https://jakarta.times.co.id/
Berita

Duka Calon Haji Bogor: Antrean Belasan Tahun Pupus, Kuota Jawa Barat Dikurangi 9.000

Kamis, 20 November 2025 - 16:00
Ribuan Calon Haji Bogor Batal Berangkat 2026, Kuota Dipotong Drastis akibat Aturan Baru Jemaah haji tahun 2025 di Lapangan Tegar Beriman, Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. (FOTO: ANTARA/M Fikri Setiawan)

TIMES JAKARTA, BOGOR – Ribuan calon jemaah haji asal Kabupaten dan Kota Bogor dipastikan harus menunda impian mereka pada 2026. Penundaan ini akibat diterapkannya skema baru pembagian kuota haji nasional yang membuat kuota Jawa Barat mengalami pemotongan signifikan.

Ketua Bidang Komunikasi dan Informasi DPP Forum Komunikasi KBIHU (FK KBIHU), Dr. Desi Hasbiyah, menyebut perubahan ini menjadi pukulan psikologis berat bagi jemaah yang telah menunggu belasan tahun. Banyak yang sebelumnya sudah melihat nama mereka tercantum di aplikasi Satu Haji untuk pemberangkatan tahun depan.

“Banyak jamaah yang awalnya sudah siap berangkat tahun depan harus menerima kenyataan ditunda. Ini menciutkan semangat dan menciptakan tekanan emosional yang cukup berat,” ujarnya di Cibinong, Bogor, pada Kamis (20/11/2025).

Dasar Hukum dan Dampak Nyata Pemotongan Kuota

Kebijakan kontroversial ini merujuk pada Pasal 13 ayat 2b UU Nomor 14 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. UU baru ini menetapkan kuota berdasarkan proporsi daftar tunggu antardaerah, menggantikan sistem lama yang berdasarkan proporsi jumlah penduduk Muslim.

Dampaknya sangat nyata. Kuota provinsi Jawa Barat anjlok dari 38.723 menjadi hanya 29.643 jemaah. Kabupaten Bogor menanggung beku terberat, kuotanya dipotong hampir separuh dari 3.189 menjadi 1.598. Kota Bogor juga terdampak, turun dari 929 menjadi hanya 603 kuota.

Kecemasan dan Tekanan Emosional Jemaah Lansia

Desi, yang juga merupakan dosen Universitas Ibn Khaldun, mengungkapkan bahwa penundaan mendadak ini memicu gelombang kecemasan dan stres, khususnya di kalangan jemaah lanjut usia atau yang memiliki kondisi kesehatan rentan.

“Pertanyaan yang paling sering muncul adalah apakah mereka masih sempat berhaji di usia mereka sekarang. Itu menjadi sumber kecemasan utama,” tutur Desi.

Ia mengakui bahwa perubahan kebijakan ini pada dasarnya ditujukan untuk menciptakan keadilan antardaerah. Namun, proses adaptasinya tidak bisa berlangsung instan karena menyangkut harapan dan rencana religius warga yang telah dibangun bertahun-tahun.

Solusi: Pendampingan Spiritual dan Persiapan yang Lebih Matang

Menghadapi situasi ini, Desi menekankan bahwa masalah utama bukan sekadar angka kuota, melainkan kondisi kejiwaan jemaah yang tertekan. “Mereka tidak boleh dibiarkan menghadapi ketidakpastian sendirian,” tegasnya.

Ia meminta pembimbing ibadah haji (pembimbing) dan tokoh masyarakat untuk turun tangan memberikan pendampingan intensif. Peran mereka crucial dalam memberikan penjelasan teologis, menguatkan pemahaman tentang konsep istitha'ah (kemampuan), pahala sebuah niat, serta nilai kesabaran dalam menerima takdir.

Masa penundaan ini, lanjut Desi, sebaiknya dimanfaatkan untuk menyempurnakan persiapan baik dari segi ilmu manasik, kondisi kesehatan, maupun finansial, sehingga ketika giliran mereka tiba, jemaah benar-benar berada dalam kondisi yang lebih siap secara lahir dan batin. (*)

Pewarta : Antara
Editor : Faizal R Arief
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jakarta just now

Welcome to TIMES Jakarta

TIMES Jakarta is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.