TIMES JAKARTA, JAKARTA – Situasi politik dan keamanan di Nepal semakin tidak menentu setelah jumlah korban tewas akibat protes besar-besaran pada Kamis (11/9/2025) meningkat menjadi 31 orang. Gelombang protes itu memaksa Perdana Menteri KP Sharma Oli lengser dari jabatannya dan membuka jalan bagi pembentukan pemerintahan sementara.

Melansir Anadolu, Departemen Kedokteran Forensik di Rumah Sakit Pengajaran Universitas Tribhuvan melaporkan, sebanyak 25 jenazah berhasil diidentifikasi, sementara enam lainnya masih belum diketahui, termasuk satu perempuan. Identitas para korban masih dalam proses pencocokan oleh pihak berwenang.

Kekacauan tidak hanya terjadi di jalanan. Pada hari yang sama, upaya pelarian massal juga terjadi di sebuah penjara di distrik Ramechhap, Provinsi Bagmati. Tentara Nepal menembakkan peluru tajam untuk menghentikan narapidana yang berusaha mendobrak gerbang utama. Akibatnya, dua napi tewas dan sedikitnya 12 lainnya luka-luka. Penjara itu diketahui menampung lebih dari 300 narapidana.

Meski aparat memastikan tidak ada tahanan yang berhasil kabur dalam insiden tersebut, data sebelumnya menunjukkan lebih dari 15.000 narapidana telah melarikan diri dalam beberapa hari terakhir sejak protes pecah. Situasi ini mendorong militer mengambil alih kendali penuh atas keamanan negara.

Protes besar di Nepal dipimpin oleh kalangan muda yang dikenal sebagai “Generasi Z”. Mereka menuntut perubahan politik radikal dan menolak kepemimpinan lama. Dalam jajak pendapat daring, para pengunjuk rasa memilih mantan Ketua Mahkamah Agung Sushila Karki sebagai kandidat pemimpin pemerintahan sementara.

Selain itu, nama Balendra Shah, Wali Kota Kathmandu yang populer di kalangan anak muda, juga menguat sebagai sosok alternatif untuk memimpin pemerintahan transisi hingga pemilihan umum baru digelar. (*)