TIMES JAKARTA, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan bahwa hanya ada satu orang yang menjadi pengumpul utama uang dalam kasus dugaan korupsi penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama (Kemenag) tahun 2023–2024.
“Ya pasti ujungnya pada satu orang pengumpul utama,” ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (25/9/2025).
Menurut Asep, aliran dana kasus ini bermula dari ratusan biro perjalanan haji yang mengumpulkan setoran lalu menyerahkannya kepada asosiasi. Selanjutnya, uang tersebut diteruskan kepada oknum di lingkungan Kementerian Agama secara bertingkat.
“Level pelaksana, tingkatan dirjen, hingga tingkatan yang lebih atasnya lagi,” jelas Asep.
KPK resmi meningkatkan kasus tersebut ke tahap penyidikan pada 9 Agustus 2025, setelah sebelumnya meminta keterangan dari mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada 7 Agustus 2025.
Dari hasil penghitungan awal bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kerugian negara diperkirakan mencapai Rp1 triliun lebih. KPK juga mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri, termasuk Yaqut.
Pada 18 September 2025, KPK menduga sedikitnya 13 asosiasi dan 400 biro perjalanan haji terlibat dalam skema pengumpulan dana tersebut.
Sorotan DPR Melalui Pansus Angket Haji
Selain ditangani KPK, kasus ini juga menjadi sorotan Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI. Pansus menyoroti kejanggalan dalam pembagian 20.000 kuota tambahan yang diberikan Pemerintah Arab Saudi pada musim haji 2024.
Kemenag diketahui membagi kuota tambahan itu dengan skema 50:50, yakni 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Namun, kebijakan ini dinilai melanggar Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang menetapkan kuota haji khusus sebesar 8 persen, sementara 92 persen sisanya untuk haji reguler. (*)
Pewarta | : Antara |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |