https://jakarta.times.co.id/
Berita

Isak Tangis Warnai Pelepasan Prajurit YonArhanud 8 ke Kaltara

Selasa, 12 September 2023 - 08:34
Perpisahan di Dermaga Madura, Air Mata di Belakang Seragam Loreng Prajurit YonArhanud 8 MBC Tangis istri Prajurit YonArHanud 8 saat melepas kepergian suami di Dermaga Madura, Surabaya, Senin (11/9/2023). Prajurit YonArhanud akan bertugas sebagai Satgas Pamtas Indonesia-Malaysia. (Foto: Syarifah Latowa/TIMES Indonesia)

TIMES JAKARTA, SURABAYA – Siang itu, Senin, 11, September 2023, cuaca panas terik. Hamparan langit biru cerah dan gemuruh ombak menjauhkan kesunyian. Dermaga Madura, Jawa Timur, berubah menjadi palung emosi, setelah ratusan prajurit Batalyon Arhanud 8/MBC TA 2023 mempersiapkan diri untuk berpisah dengan keluarganya. Para prajutit ini berangkat untuk pengamanan tugas (pamtas) di wilayah perbatasan RI-Malaysia tepatnya di Kalimantan Utara (Kaltara). 

Salah satunya adalah Dita, istri Kapten Khairul. Dia berdiri dengan tegar di dermaga, memandangi suaminya yang tampak berwibawa dalam seragam loreng hijau. Wajah anggun Dita mencoba menampilkan senyum. Tapi matanya memancarkan kesedihan. Tak ada kata yang mencukupi untuk menggambarkan situasi yang mereka alami.

Dengan perlahan, Kapten Khairul mendekati Dita. Dia menatap istrinya dengan lembut dan penuh cinta. “Aku akan pergi. Jaga anak-anak ya,” ujarnya dengan suara lirih.

Dalam sekejap, cahaya cerah di mata Dita seakan memudar. Bukan karena terik matahari di atas kepala mereka atau bayangan kapal penyeberangan yang mulai berlayar perlahan, tetapi suaminya pergi.

Terik matahari terasa semakin menusuk ketika Kapten Khairul memeluk Dita, ciuman terakhir mereka sebelum berpisah. Dita menatap suaminya, mata cokelatnya tiba-tiba menjadi sembab menahan perih dan rindu. Betapa tidak, Ia dan tiga orang anaknya Mohammad Zafran (6) Safira Humairah (5) , Zahra (3) akan ditinggal selama kurang lebih satu tahun oleh suaminya.

Kemudian, Dita melepaskan lengan suaminya dan menatap wajahnya. Matanya berair, tapi dia menahan diri untuk tidak menangis. Kapten Khairul tersenyum, menepuk lembut pipi Dita dan kembali mencium istri dan tiga anak-anaknya seakan menghibur dirinya.

Batalyon-Arhanud-2.jpgKapten Khairul berpamitan dengan istrinya Dita dan anaknya. Khairul bersama prajurit YonArhanud 8 akan betugas di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia di Kalimantan Utara. (Foto: Syarifah Latowa/TIMES Indonesia)

Dita membalas senyuman itu, lalu mengangguk pelan menyetujui apa yang suaminya katakan sebelumnya. Meskipun terasa sangat berat, Dita tahu dalam hatinya bahwa Kapten Khairul hanya berusaha menjalankan tugas dan tanggung jawabnya pada negara.

Tiba-tiba angin laut menampar wajah mereka, membawa suara klakson kapal yang signifikan. Itu adalah isyarat bahwa waktunya untuk berangkat. Mereka berpegangan tangan untuk terakhir kalinya, mengecup untuk terakhir kalinya, dan merasakan perihnya perpisahan.
 
Meski berusaha berdiri tegar, tapi matanya tak bisa berbohong bila dirinya menyimpan rasa sedih yang mendalam. Air matanya pun tumpah saat sang suami melepaskan pelukannya. 

Kapten Khairul yang tengah berdiri tegar di depan istrinya, Dita, perlahan harus melepaskan genggaman tangan istrinya dan berpisah untuk menjalankan tugas sebagai abdi negara.

Khairul mengatakan, rasanya berat meninggalkan anak dan istri dalam jangka waktu lama. Tapi, demi tugas dirinya siap. Baginya menjalankan tugas adalah suatu kehormatan seperti yang disampaikan Panglima Kodam V Brawijaya Mayjen TNI Farid Makruf saat memberikan pengarahan bahwa menjalankan tugas adalah kehormatan dan tidak semua prajurit mendapatkan kesempatan yang sama. 

“Ini adalah amanah yang harus diemban dan harus dimaksimal disana,” imbuhnya. 

Kapten Khairul yang menjabat sebagai Wadansatgas dalam pamtas tersebut, berjalan menjauh dengan langkah pasti dan semangat tinggi. Dita menatap punggung suaminya yang mulai menjauh. Wajahnya tampak tenang, tapi hatinya berkecamuk. Tiba-tiba, dermaga terasa panas, asin, dan kosong.

“Hati-hati di sana sayang,” Dita berbisik, menatap kapal penyeberangan yang kian menjauh, membawa separuh jiwanya. Air matanya tak lagi mampu ditahan dan jatuh membasahi pipinya. Hari itu, di bawah matahari terik Dermaga Madura, Dita merasakan rasa sakit dan rindu yang mendalam. Beban seorang istri prajurit. Panas, dingin, asin dari air mata dan laut, membaur menjadi satu.

“Ini merupakan pengalaman kedua saya ditinggal oleh suami bertugas. Dulu, pada tahun 2019 sampai 2021 suami saya pergi bertugas ke Lebanon. Nah, sekarang pergi lagi ke Kalimantan Utara. Sedih sekali rasanya. Tapi mau gimana lagi, ini sudah resiko menikah dengan prajurit TNI. Harus siap ditinggalkan kapan saja, dan harus mendukung tugas suami,” ungkapnya menyabarkan hati.

Batalyon-Arhanud-3.jpgPangdam V Brawijaya Mayjen TNI Farid Makruf berbincang dengan istri prajurit sebelum pemberangkatan prajurit ArHanud 8 ke Kalimantan Utara. (Foto: Syarifah Latowa/TIMES Indonesia)

Tangisan Dita bukanlah satu-satunya. Kekuatan hati istri prajurit lainnya, Alfi Lutfia Ningtias menggema di dermaga. Istri Pratu Moh Nasir Amrullah ini meneteskan air mata untuk pertama kalinya ditinggal suami untuk tugas di Kaltara.

“Sedih. Karena suami saya akan bertugas jauh dari saya dan anakku,” ujar Alfi sambil berusaha meneguhkan hati dan menahan rasa haru yang menggelayuti.

“Alfi jaga diri dan anakmu baik-baik disini ya,” suaranya bergema di telinga istrinya, lembut namun pasti. Pandangannya tak beranjak dari Alfi. “Aku harus pergi.” 

Alfi menatap suaminya, mencoba menahan tetesan air mata yang dingin di sudut matanya. Tubuhnya gemetar, namun dia berusaha menyembunyikan kegugupannya dengan tersenyum pada suaminya, menunjukkan kekuatannya sebagai istri prajurit.

Nasir meringkas istrinya dengan erat, bisa merasakan denyut jantung Dita yang berdetak cepat di dadanya. “Jangan sedih,” ucapnya perlahan, berusaha menenangkan istrinya. 

Nasir mencium kening istrinya, merasakan hangat dan kedamaian dalam pelukannya. “Jaga dirimu dan anak-anak kita. Aku akan kembali dengan selamat,” ujarnya. Mendengar hal itu, air mata Alfi pun tumpah. Begitupun anak semata wayangnya yang masih berusia sepuluh bulan. Tak henti-henti menangis hingga sesenggukkan. Seolah sudah mengerti ia akan ditinggal sang ayah.  

Menyadari bahwa waktu kian mepet, Nasir melepaskan pelukan Alfi dan memandangi istrinya untuk terakhir kalinya. Dia melambaikan tangan sebagai isyarat perpisahan lalu perlahan berjalan menjauhi istrinya, memasuki kapal yang telah bersiap berlayar.

Demikian pula Serka Alan seorang prajurit TNI dan istrinya Adelia yang berdiri tak jauh dari Kapten Khairul. 

Hening sesaat terasa di antara mereka, tatapan mereka bertemu, saling memahat segala rasa yang tak mampu mereka ucapkan. Adelia menggeleng pelan, mencoba mengusir gumpalan emosinya. Sementara Serka Alan, dengan mata berkaca-kaca berusaha memancarkan kekuatan dan perlindungan.

Adelia dengan lemah melambaikan tangannya, seulas senyum terukir lembut di bibirnya; suatu bentuk perpisahan yang manis dalam pahitnya. “Jaga dirimu baik-baik, Alan,” bisiknya, berusaha menahan suara yang bergetar karena rasa rindu yang akan selalu ia rasakan.

Batalyon-Arhanud-4.jpgLambaian para istri prajurit Arhandud 8 melepas kepergian suami di Dermaga Madura, Surabaya. Prajutit ArHandud akan bertugas selama.1 tahun sebagai Satgas Pamtas di Kalimantan Utara. (Foto: Syarifah Latowa/TIMES Indonesia)

Air mata Adelia tak bisa lagi tertahan. Tetes demi tetes jatuh membasahi pipi, tapi di baliknya memancar rasa bangga dan cinta yang mendalam. Karena ia bukan sekedar istri biasa, ia adalah istri prajurit! 

Ia adalah penjaga rumah yang kokoh, penjaga hati yang setia, dan juga penjaga semangat prajurit tangguh miliknya. Kesedihan memang ada, namun sebanding dengan rasa bangga dan hormat atas setiap perjuangan yang dilakukan suaminya untuk bangsa dan negara.

Di tengah kerumuman prajurit, berdiri tegap Mayjen TNI Farid Makruf, Pangdam V Brawijaya. Matanya memandang tajam ke hadapan, melihat kerumunan para prajurit Yonarhanud 8 yang siap berangkat bertugas. 

Mayjen TNI Farid Makruf lalu menyambangi istri para prajurit yang akan ditinggalkan bertugas. Ia menyapa mereka dan menguatkan meski ia tahu bahwa setiap kata yang diucapkannya akan membangkitkan gelombang perasaan yang gemuruh. 

“Hari ini, kita melepas keberangkatan saudara-saudara kita, prajurit Yonarhanud 8. Mereka yang setia, yang berani, dan selalu dihati keluarga. Hari ini mereka akan melaksanakan tugas mulia menjaga NKRI di perbatasan RI-Malaysia,” katanya.

Farid Makruf melanjutkan, “Kita semua tahu bahwa tugas yang akan mereka hadapi bukanlah tugas yang mudah. Namun, kita juga tahu bahwa mereka adalah prajurit-prajurit terbaik yang kita miliki. Mereka telah berlatih keras dan siap untuk bertugas, membawa nama baik negara dan tentara kita,” ujarnya dengan nada lembut.

Suasana lapangan menjadi semakin haru ketika Mayjen Farid Makruf mengucapkan selamat jalan, “Saat ini, kita melepas mereka, tetapi bukan berarti kita melupakan mereka. Kita akan selalu menanti kepulangan mereka, dan kita berdoa untuk keselamatan mereka,” ucapnya.
“Ingatlah,” lanjutnya, “bahwa Anda semua adalah kebanggaan kami, kebanggaan Pangdam V Brawijaya, kebanggaan TNI, dan kebanggaan bangsa Indonesia. Berjuanglah dengan segenap hati dan jiwa raga. Jaga diri, jaga kesehatan selama disana. Percayalah bahwa Tuhan akan melindungi kalian di setiap langkah,”  tegasnya.

Pangdam V Brawijaya tegas menyatakan, “Kami bangga kepada kalian semua, prajurit Yonarhanud 8. Selamat jalan, selamat bertugas, dan sampai jumpa kembali,” serunya. 

Berdiri di tengah-tengah kelompok ibu-ibu Persit, Ketua Persit KCK PD V/Brawijaya Shally Sundari Farid Makruf juga ikut memberikan semangat kepada istri-istri yang akan ditinggalkan tugas oleh suami. Dia bilang, peran ibu-ibu sangat penting dalam mendukung tugas pokok prajurit. 

“Bagi setiap wanita yang telah memutuskan menjadi istri prajurit, harus memahami bahwa kita harus siap ditinggalkan oleh suami saat mereka menjalankan tugas. Saya pun pernah mengalami hal yang sama dengan kalian. Bahkan, saat saya ditinggalkan tugas oleh suami saya, saya sedang hamil. Tapi saya bisa melewatinya,” ujarnya menenangkan.

Namun, lanjut Shally, seraya tersenyum lembut, “Saya telah memilih jalan ini. Saya telah memutuskan untuk menikahi seorang prajurit. Sejak itu, saya telah berjanji pada diri sendiri bahwa saya harus kuat. Saya harus mandiri. Saya harus tetap setia dan siap mendampingi suamiku di mana pun ia ditugaskan,” ucapnya mencoba menguatkan hati istri-istri prajurit. 

Shally mengambil napas dalam-dalam sejenak, lalu berkata, “Harus siap menerima konsekuensi menjadi istri prajurit. Siap ditinggal dalam tugas suami dan siap menemani kemanapun suami kita bertugas. Itulah janji yang harus kita pegang teguh dan harus kita jadikan pedoman dalam hidup kita,” tuturnya.

Shally menambahkan, “Tugas kita, sebagai istri prajurit, adalah menjaga jati diri, menjaga keutuhan rumah tangga, dan yang paling penting adalah terus mendoakan keselamatan suami kita di medan tugas. Kita juga harus pandai dalam mengatur keuangan, menjaga komunikasi yang baik dengan sesama istri prajurit, dan saling berbagi pengetahuan dan pengalaman.

Untuk mengatasi rasa rindu pada suami, Ia menyarankan agar mengisi waktu dengan kegiatan positif. “Ya, satu tahun merupakan waktu yang lama, namun saya yakin kalian semua bisa melaluinya,” imbuhnya.

“Saya berharap kita dapat tetap kompak, saling menjaga, dan saling mengingatkan. Jika ada pengetahuan atau ilmu yang dapat di sharing, jangan ragu untuk berbagi. Karena kita semua berada di posisi yang sama, dan hanya kita yang dapat memahami perasaan satu sama lain.” Tutupnya. 

Suasana dermaga berubah sepi seketika, hening dan melankolis, seolah alam juga merasakan getir perpisahan itu. Tapi dalam hati kecil mereka tahu ini bukanlah akhir. Ini hanya awal dari banyak perpisahan dan pertemuan yang akan mereka alami. 

Ini adalah harganya menjadi prajurit, konsekuensi yang harus dia dan keluarganya tanggung. Lalu, ratusan prajurit menengadahkan kepalanya, melangkah pergi dan memulai petualangan baru, berpisah dengan keluarganya dan sementara merelakan meninggalkan rumah yang selama ini dicintai. Kepergian mereka pun diwarnai hiruk pikuk tangisan dan lambaian tangan perpisahan.

Kisah keluarga Dita, Alfi dan Adelia akan menjadi pelipur lara bagi setiap prajurit dan istri prajurit di seluruh Nusantara yang berbagi takdir serupa. Mereka adalah saksi bisu akan keberanian dan pengorbanan para prajurit TNI yang rela bertaruh nyawa demi menjaga kedamaian dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). (*)

Pewarta : Syarifah Latowa
Editor : Wahyu Nurdiyanto
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jakarta just now

Welcome to TIMES Jakarta

TIMES Jakarta is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.