak diantisipasi, transformasi justru bisa menjadi beban, bukan solusi. 

Selain itu, publik juga akan menuntut kecepatan perubahan. Harapan masyarakat begitu tinggi, sementara realitas reformasi birokrasi kerap berjalan lambat.

Karena itu, revolusi penyelenggaraan haji harus dimaknai sebagai momentum reformasi menyeluruh, bukan sekadar penataan struktural. Kementerian baru ini perlu segera menyusun peta jalan jangka panjang yang mencakup tata kelola kuota, optimalisasi teknologi digital dalam pendaftaran dan layanan, peningkatan kualitas SDM petugas haji, serta strategi diplomasi yang lebih progresif dengan Arab Saudi dan negara-negara anggota OKI. 

Penggunaan big data, sistem integrasi layanan berbasis aplikasi, hingga standar pelayanan minimal yang terukur harus menjadi bagian dari wajah baru pengelolaan haji di Indonesia.

Lebih dari itu, revolusi ini seharusnya mengembalikan esensi penyelenggaraan haji sebagai amanah umat. Haji bukan hanya perjalanan spiritual individu, melainkan simbol persaudaraan dan martabat bangsa. 

Negara dituntut hadir tidak sekadar sebagai penyedia layanan, melainkan sebagai pengemban tanggung jawab moral. Dalam hal ini, transparansi dan akuntabilitas mutlak dijunjung tinggi. Tanpa keterbukaan dalam pengelolaan dana dan kejelasan dalam pelayanan, revolusi hanya akan menjadi jargon kosong.

Revisi UU dan pembentukan kementerian khusus hanyalah pintu masuk. Pekerjaan rumah yang sesungguhnya adalah bagaimana mewujudkan pelayanan haji yang manusiawi, efisien, adil, dan berkeadilan sosial. 

Jika revolusi penyelenggaraan haji mampu dijalankan dengan konsisten, Indonesia bukan hanya akan dikenal sebagai negara dengan jumlah jamaah terbesar di dunia, tetapi juga sebagai contoh terbaik dalam tata kelola haji global. 

Harapan besar telah digantungkan, kini saatnya membuktikan bahwa revolusi bukan sekadar perubahan nama, melainkan lahirnya peradaban baru dalam pelayanan ibadah suci.

***

*) Oleh : Mohammad Iqbalul Rizal Nadif, Kalijaga Class Bonek Jogja.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jakarta just now

Welcome to TIMES Jakarta

TIMES Jakarta is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.