https://jakarta.times.co.id/
Berita

Tantangan Meritokrasi di Tengah Dominasi Politik Dinasti di Indonesia

Selasa, 27 Agustus 2024 - 19:36
Tantangan Meritokrasi di Tengah Dominasi Politik Dinasti di Indonesia Kegiatan diskusi akademik dengan topik "Can Meritocracy Survive in the Face of Political Dynasties?". (FOTO: dok. Alumni Chevenig for TIMES Indonesia)

TIMES JAKARTA, JAKARTA – Di tengah meningkatnya kekhawatiran publik terhadap dominasi politik dinasti di Indonesia, Chevening Alumni Association Indonesia (CAAI) menggelar Diskusi Akademik bertajuk Can Meritocracy Survive in the Face of Political Dynasties?. Diskusi yang digelar pada Minggu (25/8/2024) lalu ini merupakan respons atas langkah kontroversial Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang sempat mengajukan revisi UU Pilkada, meskipun akhirnya tidak dilanjutkan setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan nomor 60 mengenai syarat pencalonan Pilkada. Langkah DPR tersebut dianggap sebagai upaya pembangkangan terhadap konstitusi dan dinilai sebagai cara untuk mengakomodasi kepentingan dinasti politik di Indonesia.

Ketua Knowledge Bank CAAI 2024-2024, Bioantika, menyatakan bahwa diskusi ini merupakan kontribusi CAAI terhadap diskursus yang berkembang di Indonesia.

“CAAI melalui Departemen Kajian dan Akademik secara rutin menyelenggarakan diskusi merespon berbagai isu yang berkembang di Indonesia. Diskusi CAAI tidak hanya mengangkat isu-isu penting, tetapi juga menghadirkan alumni-alumni Chevening yang berkarir dalam berbagai bidang,” ujar Bioantika dalam keterangan persnya, Selasa (27/8/2024).

Presiden CAAI 2023-2025, Nadhila Renaldi menegaskan kekecewaannya terhadap upaya DPR dalam merevisi UU Pilkada yang dinilainya tidak menghormati Putusan MK.

“CAAI menyayangkan upaya merevisi UU Pilkada yang dilakukan oleh DPR, karena hal ini berpotensi merusak fondasi hukum dan demokrasi yang telah kita bangun. Putusan MK bersifat final dan mengikat, sehingga harus dipatuhi oleh semua pihak, termasuk DPR," ujar Nadhila.

Dia juga mengapresiasi peran masyarakat sipil dan kelompok pro-demokrasi yang memprotes langkah DPR tersebut, menekankan pentingnya partisipasi publik dalam menjaga integritas demokrasi di Indonesia.

Analisis Pakar Terhadap Politik Dinasti

Yoes C. Kenawas, seorang research fellow di Institute for Advanced Research Unika Atma Jaya, memulai presentasinya dengan membedakan “politik dinasti” dan “dinasti politik”. Menurutnya, politik dinasti merupakan upaya pengorganisasian kekuasaan yang melibatkan anggota keluarga, sedangkan dinasti politik adalah organisasi politik berbasis keluarga yang bertujuan memperluas kekuasaan. Yoes mengungkapkan bahwa tren dinasti politik di Indonesia semakin meningkat dalam dekade terakhir.

Sofie Syarief, jurnalis dan mahasiswa doktoral di Goldsmiths, University of London, menyoroti peran media dalam mempengaruhi perkembangan politik dinasti di Indonesia. Ia mengkritik media yang lebih sering memberi perhatian besar kepada figur tertentu tanpa mengedepankan prinsip check and balance yang seharusnya menjadi tugas utama media.

Sementara Nabiyla Risfa Izzati, dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), menjelaskan bahwa dalam prakteknya penguasa sering menggunakan hukum untuk memberikan legitimasi terhadap tindakannya, atau yang ia sebut sebagai “autocratic legalism”. 

Ia mencontohkan praktik seperti ini bisa terlihat dalam revisi UU KPK, Perppu Cipta Kerja dan yang paling baru upaya DPR untuk merevisi UU Pilkada demi mengakomodir kepentingan dinasti politik.

“Ketika kemarin MK mengeluarkan putusan MK 60/2024 dan 70/2024 sebagai ‘arc redemption’ dan berusaha digagalkan oleh DPR melalui revisi UU Pilkada demi mengakomodir dinasti, ini menjadi titik nadir baru autocratic legalism yang dipertontonkan dengan sangat ugal-ugalan,” jelasnya.

“Kondisi di mana eksekutif dan legislatif mempunyai tujuan yang sama yang mereka paksakan untuk kepentingan mereka, bukan untuk kepentingan rakyat,” terangnya.

Analisis juga disampaikan Egi Primayogha, Program Manager Indonesia Corruption Watch (ICW). Ia menganalisis tentang bagaimana dinasti politik memperparah korupsi di Indonesia.

“Konsentrasi kekuasaan pada satu keluarga tidak hanya melemahkan pengawasan, tetapi juga membuka peluang lebih besar bagi praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) untuk terus berkembang. Dinasti politik tidak hanya hasil dari KKN, tetapi juga alat utama untuk memperkuatnya,” terangnya. 

Para pembicara sepakat bahwa reformasi hukum dan komitmen dari semua pihak sangat diperlukan untuk mencegah semakin mengakarnya politik dinasti di Indonesia. Mereka menegaskan bahwa meritokrasi hanya bisa bertahan jika sistem demokrasi bebas dari pengaruh dominasi dinasti politik. (*)

Pewarta : Ahmad Nuril Fahmi
Editor : Ferry Agusta Satrio
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jakarta just now

Welcome to TIMES Jakarta

TIMES Jakarta is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.