https://jakarta.times.co.id/
Opini

Cara Bijak Membentuk Karakter Anak di Era Teknologi

Sabtu, 17 Mei 2025 - 20:12
Cara Bijak Membentuk Karakter Anak di Era Teknologi Sutanti Idris, S.E., CMC Founder Aoife Social.

TIMES JAKARTA, JAKARTA – Membesarkan anak di era digital adalah tantangan besar bagi para orang tua masa kini. Dunia yang terus bergerak cepat, arus informasi yang tak terbendung, dan pengaruh dari luar yang semakin dominan membuat peran orang tua dalam membentuk karakter anak menjadi sangat krusial—dan tidak bisa dilakukan secara instan. 

Kita hidup dalam zaman di mana anak-anak tidak lagi hanya mendengar dan mengikuti kata-kata orang tuanya, tetapi juga lebih banyak terpengaruh oleh kata temannya, gurunya, konten media sosial, bahkan algoritma internet.

Ada satu tahapan penting yang perlu kita pahami sebagai orang tua. Seiring berjalannya waktu, anak akan beralih dari berkata, “Apa kata ibuku” menjadi “Apa kata temanku,” kemudian “Apa kata guruku,” lalu “Apa kataku sendiri,” sebelum akhirnya, jika ia beruntung dalam pencarian jati dirinya, sampai pada titik “Apa kata Tuhanku.” 

Perjalanan ini adalah proses pencarian identitas yang sangat alami. Namun, peran orang tua tetap vital agar proses tersebut tidak membuat anak kehilangan arah.

Di sinilah kebijaksanaan orang tua diuji. Kita tidak bisa lagi sekadar memaksakan nilai atau norma tertentu tanpa memberi ruang dialog. Anak-anak zaman sekarang lebih kritis, lebih terbuka terhadap berbagai perspektif, dan lebih mudah membandingkan apa yang mereka terima di rumah dengan apa yang mereka lihat di luar. 

Maka, membentuk karakter anak tidak cukup hanya dengan perintah dan larangan. Kita perlu menjadi teman berpikir mereka, tempat bertanya yang aman, dan cermin yang jujur.

Teknologi, jika tidak dikawal dengan bijak, dapat menjadi pedang bermata dua. Ia bisa menjadi alat pembelajaran luar biasa, tapi juga bisa menjadi sumber kebingungan nilai. 

Ketika anak mulai lebih percaya “apa kata temanku” atau “apa kata TikTok,” maka ini bukanlah sinyal kegagalan, tetapi ajakan untuk kita sebagai orang tua agar hadir lebih dalam, bukan hanya secara fisik, tapi secara emosional dan spiritual.

Orang tua harus menjadi teladan, bukan hanya pengawas. Karakter anak terbentuk bukan dari apa yang kita ucapkan, tetapi dari apa yang kita contohkan. Jika kita ingin anak mengenal nilai kejujuran, integritas, dan tanggung jawab, maka kita harus hidup dalam nilai-nilai itu setiap hari. Mereka melihat lebih banyak dari yang kita kira, dan meniru lebih banyak dari yang kita sadari.

Ketika anak mulai mengandalkan pandangan guru dan lingkungan sosialnya, orang tua perlu bersikap terbuka. Peran guru sangat penting, tetapi nilai keluarga tetap harus menjadi fondasi utama. Maka penting bagi orang tua untuk menjalin komunikasi yang sehat dengan anak—bukan komunikasi satu arah yang hanya berisi nasihat, tetapi dialog dua arah yang melibatkan empati, mendengar, dan memahami.

Kemudian, saat anak mulai berkata, “Apa kataku,” kita harus memberikan ruang agar mereka bisa mengenali dirinya sendiri. Fase ini adalah tahap penting di mana anak membentuk nilai pribadi dan mencoba mengambil keputusan secara mandiri. Jangan terburu-buru menilai atau menyalahkan. Justru di sinilah kita bisa hadir sebagai penuntun, bukan sebagai hakim.

Dan akhirnya, tujuan paling mulia dalam pembentukan karakter anak adalah saat ia sampai pada titik, “Apa kata Tuhanku.” Nilai spiritualitas yang kuat akan menjadi kompas hidup yang kokoh, bahkan ketika kita sebagai orang tua tidak lagi ada di sisinya. 

Tapi menuju ke titik ini tidak bisa dipaksa. Ia harus tumbuh dari proses yang jujur, pengalaman hidup yang membentuk, dan kehadiran orang tua yang konsisten menanamkan nilai-nilai ilahi dengan kasih sayang dan keteladanan.

Membentuk karakter anak di era teknologi berarti menjembatani antara dunia nyata dengan dunia maya, antara nilai tradisi dan perkembangan zaman, antara otoritas orang tua dan kemandirian anak. Kita harus cerdas dalam memilih waktu dan cara untuk hadir dalam hidup anak, dan bijak dalam menyikapi perubahan.

Sebagai orang tua, kita tidak bisa hanya berharap anak-anak tumbuh menjadi pribadi baik tanpa keterlibatan aktif kita. Kita harus hadir dalam pencarian mereka—dari fase bertanya kepada ibu, bertanya kepada teman, guru, diri sendiri, hingga akhirnya kepada Tuhan. Perjalanan itu panjang, penuh liku, tapi juga indah jika kita jalani dengan cinta, sabar, dan kebijaksanaan.

Inilah cara bijak membentuk karakter anak di era teknologi: bukan dengan menahan laju arus informasi, tapi dengan membekali mereka perahu nilai yang kokoh, agar mereka bisa mengarungi zaman dengan arah yang benar.

Jika Anda ingin versi dalam format PDF, infografik pendukung, atau mengubah nada penulisannya menjadi lebih ringan atau lebih formal, saya bisa bantu menyesuaikan. (*)

***

*) Oleh : Sutanti Idris, S.E., CMC Founder Aoife Social.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jakarta just now

Welcome to TIMES Jakarta

TIMES Jakarta is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.