TIMES JAKARTA, JAKARTA – Kehadiran AI yang hari ini semakin banyak digunakan oleh manusia, juga menawarkan berbagai macam kemudahan untuk akselerasi dan peningkatkan pendidikan. Namun tanpa adanya strategi dan kebijakan yang tepat, AI justru menjadi eksklusifitas baru bagi dunia pendidikan, terutama bagi anak-anak dan perempuan di wilayah tertinggal.
Artikel ini bertujuan untuk menakar peluang kemajuan yang ditawarkan AI dalam pendidikan Indonesia, sekaligus menggarisbawahi adanya ancaman risiko digital divide, serta memberikan perspektif KOPRI dalam mewujudkan pendidikan yang adil dan merata di era digital ini.
Kemudahan dan Akselerasi Pembelajaran
Era digital telah membawa AI sebagai salah satu teknologi untuk meningkatkan akses dan inovasi pendidikan. Potensi AI untuk menyusun materi belajar sesuai dengan kebutuhan setiap siswa meurpakan salah satu keunggulan dari AI yang menggabungka prinsip masalalu-masa kini dan masa akan datang. AI juga dapat meningkatkan kemampuan siswa melalui inovasi pembelajaran yang interaktif sehingga menjadikan proses belajar lebih menarik dan efektif.
Lebih lanjut, AI bahkan memiliki potensi untuk mendukung kesehatan mental pelajar dengan mendeteksi dini tanda-tanda kesulitan emosional dan meningkatkan motivasi belajar. Tidak hanya untuk siswa, bagi seroang pendidik atau pengajar mulai dari tingkatan Pendidikan Anak Usia Dini hingga Tingkat Pendidikan Universitas.
AI bukan hanya sebagai asisten pribadi, melainkan sebagai alat yang mampu menyelesaikan tantangan kompleks dalam dunia pendidikan. Sejalan dengan pemikiran tersebut, besar yang dimiliki AI dalam meningkatkan mutu pendidikan nasional, dengan catatan bahwa pemanfaatannya harus didukung oleh strategi yang matang dan kolaborasi lintas sektor.
Dalam konteks ini, peran generasi muda, khususnya kader-kader KOPRI, menjadi semakin penting. Potensi yang ditawarkan oleh AI dilihat sebagai peluang emas yang dapat menjadi jawabaan dari bonus demografi, terutama perempuan yang selama ini mungkin memiliki keterbatasan akses terhadap pendidikan berkualitas.
Melalui pemanfaatan AI yang tepat, pendidikan yang lebih inklusif dan relevan dengan kebutuhan peserta didik dapat diwujudkan. Maka akan tumbuh sebuah harapan bahwa teknologi ini akan menjadi katalisator bagi kemajuan pendidikan, dan dapat menjangkau hingga ke pelosok negeri.
Mengatasi Risiko Digital Divide
Namun, antusiasme terhadap potensi AI harus diimbangi dengan kesadaran akan risiko yang mungkin timbul. Tanpa penanganan yang inklusif dan regulasi yang tepat, AI berpotensi memperlabar jurang ketidaksetaraan pendidikan antarwilayah.
Kekhawatiran bahwa jika institusi pendidikan tidak cepat menanggapi dan menyiapkan regulasi, pemanfaatan AI bisa menjadi tidak terkendali sangatlah beralasan. Kita tidak ingin melihat skenario di mana siswa di kota-kota besar dengan akses internet cepat dan perangkat canggih menikmati bimbingan belajar berbasis AI, sementara anak-anak di daerah terpencil justru semakin tertinggal.
Perbedaan akses infrastruktur dan kemampuan guru di berbagai daerah dapat menjadi pemicu utama digital divide. Ahli pun telah mengingatkan pentingnya kesiapan infrastruktur dan regulasi agar integrasi AI benar-benar mendukung inklusi, bukan malah menciptakan pembelajaran “liar” yang tidak terarah.
Sebagai organisasi yang berasaskan kesetaraan, KOPRI menekankan bahwa tanpa kebijakan yang memadai dan perhatian khusus pada wilayah tertinggal, potensi AI untuk pemerataan pendidikan akan sulit terwujud. Maka yang harus dipastikan adalah bahwa setiap anak, tanpa terkecuali, memiliki kesempatan yang sama untuk memanfaatkan AI dalam pendidikan.
Pemerataan Infrastruktur Digital
Akses jaringan internet yang stabil dan ketersediaan perangkat teknologi adalah prasyarat mutlak untuk pemanfaatan AI dalam pendidikan. Meskipun pemerintah telah berupaya membangun infrastruktur melalui proyek Palapa Ring.
Menurut APJII telah meningkatkan penetrasi internet nasional hingga sekitar 78% (bahkan di pedesaan mencapai 79,8%), angka ini belum menjamin kualitas akses yang merata. Di banyak daerah terpencil, sinyal internet masih lemah atau bahkan belum tersedia, menghambat akses terhadap konten AI berbasis online.
Selain itu, ketersediaan peralatan pendukung seperti komputer, tablet, dan smart board di setiap sekolah juga harus lebih diprioritaskan agar siswa dapat berinteraksi dengan sistem AI. Program digitalisasi pembelajaran yang diinisiasi pemerintah dengan penyediaan konten, platform, dan perangkat pintar di beberapa sekolah adalah langkah positif.
Namun, tantangan besar tetap ada dalam hal anggaran dan koordinasi antar-kementerian untuk menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Tanpa infrastruktur digital yang memadai, terutama di wilayah pedesaan, adopsi AI dalam pendidikan akan sulit terwujud, dan kesenjangan pemanfaatan AI akan semakin melebar.
Kualitas Tenaga Pendidik Kunci Keberhasilan Integrasi AI
Kesiapan guru dan tenaga kependidikan memegang peranan penting dalam efektivitas integrasi AI pada proses belajar mengajar. Perbedaan akses terhadap pelatihan literasi digital antara guru di perkotaan dan pedesaan menjadi perhatian utama.
Langkah pemerintah untuk mengintegrasikan mata pelajaran Koding dan Kecerdasan Buatan ke dalam kurikulum, serta menyiapkan bahan ajar dan pelatihan guru khusus, adalah langkah yang tepat. Program sertifikasi kompetensi bagi guru AI/Koding juga merupakan upaya untuk meningkatkan profesionalisme tenaga pendidik.
Namun, kecepatan implementasi dan jangkauan pelatihan harus menjadi fokus. Guru di daerah pedesaan seringkali menghadapi kendala dalam mengakses program pelatihan daring akibat keterbatasan infrastruktur atau kurangnya pendampingan digital di wilayah mereka.
Pemerintah menyadari pentingnya kesiapan guru, seperti yang ditekankan oleh Deputi Kemenko PMK, sebelum program berjalan. Pemberdayaan guru, terutama guru perempuan di daerah terpencil, melalui pelatihan yang komprehensif dan dukungan berkelanjutan adalah kunci untuk memastikan bahwa AI dapat dimanfaatkan secara efektif di seluruh pelosok negeri.
Akses Teknologi Merata
Akses terhadap teknologi tidak hanya terbatas pada ketersediaan perangkat di sekolah, tetapi juga mencakup kepemilikan gadget dan kestabilan koneksi internet di rumah siswa. Disparitas kepemilikan perangkat antara siswa di perkotaan dan pedesaan sangat signifikan.
Meskipun data APJII menunjukkan peningkatan konektivitas di pedesaan, sebagian besar akses masih melalui ponsel dengan paket data terbatas, yang kurang ideal untuk mengakses konten video interaktif atau aplikasi AI yang membutuhkan bandwidth besar.
Bantuan kuota internet yang telah diberikan pemerintah adalah langkah sementara yang baik, namun inisiatif jangka panjang seperti pembagian komputer atau tablet bagi sekolah-sekolah terpencil dan keluarga kurang mampu diperlukan untuk memastikan akses teknologi yang merata. Tanpa jaminan akses perangkat yang memadai di rumah, potensi AI dalam pembelajaran akan lebih banyak dinikmati oleh siswa dari keluarga mampu yang tinggal di perkotaan.
Kebijakan dan Program Pemerintah
Pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmen untuk mendukung integrasi teknologi dalam pendidikan melalui berbagai kebijakan dan program. Program Digitalisasi Pembelajaran Nasional, yang diprioritaskan untuk “meningkatkan kualitas SDM dan memeratakan kualitas pendidikan di Indonesia” oleh Kemenko PMK, adalah langkah yang signifikan. Uji coba program ini di ratusan sekolah dengan penyediaan perangkat pintar dan platform pembelajaran digital memberikan harapan akan perubahan yang lebih luas.
Integrasi literasi digital dan AI dalam Kurikulum Merdeka, penerbitan panduan akademik untuk pengembangan mata pelajaran Koding dan AI, serta program pelatihan guru dan sertifikasi kompetensi adalah langkah-langkah yang saling melengkapi.
Upaya Kementerian Komdigi dalam membangun infrastruktur internet yang merata juga merupakan fondasi penting. Namun hal tersebut juga membutuhkan implementasi yang efektif dan merata di seluruh wilayah Indonesia.
Contoh Penerapan AI di Indonesia
Beberapa inisiatif dan demonstrasi penerapan AI dalam pendidikan di Indonesia, seperti yang terlihat dalam Indonesia Future of Learning Summit (IFLS) 2024, memberikan gambaran tentang potensi masa depan.
Penggunaan aplikasi berbasis AI untuk memberikan umpan balik pembelajaran yang langsung dan adaptif, serta model AI seperti “MRAFE” yang berfokus pada personalisasi pembelajaran dan mengatasi kesenjangan, adalah contoh inovasi yang patut didukung dan dikembangkan.
Meskipun belum diterapkan secara massal, inisiatif-inisiatif ini menunjukkan adanya minat dan upaya untuk memanfaatkan AI demi kemajuan pendidikan di tanah air. Organisasi seperti REFO juga aktif mendorong adopsi AI di sekolah-sekolah.
Sinergi untuk Pendidikan yang Adil dan Merata
Penerapan AI dalam pendidikan Indonesia menyimpan potensi besar untuk mengakselerasi kemajuan melalui pembelajaran yang lebih personal, efisien, dan berkualitas. Namun, kita tidak boleh mengabaikan risiko digital divide yang dapat memperlebar jurang ketidaksetaraan jika masalah infrastruktur, pelatihan guru, dan akses perangkat tidak ditangani dengan serius.
Data penetrasi internet yang tinggi adalah modal awal yang baik, tetapi ketersediaan perangkat dan kesiapan tenaga pendidik di seluruh pelosok negeri adalah kunci keberhasilan.
Kebijakan digitalisasi pembelajaran dan integrasi AI ke dalam kurikulum adalah langkah awal yang krusial. Keberhasilan AI dalam pendidikan Indonesia sangat bergantung pada sinergi yang kuat antara kemajuan teknologi, dukungan kebijakan yang inklusif, dan pengembangan sumber daya manusia yang merata.
Jika kita mampu melaksanakan integrasi AI dengan memperhatikan prinsip keadilan dan pemerataan, maka teknologi ini akan menjadi peluang besar untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas bagi seluruh anak bangsa, termasuk anak perempuan di wilayah terpencil.
Sebaliknya, jika regulasi yang inklusif dan merata tidak disiapkan AI justru berpotensi memperkuat ketimpangan yang ada. Navigasi peran AI dalam pendidikan harus diatur dengan bijak, demi masa depan pendidikan Indonesia yang lebih adil dan merata.
***
*) Oleh : Athiyah, Ketua Bidang Media, Komunikasi dan Informatika KOPRI PB PMII 2024-2027.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
Pewarta | : Hainor Rahman |
Editor | : Hainorrahman |