TIMES JAKARTA, JAKARTA – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memastikan bahwa ekspor udang Indonesia ke Amerika Serikat (AS) tetap berjalan meskipun otoritas AS memperketat aturan impor produk perikanan.
Kepala Badan Pengendalian dan Pengawasan Mutu Hasil Kelautan dan Perikanan (BPMHKP) KKP, Ishartini menjelaskan bahwa pengetatan tersebut hanya berlaku untuk perusahaan tertentu dan wilayah tertentu, bukan larangan menyeluruh terhadap udang dari Indonesia.
“Ekspor udang ke AS yang berasal dari UPI di luar Jawa dan Lampung berjalan seperti biasa,” ujar Ishartini dalam keterangan resmi di Jakarta, Sabtu (11/10/2025).
Penolakan Hanya untuk Satu Perusahaan
Menurut Ishartini, salah satu perusahaan pengolahan udang di Kawasan Industri Cikande, Serang, memang tidak dapat mengekspor ke AS karena masuk daftar penolakan. Hal itu menyusul temuan dugaan cemaran radioaktif Cesium-137 pada produk udang dari perusahaan tersebut.
Namun, cabang perusahaan yang sama di Medan, Sumatera Utara, masih diizinkan mengekspor udang seperti biasa karena tidak ditemukan pelanggaran serupa.
Sertifikat Bebas Cesium-137 Jadi Syarat Ekspor
Untuk wilayah Jawa dan Lampung, perusahaan pengolahan udang tetap dapat melakukan ekspor dengan syarat tambahan, yaitu menyertakan sertifikat bebas cemaran Cesium-137. Sertifikat tersebut diterbitkan oleh Badan Mutu KKP, lembaga sertifikasi yang telah diakui oleh Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat.
Data KKP mencatat, sebanyak 41 unit pengolahan ikan (UPI) terdampak oleh aturan baru ini, terdiri dari 35 UPI di Jawa dan 6 UPI di Lampung. Seluruhnya masih bisa mengekspor asal melengkapi sertifikasi tambahan tersebut.
KKP juga mengusulkan agar format sertifikat mutu yang selama ini digunakan pelaku usaha tetap dipakai, cukup dengan penambahan hasil uji Cesium-137. Sistem digital KKP SIAP MUTU akan diintegrasikan dengan sistem online FDA, yakni Import Trade Auxiliary Communications System (ITACS), guna mempercepat proses pemeriksaan bea cukai.
Lebih lanjut, KKP telah menyiapkan langkah-langkah pendukung, antara lain: bekerja sama dengan Bapeten dan BRIN untuk pengujian laboratorium radioaktif; menyusun aturan pengambilan sampel yang tidak memberatkan pelaku usaha; menyiapkan sistem pemantauan radioaktif (RPM) di pelabuhan; serta menyesuaikan prosedur ekspor agar sesuai dengan regulasi terbaru AS. (*)
Pewarta | : Antara |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |